Rasanya sedih. Seperti merobek hati sendiri. Mungkin
tujuannya hanya untuk melindungi, menyelamatkan saya dari sekedar cibiran atau
cemoohan yang sebetulnya tidak perlu didengar. Kalaupun terdengar, biarkan saya
yang menanggung sendirian. Saya sudah cukup bebal, tidak akan mempan oleh
beragam sindiran ataupun tekanan yang kerap ditujukan. Saya sudah hidup dengan
hal itu sedemikian lama, dan saya menjadi kuat karenanya.
Berbeda dengan mereka. Mereka belum terbiasa, mereka takut
saya terluka atau lebih parah terbebani. Padahal beban yang mungkin orang
anggap berat itu buat saya cukup ringan. Tergantung cara pandang memang, tapi
mungkin cara pandang saya yang lagi-lagi harus dipersalahkan. Saya hidup di
lingkungan dengan orang-orang berpikiran mainstream, jadi ketika saya memilih
untuk menjadi tidak mainstream maka saya adalah dosa. Itu hasil penarikan
kesimpulan saya sendiri, kalau salah saya mohon dimaafkan.
Saya tidak suka orang lain terimbas oleh apa yang seharusnya
saya tanggung sendirian, apalagi orang lain itu adalah kedua orang tua saya.
Jangan ganggu mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang bisa
memerahkan telinga. Ajukan pertanyaan itu pada saya karena saya punya berjuta
jawaban yang pastinya tidak akan memuaskan kalian. Tapi saya tidak peduli.
Kewajiban saya hanya menjawab pertanyaan, kalau kalian tidak puas dengan apa
yang saya ungkapkan itu urusan kalian.
Saya tidak meminta makan dari kalian, jadi jangan menuntut
saya untuk melakukan apa yang kalian diktekan. Kalau saya bisa memilih tentu
saya juga tidak akan mengambil jalan seperti ini, sudah dari dulu saya
mengakhiri kesendirian dan berumah tangga seperti yang kalian gadang-gadangkan
seolah dengan menikah kebahagiaan sudah pasti ada di dalam genggaman. Saya
tidak sangsi akan hal itu, orang menikah untuk bahagia tapi jangan mengambil
silogisme kalau saya belum menikah berarti saya tidak bisa bahagia.
Saya ingin menikah. Saya akan menikah. Nanti. Ketika saya
sudah bertemu dengan jodoh saya yang sampai sekarang masih Tuhan sembunyikan.
Jangan salahkan Tuhan! Mungkin untuk saat ini Tuhan melihat saya belum cukup
baik untuk membawa pasangan saya ke arah yang lebih baik. Tuhan ingin menguji
kesabaran saya dengan hadiah seorang pasangan yang sebetulnya sudah jauh Dia
persiapkan. Kenapa saya harus sangsi? Kenapa kalian harus sangsi? Tuhan tidak
pernah zhalim.
Jangan ganggu orang tua saya. Biarkan mereka hidup dengan
tenang. Dan tolong jangan berpikir kalau saya setenang apa yang kalian lihat.
Tidak perlulah saya pertontonkan kegundahan yang menggelayuti jiwa dan perasaan
saya. Yang pasti saya tahu kemana saya harus melangkah dan beranjak besok hari.
Cukup didoakan semoga saya istiqomah dengan keadaan yang belum seterang
orang-orang lain yang kalian banggakan. Doakan saya. Cukup itu.
Saya tidak sedang marah-marah. Tidak pada kalian, pada
keadaan terlebih pada Tuhan. Saya hanya ingin hidup tenang tanpa banyak tekanan
yang justru membuat saya berat untuk melangkah ke depan. Kalau saya lagi-lagi
boleh memilih, saya ingin menikah dari 5 tahun silam. Punya anak yang lucu yang
saya bisa pamerkan ketika saya menyambangi pusat perbelanjaan seperti yang
orang-oang banyak lakukan. Jangan pernah berpikir saya tidak iri. Saya SANGAT
iri pada mereka yang terlebih dahulu menemukan terang, meski sekarang saya
tidak hidup dalam kegelapan.
Sekali lagi, doakan saja saya agar segera mendapatkan jodoh
seperti apa yang kalian harapkan. Semoga saja ketika nanti saya sudah
berkeluarga, saya tidak lagi membebani pikiran kalian semua yang sebetulnya
tidak pernah saya minta. Kalian hanya berbaik hati mengambil porsi (lebih) dari
apa yang seharusnya tidak kalian pikul. Untuk itu saya ucapkan terima kasih dan
semoga Tuhan membalas semua kebaikan kalian.
1 komentar:
Emang serba salah 'being single fighter'. Mau dicuekin tapi bikin panas kuping, mau dijawab panjang lebar tapi ga ngerti" juga.
Aku biasanya memilih untuk menghindar kalo ketemu dengan orang" kaya gitu. Cape juga menghadapi tipikal orang kaya mereka. Kalo pun 'care' tidak harus ditunjukkan dengan cara kaya gitu (itu bukan 'care' tapi 'kepo').
Posting Komentar