Hai, sini duduk di
sebelahku. Sudah lama kita tidak berbincang intim macam dulu. Sudah banyak
drama di dalam kepala yang tidak menemukan cerita. Bermuara begitu saja tanpa
sempat mengecap gegap gempitanya cerca. Menguap sebelum aksara dan kata
bercumbu menghasilkan melodi yang akan menghiasi megahnya sebuah panggung
pertunjukan.
Tidak ada cerita berarti
tidak ada penonton yang biasanya riuh rendah bertepuk tangan atau paling tidak
menggerutu karena jalinan cerita yang terhidang tidak seperti yang mereka
inginkan. Kursi penonton berdebu, seperti halnya karat yang terbentuk di dalam
kepala saking jarangnya sesuatu keluar dalam bentuk diorama atau melodrama.
Bisa dilihat hiasan satu-satunya mungkin hanya serupa jaring laba-laba di
setiap sudut ruang yang terpintal tanpa pola dan aturan.
Aku kini kembali, menyapa
udara hampa yang mengisi ruang kosong setelah beberapa lama ditinggalkan. Tidak
bisa aku janjikan kalau pertunjukan akan dihidang sesering dulu ketika hati
sedemikian kerontang. Tidak bisa aku pastikan kalau aku akan datang mengirim
kabar tentang kesedihan atau menjadi selingkuhan atau cinta yang tak
terbalaskan. Masa-masa itu sudah terlewatkan, terpintal dalam berrol-rol
kenangan usang yang seharusnya dienyahkan. Sayang aku tak ingin kehilangan itu
sehingga semua dijejalkan dalam satu jambangan untuk suatu hari dikenang kala sedang
bosan.
Terus apa yang akan
diceritakan? Drama tanpa bumbu sedih percintaan seperti tidak lengkap dan tidak
mengundang decak kasihan. Katanya aku akan kehilangan simbol ketika yang aku
ceritakan bukanlah kepedihan. Tapi inilah hidup, tidak selamanya aku harus
hidup dalam lingkaran kesedihan yang terus berputar-putar tanpa menemukan jalan
keluar. Hidup selalu mengantarkan kita pada berbagai macam pemberhentian. Kemarin
aku berhenti di ceruk kesedihan sedemikian panjang hingga banyak babak yang
berhasil dipertontonkan. Sekarang aku keluar dari sana tanpa lagi ada drama
sehingga sulit sekali menggagasnya dalam bentuk prosa. Bahkan ketika kepala
dipaksa untuk mereka-reka. Tidak bisa.
Aku datang hanya ingin
berkabar. Membewarakan kalau aku baik-baik saja meskipun jarang menorek cerita
dalam lembaran lontar. Aku masih aku yang dulu, tidak ada yang berubah. Hanya
saja drama di dalam kepala tidak lagi bersahabat untuk diumbar sedemikian
terbuka. Drama-drama yang ada bisa terselesaikan tanpa harus dibahas dalam
sebuah pertunjukan tanpa jeda iklan. Drama-drama yang ada bisa dibereskan lewat
perbincangan panjang lewat perantaraan hitungan mundur pulsa yang selalu
berkurang. Disudahi karena masing-masing mengalah demi akhir yang sudah
disepakati. Tidak menodai janji.
Mungkin aku akan sering
datang. Atau bisa jadi Jarang. Tapi tolong didoakan semoga saja nanti, sebentar
lagi, aku akan berkabar dari negeri sebrang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar