Temen gue yang baru baca blog pribadi gue protes-protes. Katanya tulisan gue itu terlalu panjang-panjang, bikin males bacanya. Rame sih, tapi karena panjang, bacanya suka diloncat-loncat. Eigh….Kenapa musti protes sih? Gue menulis bukan untuk diprotes. Yang protes bayar! Lagian kalo males bacanya ya nggak usah dibaca. Nggak ada kewajiban untuk baca blog gue kok, lagian blog gue itu kan isinya nggak penting-penting amat, nggak menyangkut hajat hidup orang banyak. Isinya cuman ngata-ngatain orang, eksis-eksisan, sharing experiences, atau bualan-bualan belaka.
Tapi….apa memang terlalu panjang ya tulisan-tulisan gue. Iya sih, kalo dibandingin sama blog-blog temen gue yang lain, tulisan gue jauh lebih puanjaaaaaaaaaaaaaaang. Nggak dipungkiri itumah. Sesuai fakta. Mau gimana lagi, soalnya gue kalo udah nulis apalagi kalo lagi ngata-ngatain orang, suka lupa berdiri (iklan furniture kali ah!).
Buat gue menulis itu adalah kewajiban. Menulis bikin otak gue nggak mengkeret, menulis bikin beban di dada gue nguap, menulis bikin hidup gue berwarna. Makanya gue paling nggak suka kalo (1) nggak ada ilham sama sekali buat nulis, even for a small things like my daily life. (2) Banyak ide di kepala, tapi otak nggak mau diajak kerja sama. Ide ngendon di sana tanpa bisa dikembangkan jadi cerita. (3) Banyak ide tapi nggak ada waktu buat nulisnya. For some reasons like busy at office, sleepy, lazy atau memang lagi nggak pengen nulis aja. (4) Tulisan gue diprotes-protes. Come on people, I write for release my stress, no further. So that unacceptable!
Kadang nggak ada yang gue pikirin selain menulis. Menulis bikin gue bisa jadi siapa aja. Bikin gue penuh imajinasi untuk masuk dan menjelma menjadi seseorang yang sebetulnya nggak gue kenal sama sekali. So I totally addicted by writing. Selain mengembangkan kemampuan mengolah ide, berharap mudah-mudahan suatu saat gue bisa jadi seorang penulis besar setidaknya kayak Andrea Hirata dengan tetralogi Laskar Pelanginya itu (amien 1000X….Ayo rame-rame bilang Amien). Penulis yang nggak musti meninggalkan background pendidikannya, untuk menulis apa aja.
Menulis buat gue juga sebagai pelarian. Pelarian dari sunyi yang kadang-kadang menyelinap dan menyergap. Berlari dari kenyataan bahwa gue yang merasa dikalahkan oleh kehidupan, bahkan pelarian dari rasa sakit. Sakit ketika memang tubuh tak berdaya melawan kuman, sakit ketika sebongkah bentuk hati warna merah muda tak juga terbentuk, sakit ketika rasa rindu membenturkanmu pada tembok ketidakberdayaan. Menulis bisa melakukan itu semua. Makanya, nggak ada yang gak gue pikirin setiap saat selain menulis.
Maka dari itu, baca tulisan gue nggak usah pake protes. Ngasih komentar boleh asal yang membangun. Membangun kepercayaan diri gue untuk terus menulis bukannya untuk berhenti menulis. Karena gue rasa nggak ada sesuatu di dunia ini yang akan menghalangi gue untuk menulis selain kematian.
Dengan menulis kita bisa mengeksplore semua kemampuan sekaligus ketidakberdayaan kita. Dua sisi mata uang yang harusnya bisa dilakukan oleh suatu kegiatan bernama menulis. Gue jatuh cinta pada menulis dari mulai gue mengenal aksara dan sampai kapanpun nggak akan bakalan berhenti menulis. Sampai nafas dilepas raga satu per satu suatu hari kelak. Tapi setidaknya gue sudah menamatkan rasa cinta gue pada menulis. Thanks God.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar