Beginikah sebentuk keracunan yang sering orang bicarakan?
Ketika oksigen tergantikan oleh senyawa lain yang membuat Haemoglobin atau zat
warna darah kehilangan kemampuannya mengikat zat asam sehingga sel tidak bisa
leluasa bernapas. Sel mengkerut dan darah membiru karena kadar racun yang terus
bertambah. Serotonin otak turun drastis menyebabkan tingkat kesadaran berkurang
seiring waktu. Otak kehilangan fungsi.
Memang tidak seperti keracunan asam jengkolat yang menyisakan
efek bengkak dan lebam di sekujur badan. Bukan juga seperti keracunan asam
bongkrek yang menyebabkan muntah hebat sampai seperti rasanya ingin memuntahkan
lambung. Tapi tetap yang namanya
keracunan menimbulkan efek nausea atau rasa mual yang berlebihan. Perasaan
entah itu perut atau justru malah hati seakan dipenuhi oleh sesuatu yang tidak
perlu. Tumbuh tidak terkendali mensabotase kesadaran.
Aku sesak. Dadaku penuh.
Tidak kurasakan tungkai yang biasanya menopang berat tubuh
menapak tanah. Aku merasa melayang seperti orang sedang “fly” akibat menegak
minuman keras yang dioplos dengan bensin. Mabuk tanggung. Keracunan rasa murah
yang ditawarkan sebuah janji untuk mengecap rasa surgawi pengentas sepi. Aku
terbuai dan kemudian tercerabut dari sumbu kesadaran sampai akhirnya aku sadar
kalau aku tengah diracuni.
Aku sesak. Aku melepas satu-satu kesadaran yang tersisa
seperti ketika waktu terus berdetak sementara mobil yang kunyalakan di ruangan
tertutup asapnya terus meracuni paru-paru. Mengurangi kapasitas total dan
kapisitas vital paru-paru ke angka yang paling minim. Membunuh satu per satu
sel yang terisisa di sekujur badan dengan racun yang terus diedarkan darah
tanpa henti dan berulang. Hingga racun itu bercokol di otak dan membuatnya
gembos seperti balon yang berlubang tak kasat mata. Mengecil perlahan sampai
akhirnya kandas tinggal canggang.
Aku keracunan. Lihat saja tubuhku yang membiru efek
haemoglobin darah disatobase fungsinya oleh sebentuk rasa yang tidak bisa
ditolak raga.
Aku mencari penawar. Berlari sekencang yang aku bisa menuju
apotek atau toko obat terdekat. Akan kugadaikan jiwaku kalau perlu untuk
mendapatkan penawar yang bisa membebaskan rasa dari keracunan yang terus
menggerogoti hati. Organ pusat dari penawar segala jenis racun yang memang
sudah dipersiapkan. Tapi kali ini seakan racunnya terlalu dahsyat sehingga hati
angkat tangan justru sebelum berperang. Mengibarkan bendera putih di pojokkan
seakan membiarkan racun itu merajalela menguasai badan. Mengontrol semua jenis
kesadaran yang entah disebabkan oleh otak di dalam kepala atau hati di dalam
dada.
Dan aku justru terbang di ujung perasaan ingin bertahan.
Menyerah pada keadaan yang lagi-lagi kejadiannya berulang, padahal aku tahu
kalau di ujung jalan pasti menorehkan sebuah kesakitan. Tapi aku sekarang lebih
tenang karena aku sudah mencandu kesakitan, menikmatinya sebagai madu yang
pasti menyehatkan walau untuk mendapatkannya perlu melawan serangan ratusan lebah
prajurit perang.
Tolooooooooong!!!!! Aku sedang keracunan. Lagi-lagi aku
keracunan seseorang berwujud tionghoa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar