Bagaimana mungkin, kamu yang sudah aku anggap sebagai
sahabat ternyata membohongiku hanya karena sejumlah uang. Bukan soal nominal,
uang bisa dicari. Tapi apakah kamu tidak sadar kalau dengan sikapmu yang
seperti itu kamu justru kehilangan kepercayaan dari sahabat-sahabatmu macam
aku.
Aku tidak habis pikir, kamu yang semula baik, yang
tulisan-tulisannya begitu menginspirasi banyak orang ternyata bisa berubah
watak hanya karena butuh uang. Aku masih ingat, tulisan-tulisan tentang ibumu
yang sebegitu berjuangnya membesarkan kamu dan adikmu sendirian karena
ditinggalkan oleh suami yang tidak bertanggung jawab sangat inspiratif
sekaligus menggugah. Kemudian kamu yang mati-matian berusaha untuk
membahagiakan beliau karena perjuangannya seringkali membuatku tertegun dan
berpikir kalau aku sebagai anak ternyata tidak sehebat kamu. Aku iri.
Tapi bagaimana mungkin sekarang kamu bisa berubah seperti
ini? Tidakah kamu sadar kalau justru tindakanmu ini bisa menyakiti ibumu? Tidak
terbayangkan betapa sedihnya beliau kalau mengetahui anak yang dibanggakannya,
yang dibesarkannya dengan penuh perjuangan ternyata mampu membohongi banyak
orang hanya karena masalah uang. Lagi-lagi aku tidak habis pikir, sedangkal
itukah kamu menilai arti sebuah persahabatan?
Aku luput kehilanganmu. Seorang sahabat yang pernah
menemaniku menikmati sepiring besar kepiting saos padang yang super pedas, yang
katamu meskipun aku kepedesan tapi mataku tak berhenti jelalatan. Sial.
Aku merindukan masa-masa itu. Tentu kamu
juga masih ingat bagaimana aku susah payah membujuk pacarku (sekarang mantan)
untuk datang ke pesta pernikahanmu. Saat itu kami jadi tontonan sepanjang gang
menuju rumahmu. Bagaimana tidak, keberadaan kami yang terlalu mencolok
mengundang banyak kepenasaran. Seorang cina berkulit kuning dengan seorang
pribumi berkulit hitam berjalan berdampingan menggunakan batik yang seragam.
Dan kamu terkekeh ketika aku menceritakan itu.
Aku masih mengingat semuanya.
Tapi kenapa? Hanya itu yang ingin aku tanyakan. Kalau memang
kamu ada masalah, berceritalah seperti dulu. Jangan seperti ini, menghindar dan
menimbulkan banyak pertanyaan. Soal uang jangan jadi beban, kalau kamu berhati
besar kemudian berterus terang tidak sanggup mengembalikan maka aku akan
mengikhlaskan. Persahabatan kita jauh lebih berharga dari sejumlah nominal yang
kamu pinjam. Kalau aku sempat menagih, itu karena aku merasa punya kewajiban.
Di agama yang aku yakini mengingatkan orang yang punya hutang adalah kewajiban,
apalagi dulu kamu bilang meminjam dan bukan meminta.
Sebetulnya aku merasa sangat dibodohi. Bagaimana mungkin
kamu tega memanfaatkan kepercayaanku, kenaifanku mempercayai semua apa yang
kamu katakan. Tidak kamu hargaikah aku yang karena telfonmu tengah malam itu
rela keluar kosan untuk mentransfer sejumlah uang? Kenapa itu aku lakukan?
Karena kamu bilang itu mendesak. Kamu masuk rumah sakit, jauh dari siapa-siapa,
dan rumah sakit tidak mau merawat kalau kamu tidak memasukan sejumlah uang
sebagai jaminan. Dan kenapa aku percaya? Karena kamu sahabatku. Tidak pernah
terlintas dalam pikiranku kalau kamu justru saat itu tengah membohongiku. Tidak
ada. Aku murni ingin menolong seorang sahabat.
Sekali lagi ini bukan soal uang, karena kalaupun sekarang
kamu punya rezeki dan ingin mengembalikan, aku pasti tidak akan menerimanya.
Belikanlah sesuatu untuk kedua keponakanku, anak-anakmu. Tapi tolong, jangan
beri mereka makan dari uang hasil menipu. Apalagi belakangan aku mendengar kalau
kamu melakukan hal itu tidak hanya padaku seorang, tapi pada beberapa teman
lain yang juga jatuh kasihan. Dimana nuranimu? Kamu gadaikan dimana sehingga
kamu tega memanfaatkan belas kasihan orang?
Tidak percayakah kamu akan karma? Bagaimana kamu tega mengeluarkan
alasan kalau kamu butuh uang karena sedang sakit, mendapat kecelakaan, atau
butuh uang untuk kabur dari kota suamimu tinggal karena dia kerap menyiksamu?
Perkataan itu doa. Tapi semoga saja perkataan itu tidak benar nyatanya dan
hanya jadi alasanmu saja untuk menarik rasa iba orang.
Kalau ada masalah, cerita. Jangan dipendam ketika kamu yakin
kamu tidak akan bisa menyelesaikan sendirian. Ada aku dan teman-teman lain yang
pasti akan membantu tanpa perlu diminta. Berubahlah seperti dulu, menjadi sosok
yang begitu menyenangkan. Doaku selalu ditasbihkan untukmu, teman!
1 komentar:
Masalah uang itu masalah yang rawan. Dalam berteman, bersaudara sekalipun, hindari kecurangan-kecurangan.
Sekali curang, kita tak akan pernah dipercaya orang lain.
@ Apis, Ikhlaskan saja. Percayalah, kalau rejeki seseorang itu tak akan pernah tertukar. Anggap saja itu 'sedekah' yang (mungkin) lupa kau distribusikan pada yang berhak.
*duh, sok-sok jadi kyai deh*
Posting Komentar