Satu lagi mimpi saya bertemu kenyataan. Hadir bukan lagi
dalam bentuk bingkai imaji, tapi sebuah realiti yang segera akan dijalani. Satu
lagi harapan saya bertemu kenyataan. Bukan lagi sekedar bunga-bunga mimpi yang
senantiasa dipelihara dalam lorong ilusi. Lewat banyak perjalanan yang
sebetulnya melelahkan, akhirnya saya bertemu dengan ujung yang sedari dulu saya
cita-citakan.
Hidup saya memang sedemikian drama. Bukan hanya mengenai
kisah cinta yang dulu berputar-putar pada masalah itu melulu. Mencintai kekasih
orang, bertepuk sebelah tangan, dikhianati bahkan ditinggalkan tanpa sebuah
kata pasti. Semua pernah saya cicipi tapi saya bertekad untuk bertahan. Menyemai
sebuah keyakinan kalau Tuhan sudah menggariskan kenapa saya harus lantas
menyangsikan. Semenjak 2 tahun silam, hati saya diisi seseorang. Tidak sempurna
memang, tapi setidaknya perasaan saya dilingkupi nyaman. Tidak lagi mencari
sesuatu yang sebetulnya saya juga tidak tahu. Bersamanya saya mencipta kata,
menguntainya menjadi sebuah cerita.
Saya mempunyai mimpi yang sedari lama saya simpan di laci
yang terkunci. Bukan tidak ingin orang lain membaui, tapi saya hanya mencoba
menjaga hati. Lelah terjatuh kemudian terbangun dalam hal yang akan mencederai
kepercayaan diri. Karenanya saya simpan dalam-dalam tanpa diketahui banyak
orang. Biar saja hanya saya yang berusaha mewujudkannya tanpa perlu ramai
meskipun saya tahu handai taulan akan ikut mendoakan. Tapi seringkali
kepercayaan saya terkikis oleh perjalanan waktu yang tidak lantas mengantarkan
saya pada sebuah realisasi.
Tidak jarang saya putus asa. Ingin menyerah pada takdir yang
saya nilai sedikitpun tidak berpihak pada apa yang saya cita-citakan. Berusaha
bermain aman dengan mengikuti jalan yang sudah Tuhan berikan tanpa pelu lagi
banyak mempertanyakan. Tapi saya kemudian tersadar kalau saya menyerah sekarang
maka saya akan ketinggalan. Dilindas oleh ketidakberdayaan yang justru
mengkerdilkan. Membuat perasaan saya tidak berkembang melalui serentetan proses pendewasaan.
Sudah lebih dari 5 tahun dan apa yang saya inginkan belum
juga bertemu kenyataan. Terus berusaha percaya kalau sekarang memang belum
waktu yang seharusnya. Sudah sedemikian lama menunggu, jadi kalau disuruh
menunggu setahun atau dua tahun lagi saya tidak keberatan. Kesabaran sudah
sedemikian ekstra saya tingkatkan, bahkan saya pasrah sampai level yang paling
rebah.
Saya ingat tahun 2013, mimpi saya hampir bertemu realiti.
Hampir yang artinya nyaris. Awalnya percaya kemudian dipaksa untuk menghadapi kenyataan
kalau ternyata ini belum saatnya padahal semua sudah ada di depan mata. Kembali
saya memunguti serpihan rasa percaya yang sudah terlanjur koyak. Berusaha tegar
meskipun panas terasa di bagian mata seperti membakar kornea dan retina.
Berusaha menerima walalupun saya merasa lagi-lagi terzhalimi banyak kepentingan.
Tahun 2014, saya mencoba lagi. Berpikir kalaupun nantinya
akan terluka lagi, saya sudah sedemikian kuat. Sudah terlatih dari awalnya
berdarah sampai akhirnya kering dan hanya meninggalkan perih. Ternyata kali ini
saya lebih beruntung meskipun tidak kurang drama dari eposide-episode
sebelumnya. Saya meminta satu, tapi Tuhan memberi saya tiga. Iya tiga bukannya
dua. Pilihan yang membuat saya limbung ditikam banyak pertimbangan karena
semuanya berpacu dengan waktu dan banyak pertentangan kepentingan. Saya
menjalani satu per satu. Mencoba memilah sambil berjalan acak dari satu acuan
ke acuan berikutnya. Tanpa pola karena sebetulnya saya sendiri terpusingkan.
Pada akhirnya saya harus memutuskan. Dengan bertanya pada
Tuhan yang dijawab dengan sebuah keyakinan yang tidak terbantahkan saya
mengucap Bismillah. Saya mengambil opsi yang datangnya paling belakangan, yang
karena keterlambatannya saya sempat menyicip opsi nomer dua walaupun sebentar.
Hanya dua minggu saya menjalani pilihan yang awalnya dengan sadar diputuskan
meski akhirnya kemudian mengundurkan diri. Saya menodai kepercayaan beberapa
pihak, tapi saya harus memilih dan pilihan saya ternyata bukan di sana.
Tahun kemarin, saya mendapatkan 3 buah beasiswa untuk studi
doktor saya. Tiga. Bukan satu seperti doa-doa saya. Saya mendapatkan beasiswa
dari sebuah universitas di Malaysia untuk program sandwich dengan universitas
di Jepang. Kedua saya mendapatkan beasiswa dari departemen keuangan untuk
kuliah di ITB yang sudah saya jalani selama 2 minggu. Dan yang terakhir, yang
datangnya sedikit terlambat saya mendapatkan beasiswa dari kementrian ristek
untuk studi di luar negeri. Dan saya memilih yang ketiga. Mendapatkan beasiswa
untuk saya studi di Belanda.
Alhamdulillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar