Siapa sangka ternyata saya masih bisa bertemu lagi
dengannya. Seorang sahabat yang demi alasan mengejar kebahagiaan yang nyata
berpindah ke belahan benua yang berbeda dengan saya.
Siapa sangka kalau ternyata saya justru bertemu dengannya di
tempat yang tidak kami berdua duga sebelumnya. Sebuah tempat dimana banyak
pelancong datang karena dijanjikan suguhan pantai dan laut biru sejauh kita
melepaskan pandang.
Tuhan selalu bekerja dengan cara yang misterius. Cara yang
kadang tidak bisa dicapai oleh nalar. Dan pertemuan saya dengan seorang sahabat
yang saya sayang pasti karena ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Kalau tidak
ada campur tangan Tuhan, mana mungkin saya dapat bertemu dengan sahabat saya di
tempat yang jauhnya beratus kilo dari tempat yang kami rancang sebelumnya.
Awalnya kami berjanji untuk saling bertemu di Jakarta, kota
yang punya sejuta cerita tentang persahabatan kami berdua. Kota yang
melingkarkan banyak kenangan entah itu tentang rasa senang maupun tentang rasa
muram. Kota yang langsung kami sepakati ketika dia, sahabat saya mengirim pesan
kalau dia akan pulang ke Indonesia untuk berlibur.
Tanggal sudah disepakati. Ibarat anak kecil yang dijanjikan
pergi tamasya oleh ayahnya, saya melingkari tanggalan denga spidol berwarna
mencolok meskipun halaman tanggalan tersebut masih ditutupi oleh lembaran
bulan-bulan yang akan datang lebih awal. Saya sangat antusias. Bagaimana tidak,
hampir 2 tahun saya tidak pernah bertemu dengannya. Bahkan ketika dia pergi
meninggalkan Indonesia, saya tidak bisa mengantarkannya ke bandara. Panggilan
dinas membuat saya tidak berada di Jakarta saat itu.
Sahabat macam apa saya ini.
Waktu sudah semakin dekat. Lembar tanggalan yang menutupi
tanggal berlingkarkan spidol sudah tidak sebanyak waktu awal. Tiba-tiba masalah
mulai mengintai. Paper ilmiah yang saya kirimkan beberapa bulan ke belakang ke
sebuah perhelatan konfrensi internasional ternyata diterima. Konsekuensinya
saya harus mempresentasikan paper itu dalam acara tersebut. Dan tanggal
pelaksanaannya ada dalam kisaran tanggal dimana seharusnya saya bertemu dengan
sahabat saya yang akan pulang kandang.
Saya gamang. Ini adalah kesempatan saya untuk bertemu
sahabat yang entah kapan lagi akan pulang. Tapi saya juga tidak mungkin
mengingkari kehadiran saya ke acara konfrensi.
2 hal yang pastinya akan menerbangkan saya pada dimensi yang berlainan,
meskipun ujungnya berupa pemenuhan kebutuhan hati.
Saya mengontak sahabat saya dan bilang kalau sepertinya kali
ini saya tidak bisa menemuinya. Saya jelaskan semuanya, tanpa maksud ingin bisa
dimengerti. Dan kemudian sahabat saya bertanya dimana saya akan menghadiri
konfrensi tersebut. Tanpa diduga dia bilang “Oke kita bertemu tanggal segitu di
Senggigi”.
Saya terkejut, cenderung melongo. Saya bilang kalau dia
tidak perlu memaksakan diri sampai mengunjungi saya di Senggigi. Tapi
belakangan saya tahu kalau ternyata dia memang akan berlibur ke Lombok untuk
menyelam dengan pasangannya. Saya senang bukan kepalang, dalam satu kali
kayuhan saya bisa memeperoleh 2 hal yang saya inginkan. Bertemu sahabat yang
saya sayang, dan berbicara di sebuah konfrensi bertaraf internasional mengenai
kekayaan hayati yang dimiliki negeri ini. Berkah Tuhan mana lagi yang harus
saya dustakan?
Waktu yang ditentukan akhirnya datang. Selepas konfrensi
hari pertama, malam harinya saya bertemu dengan dia. Sahabat yang sudah hampir
2 tahun tidak bisa saya pegang. Sahabat yang saya ikut bahagia karena dia untuk
saat ini sudah menemukan kebahagiannya. Kami berpelukan. Lama. 2 tahun terasa
baru terjadi kemarin saja, tidak ada yang berubah dengannya kecuali pendar
kebahagiaan yang saya temui di matanya. Malam itu untuk pertama kalinya saya
juga bertemu dengan pasangannya. Dan seperti yang pernah dia bilang,
pasangannya memang sosok yang juga menyenangkan.
Duduk di sebuah restauran di tepi pantai. Menikmati suguhan
makan malam sembari sesekali menghitung bintang, kami bertiga dilarutkan oleh
keadaan. Ada saat mengenang, ada saat membayangkan masa depan. Hal-hal yang
membuat saya semakin yakin kalau dia tidak salah menjatuhkan pilihan. Sahabat
saya tidak salah mengejar mimpi yang dia yakini. Tidak salah memilih pasangan
yang dia nikahi.
Waktu kalau bisa akan saya perintahkan untuk tidak berganti
posisi. Kalaupun tidak, saya ingin dia berdetak selambat mungkin sehingga semua
momen bisa saya potret dalam hati. Keintiman yang membuat iri, kebahagiaan yang
mengajari. Dan saya terlempar dalam sebuah momen rasa puas hanya dengan
mengamati. Menemukan kebahagiaan saya sendiri dalam kebahagiaan yang sudah
seorang sahabat dapati.
Sahabat, seperti yang sudah saya bilang malam itu. Malam
ketika kita bertiga mentertawakan banyak hal, malam ketika angin laut ikut
menyuarakan kidung keceriaan. Saya ikut bahagia untuk setiap tahapan yang
sedang kamu lewati. Mungkin tidak semudah apa yang saya bayangkan, tapi lihat
kamu sudah berhasil selama 2 tahun ini. Tidak ada lagi keniscayaan ketika kamu
mau berjuang. Tidak ada kemustahilan ketika kalian berdua saling mengandalkan.
Dan saya sebagai pengamat di luar lingkaran cukup puas dengan apa yang selama 2
tahun ini sudah kalian capai. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia.
Kebahagiaan saya bertemu kalian tidak bisa ditakar. Hati
saya penuh bahkan mungkin menggelembung memenuhi rongga yang disekat diafragma.
Saya tidak lantas berhenti mendoakan, karena saya tahu kalau jalan untuk kalian
masih terpampang panjang di depan. Semoga apa yang kalian sebut cinta terus
beranak pinak sampai nanti saat senja. Saat uban kalian sudah tidak bisa
ditahan tumbuh di kepala.
Terima kasih untuk
hadiah parfum dan body lotionnya. Ternyata kamu tidak pernah lupa mengenai apa
yang saya suka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar