tag:blogger.com,1999:blog-6518245194436239132024-03-05T14:41:53.352+07:00TAMAN AKSARA APISINDICAApisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.comBlogger550125tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-37350545336476023792017-01-25T23:33:00.003+07:002017-01-25T23:33:57.169+07:00Cemburu<div class="MsoNormal">
Ajarkan aku apa itu cemburu. Perasaan yang berkecamuk tidak
karuan seumpama taufan yang menghantam apapun yang ada di hadapan. Perasaan
ketika sebuah perasaan menang perlahan-lahan runtuh, tercerai berai menjadi
serpihan. Perasaan ketika sudah merasa berjalan jauh ke depan tetapi ternyata
tertarik kembali ke dalam pusaran oleh sesuatu yang tidak bisa dijelaskan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="NL">Harusnya aku
tidak cemburu. Tidak ada alasan untukku berlaku begitu. Siapa aku dan siapa dia
tidak lagi dibingkai dalam sebuah kesamaan semesta. Sekarang aku adalah aku dan
dia adalah dia. Berbeda. Tidak lagi berjalan di setapak yang dulu dipapah
bersamaan bahkan ketika hujan selalu datang di setiap kesempatan. Aku adalah
aku dan dia adalah dia. Tidak lagi sama, tidak lagi bisa disebut saling melengkapkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dari mana datangnya api itu? Bahkan perasaan sayang sudah
sedemikian lama padam. Jangan-jangan masih ada setitik nyala yang kemudian
berubah menjadi bara, membakar penggalan-penggalan kisah yang sudah berubah
menjadi sekam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="NL">Ajarkan aku apa
itu cemburu. Apakah perasaan seperti ini ketika seorang mantan menjalin
hubungan dengan seseorang yang lebih dari seorang teman? <o:p></o:p></span></div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-59318630497667781912016-05-31T03:19:00.002+07:002016-05-31T03:19:20.765+07:00Kemanakah harus kucari rindu?<div class="MsoNormal">
Kemanakah harus kucari rindu?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sejengkal demi sejengkal aku menyusuri pematang perasaan
yang sudah sekian lama terbentuk lewat kisah-kisah yang tertoreh. Tapi tidak
ada. Kuulangi lagi dari awal. Kali ini lebih teliti, tidak ingin ceroboh
sehingga tidak bisa menemukan sesuatu yang harusnya ada. Nihil. Tetap tidak
ada.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemanakah harus kucari rindu?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kuberlari ke setiap sudutan. Menyisir perlahan setiap celah
yang mungkin padanya terselip selembar rasa rindu. Tidak ada. Kubuka semua
jendela, berharap angin akan menerbangkan apa yang bersembunyi di dalam
para-para. Siapa tahu rindu bersembunyi di sana. Di dalam gelap pengap tanpa bisa
lagi dirasa keberadaannya. Tetap tidak ada. Sia-sia.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Apakah rindu sudah menjadi bangkai? Tapi harusnya bangkai
mengeluarkan aroma. Meninggalkan alur jejak yang bisa ditelusuri bahkan sambil
memejamkan mata. Apakah rindu sudah menguap ke udara? Tapi kenapa? Tidak inginkah
dia berpamitan kepada sang tuan jika ingin terbang dan menghilang kembali
kepada sang muasal? Kemana perginya rindu? Tanpa tapak langkah dia pergi tak
berjejak. Hilang ditelan ribuan kilo jarak yang terbentang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mungkin aku sedemikian mandirinya, bahkan rindu dirasa tidak
lagi penting untuk dipelihara. Mungkin aku terlalu sibuk, melogikakan semua
yang harus dicerna di dalam kepala sehingga puluhan drama yang dulu begitu
sangat dipuja dilewatkannya begitu saja. Entahlah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemanakah harus kucari rindu?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lewat udara musim semi yang masih seringkali dingin aku
mencari pembenaran. Memperpanjang episode ketika perasaan sudah berhenti untuk
sekedar berjuang, hanya akan memperberat kesakitan. Menambah jumlah
kepura-puraan hanya akan membuat suatu hubungan menjadi keropos tidak lagi bisa
ditambal sulam. Aku memutuskan untuk
berhenti berjuang. Dalih demi kebaikan mungkin terdengar klise dan berlebihan.
Tapi ini kenyataan. Memelihara hubungan dalam keadaan hambar hanya seolah memicu
bom waktu yang sedang bergerak mundur menjadi meloncat dua sampai tiga hitungan
lebih cepat. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku sudah mencoba bertahan. Menambah kayu bakar pada
perapian yang menjelang padam. Masih ada bara di sana, tapi ternyata tidak
cukup besar untuk membakar kayu dan menghangatkan ruang rindu yang digigilkan
musim dingin yang tidak pernah panjang. Aku mencoba lebih keras, terkadang
memanggangkan badan dengan harapan bara menyala lebih besar. Merubahnya jadi
api yang tidak hanya bisa membakar tapi berpendar menghangatkan. Kemudian aku
sadar. Aku gagal.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemanakah harus kucari rindu?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bahkan ketika tidak ada pemeran ketiga rasa itu hilang tak
berbekas. Tidak meninggalkan kenangan yang hampir 4 tahun dipapah bersamaan.
Aku mungkin yang salah, tapi aku tidak ingin jadi lebih keliru. Berupura-pura
memang bisa dilakukan, tapi sampai kapan? Bersandiwara bisa saja jadi sebuah
pilihan, tapi apa yang akan kita dapatkan? Tidak ada kecuali kesakitan yang
semakin bertambah ketika nanti akhirnya kita harus saling menjelaskan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku meminta maaf karena telah gagal. Gagal membawa hubungan
yang sudah sedemikian jauh tetap berada di zona nyaman. AKu bahkan gagal
menemukan kemana rindu yang dulu selalu terbakar bahkan ketika tidak ada api
sekalipun. Aku gagal. Tapi aku tidak ingin jadi pecundang yang menunggang
kebohongan. Lebih baik aku berkata jujur sekarang daripada ketahuan
bersandiwara belakangan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hari ini, aku, kamu, memutuskan. Tidak ada lagi cerita di
antara kita. Kita menyudahi peran kita masing-masing dalam sebuah lakon yang
dulunya diberi judul masa depan. Masa depan yang semakin kabur setiap digerus
putaran waktu. Kita menyudahkan. Menamatkan rasa yang sudah tidak lagi
berwarna.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemanakah harus kucari rindu?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sepertinya tidak perlu lagi mencari karena kita sudah ikhlas
melarungnya ke lautan. Membiarkannya menyatu dengan buih-buih kenangan yang
bisa diingat di masa yang akan datang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Terima kasih sudah pernah menjadi bagian terpenting dalam
hidup seorang Apisindica. Semoga sekarang kita bisa sekedar berteman. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: right;">
Wageningen, 30 Mei 2016. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-78789664964854863622016-01-04T04:44:00.003+07:002016-01-04T04:44:20.167+07:00Harapan Awal Tahun<div class="MsoNormal">
Alhamdulillah tahun 2015 sudah berlalu. Tahun penuh suka
cita bagi seorang Apisindica. Bagaimana tidak, tahun 2015 adalah tahun dimana
saya akhirnya dapat merealisasi mimpi masa lalu saya. Mimpi yang selalu
didengungkan di setiap kesempatan, bahkan sejak Apis kecil ditanya kalau besar
ingin menjadi apa. Apis polos selalu menjawab bahwa dia ingin sekolah ke Eropa. Mimpi muluk-muluk
mungkin bagi seorang anak kecil yang hanya mengenal Eropa perantaraan peta
dunia.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Iya, tahun 2015 akhirnya saya memulai babak baru dalam hidup
saya. Berada jauh dari rumah, dari keluarga, dari pasangan jiwa, untuk sesuatu
yang disebut dengan cita-cita. Bulan Mei tepatnya, tanggal 1 seorang Apisindica
kembali menginjakkan kaki di Belanda. Usia tidak lagi muda seperti dahulu kala,
tapi semangat tetap membara. Tidak lagi banyak harapan yang dilukis di dalam
kepala seperti ketika pertama kali menginjakan kaki di sini lagi, tidak seperti
beberapa tahun ke belakang ketika banyak harapan yang terkembang dalam angan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya tidak lagi muda, tidak lagi muluk-muluk seperti saat
darah muda yang keras terpompa saat untuk pertama kalinya menginjakan kaki di
Belanda 12 tahun silam. Kali ini saya hanya ingin sekolah, tidak lagi
mengembarakan hati. Apalagi ada seseorang yang sudah menanti di ujung janji. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ternyata sekolah kali ini tidak seperti yang saya bayangkan.
Tidak pernah ada yang bilang kalau ini akan mudah, tapi saya juga tidak pernah
membayangkan kalau akan sesukar ini. Entah karena putaran usia yang sudah saya
jalani sehingga otak sudah sedemikian bebal dan berkarat, atau memang saya
tidak sepandai apa yang saya bayangkan. Terseok-seok saya mengikuti sistem
pendidikan ala Belanda yang kenapa sekarang menjadi sangat susah. Dulu rasanya
mudah-mudah saja. Kuliah yang benar maka hasilnya akan seperti yang diharapkan.
Tapi sekarang tidak lagi, kuliah yang benar saja tidak cukup. Perlu kerja keras
ekstra. Perlu banyak panjatan doa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Semua berproses, karena tidak pernah ada yang bilang kalau
ini akan mudah maka kemudian saya menjalani sebisa-bisa saja. Tetap bekerja
keras tentu saja karena saya dibayang-bayangi ketakutan akan dipulangkan
sebelum saya menjejak akhiran. Ketakutan kalau orang-orang yang sudah
memberikan saya banyak kepercayaan akhirnya kecewa dengan hasil yang saya
berikan. Karenanya lagi-lagi saya memperbanyak rapalan doa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tahun 2015 tahun yang luar bisaa. Tahun yang akhirnya
membuat saya menjejak nostalgia lewat sederetan mata kuliah yang harus dilalui.
Nostalgia bagaimana jantung berdetak sedemikian kencang ketika membuka soal ujian
dan harus mengerjakannya hinga lulus. Saya menikmati meskipun dalam kondisi
kepayahan karena berbagai hal. Saya senang. Saya terpuaskan. Saya seperti muda
kembali.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tahun 2015 sudah usai. Baru babak awal dari perjalanan 4
tahun ke depan yang masih harus diselesaikan. Saya bersyukur kepada Tuhan atas
karunianya selalu mengabulkan apa yang saya inginkan. Bersyukur karena saya
mengerti bahwa tidak semua doa akan direalisasi secara instant. Saya hanya
perlu bersabar, karena dengan bersabar ternyata saya memperbanyak frekuensi
mengunjungi Sang Maha. Dengan bersabar, saya menjelma menjadi orang yang
berusaha menjadi hamba yang paling bertaqwa. Doakan saya semoga saya lantas
tidak berubah hanya karena cita-cita kini sudah menjelma nyata.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tahun 2016. Harapan saya hanya agar saya bisa melalui
berbagai macam rintangan yang pasti menghadang dalam proses saya mencari ilmu.
Bukan hanya ilmu pengetahuan, tapi juga ilmu kehidupan. Tidak apa banyak
rintangan, yang penting saya bisa melalui dengan bijaksana. Memaknai dengan
kepasrahan hati bahwa tidak ada yang langsung jadi. Lagi-lagi saya mohon
didoakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
#Apis-Menuju-PhD<o:p></o:p></div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-6008642641788046102015-06-18T01:58:00.002+07:002015-06-18T01:58:49.841+07:00Marhaban Ya RamadhanAssalamualaikum,<br />
<br />
Sadar memiliki mulut yang seringkali darinya keluar serapah. Memiliki hati yang seringkali mencaci karena emosi. Memiliki kebiasaan melontarkan becandaan yang seringkali kelewatan. Karenanya dengan segala kerendahan hati saya mohon dimaafkan atas segala kesalahan yang telah dilakukan dalam rangkan menyambut Ramadhan.<br />
<br />
Marhaban Ya Ramadhan. Semoga Ramadhan kali ini bisa menjadi sarana untuk kita membersihkan diri dan meraih surga yang hakiki. Aamiin.<br />
<br />
Doakan saya yang akan menjalani hari-hari berpuasa selama kurang lebih 19 jam di negara ynag jauh dari Khatulistiwa. Semoga dengan lebih panjangnya waktu yang tersedia, membuat saya memiliki lebih banyak kesempatan untuk mendulang pahala. Aamiin.<br />
<br />
<br />
--Apisindica--Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-5694086947266220512015-01-19T15:30:00.001+07:002015-01-19T15:30:52.808+07:00Tiga, Bukan Dua Atau Satu<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhokhIvlZnG2tvGR0phtwyCf0LVAuu0f6zL576xqQWr3xC6fq1V4Dc0f8KendVPBcZPh1mXUbBblr7nZ9HMcfU-PfWR38x7SIF2ulF7EpjuieqN1FvIIveT0YFDshRz_BeGuAtCJB5dWro/s1600/462966375.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhokhIvlZnG2tvGR0phtwyCf0LVAuu0f6zL576xqQWr3xC6fq1V4Dc0f8KendVPBcZPh1mXUbBblr7nZ9HMcfU-PfWR38x7SIF2ulF7EpjuieqN1FvIIveT0YFDshRz_BeGuAtCJB5dWro/s1600/462966375.jpg" height="150" width="200" /></a>Satu lagi mimpi saya bertemu kenyataan. Hadir bukan lagi
dalam bentuk bingkai imaji, tapi sebuah realiti yang segera akan dijalani. Satu
lagi harapan saya bertemu kenyataan. Bukan lagi sekedar bunga-bunga mimpi yang
senantiasa dipelihara dalam lorong ilusi. Lewat banyak perjalanan yang
sebetulnya melelahkan, akhirnya saya bertemu dengan ujung yang sedari dulu saya
cita-citakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hidup saya memang sedemikian drama. Bukan hanya mengenai
kisah cinta yang dulu berputar-putar pada masalah itu melulu. Mencintai kekasih
orang, bertepuk sebelah tangan, dikhianati bahkan ditinggalkan tanpa sebuah
kata pasti. Semua pernah saya cicipi tapi saya bertekad untuk bertahan. Menyemai
sebuah keyakinan kalau Tuhan sudah menggariskan kenapa saya harus lantas
menyangsikan. Semenjak 2 tahun silam, hati saya diisi seseorang. Tidak sempurna
memang, tapi setidaknya perasaan saya dilingkupi nyaman. Tidak lagi mencari
sesuatu yang sebetulnya saya juga tidak tahu. Bersamanya saya mencipta kata,
menguntainya menjadi sebuah cerita.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya mempunyai mimpi yang sedari lama saya simpan di laci
yang terkunci. Bukan tidak ingin orang lain membaui, tapi saya hanya mencoba
menjaga hati. Lelah terjatuh kemudian terbangun dalam hal yang akan mencederai
kepercayaan diri. Karenanya saya simpan dalam-dalam tanpa diketahui banyak
orang. Biar saja hanya saya yang berusaha mewujudkannya tanpa perlu ramai
meskipun saya tahu handai taulan akan ikut mendoakan. Tapi seringkali
kepercayaan saya terkikis oleh perjalanan waktu yang tidak lantas mengantarkan
saya pada sebuah realisasi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak jarang saya putus asa. Ingin menyerah pada takdir yang
saya nilai sedikitpun tidak berpihak pada apa yang saya cita-citakan. Berusaha
bermain aman dengan mengikuti jalan yang sudah Tuhan berikan tanpa pelu lagi
banyak mempertanyakan. Tapi saya kemudian tersadar kalau saya menyerah sekarang
maka saya akan ketinggalan. Dilindas oleh ketidakberdayaan yang justru
mengkerdilkan. Membuat perasaan saya tidak berkembang melalui serentetan proses pendewasaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sudah lebih dari 5 tahun dan apa yang saya inginkan belum
juga bertemu kenyataan. Terus berusaha percaya kalau sekarang memang belum
waktu yang seharusnya. Sudah sedemikian lama menunggu, jadi kalau disuruh
menunggu setahun atau dua tahun lagi saya tidak keberatan. Kesabaran sudah
sedemikian ekstra saya tingkatkan, bahkan saya pasrah sampai level yang paling
rebah. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya ingat tahun 2013, mimpi saya hampir bertemu realiti.
Hampir yang artinya nyaris. Awalnya percaya kemudian dipaksa untuk menghadapi kenyataan
kalau ternyata ini belum saatnya padahal semua sudah ada di depan mata. Kembali
saya memunguti serpihan rasa percaya yang sudah terlanjur koyak. Berusaha tegar
meskipun panas terasa di bagian mata seperti membakar kornea dan retina.
Berusaha menerima walalupun saya merasa lagi-lagi terzhalimi banyak kepentingan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tahun 2014, saya mencoba lagi. Berpikir kalaupun nantinya
akan terluka lagi, saya sudah sedemikian kuat. Sudah terlatih dari awalnya
berdarah sampai akhirnya kering dan hanya meninggalkan perih. Ternyata kali ini
saya lebih beruntung meskipun tidak kurang drama dari eposide-episode
sebelumnya. Saya meminta satu, tapi Tuhan memberi saya tiga. Iya tiga bukannya
dua. Pilihan yang membuat saya limbung ditikam banyak pertimbangan karena
semuanya berpacu dengan waktu dan banyak pertentangan kepentingan. Saya
menjalani satu per satu. Mencoba memilah sambil berjalan acak dari satu acuan
ke acuan berikutnya. Tanpa pola karena sebetulnya saya sendiri terpusingkan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pada akhirnya saya harus memutuskan. Dengan bertanya pada
Tuhan yang dijawab dengan sebuah keyakinan yang tidak terbantahkan saya
mengucap Bismillah. Saya mengambil opsi yang datangnya paling belakangan, yang
karena keterlambatannya saya sempat menyicip opsi nomer dua walaupun sebentar.
Hanya dua minggu saya menjalani pilihan yang awalnya dengan sadar diputuskan
meski akhirnya kemudian mengundurkan diri. Saya menodai kepercayaan beberapa
pihak, tapi saya harus memilih dan pilihan saya ternyata bukan di sana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tahun kemarin, saya mendapatkan 3 buah beasiswa untuk studi
doktor saya. Tiga. Bukan satu seperti doa-doa saya. Saya mendapatkan beasiswa
dari sebuah universitas di Malaysia untuk program sandwich dengan universitas
di Jepang. Kedua saya mendapatkan beasiswa dari departemen keuangan untuk
kuliah di ITB yang sudah saya jalani selama 2 minggu. Dan yang terakhir, yang
datangnya sedikit terlambat saya mendapatkan beasiswa dari kementrian ristek
untuk studi di luar negeri. Dan saya memilih yang ketiga. Mendapatkan beasiswa
untuk saya studi di Belanda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Alhamdulillah.</div>
<o:p></o:p>Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-39246084142239796302014-12-02T10:51:00.000+07:002014-12-02T10:51:12.136+07:00Hello<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5QaBRRQFpOSUP6CB5F3-MklYK4fzApQURrlrDJ4HJolspfvPvB-Qd8EkhAcSy5RbxKjGhWu13sFK8xowyVO5WMePidT8MiQzRlM_IA4k4XHUUJd2GBbYGJVDZq6szaaUBj3pVBnU1DMc/s1600/hello.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5QaBRRQFpOSUP6CB5F3-MklYK4fzApQURrlrDJ4HJolspfvPvB-Qd8EkhAcSy5RbxKjGhWu13sFK8xowyVO5WMePidT8MiQzRlM_IA4k4XHUUJd2GBbYGJVDZq6szaaUBj3pVBnU1DMc/s1600/hello.jpg" /></a>Hai, sini duduk di
sebelahku. Sudah lama kita tidak berbincang intim macam dulu. Sudah banyak
drama di dalam kepala yang tidak menemukan cerita. Bermuara begitu saja tanpa
sempat mengecap gegap gempitanya cerca. Menguap sebelum aksara dan kata
bercumbu menghasilkan melodi yang akan menghiasi megahnya sebuah panggung
pertunjukan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak ada cerita berarti
tidak ada penonton yang biasanya riuh rendah bertepuk tangan atau paling tidak
menggerutu karena jalinan cerita yang terhidang tidak seperti yang mereka
inginkan. Kursi penonton berdebu, seperti halnya karat yang terbentuk di dalam
kepala saking jarangnya sesuatu keluar dalam bentuk diorama atau melodrama.
Bisa dilihat hiasan satu-satunya mungkin hanya serupa jaring laba-laba di
setiap sudut ruang yang terpintal tanpa pola dan aturan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku kini kembali, menyapa
udara hampa yang mengisi ruang kosong setelah beberapa lama ditinggalkan. Tidak
bisa aku janjikan kalau pertunjukan akan dihidang sesering dulu ketika hati
sedemikian kerontang. Tidak bisa aku pastikan kalau aku akan datang mengirim
kabar tentang kesedihan atau menjadi selingkuhan atau cinta yang tak
terbalaskan. Masa-masa itu sudah terlewatkan, terpintal dalam berrol-rol
kenangan usang yang seharusnya dienyahkan. Sayang aku tak ingin kehilangan itu
sehingga semua dijejalkan dalam satu jambangan untuk suatu hari dikenang kala sedang
bosan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Terus apa yang akan
diceritakan? Drama tanpa bumbu sedih percintaan seperti tidak lengkap dan tidak
mengundang decak kasihan. Katanya aku akan kehilangan simbol ketika yang aku
ceritakan bukanlah kepedihan. Tapi inilah hidup, tidak selamanya aku harus
hidup dalam lingkaran kesedihan yang terus berputar-putar tanpa menemukan jalan
keluar. Hidup selalu mengantarkan kita pada berbagai macam pemberhentian. Kemarin
aku berhenti di ceruk kesedihan sedemikian panjang hingga banyak babak yang
berhasil dipertontonkan. Sekarang aku keluar dari sana tanpa lagi ada drama
sehingga sulit sekali menggagasnya dalam bentuk prosa. Bahkan ketika kepala
dipaksa untuk mereka-reka. Tidak bisa. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku datang hanya ingin
berkabar. Membewarakan kalau aku baik-baik saja meskipun jarang menorek cerita
dalam lembaran lontar. Aku masih aku yang dulu, tidak ada yang berubah. Hanya
saja drama di dalam kepala tidak lagi bersahabat untuk diumbar sedemikian
terbuka. Drama-drama yang ada bisa terselesaikan tanpa harus dibahas dalam
sebuah pertunjukan tanpa jeda iklan. Drama-drama yang ada bisa dibereskan lewat
perbincangan panjang lewat perantaraan hitungan mundur pulsa yang selalu
berkurang. Disudahi karena masing-masing mengalah demi akhir yang sudah
disepakati. Tidak menodai janji.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Mungkin aku akan sering
datang. Atau bisa jadi Jarang. Tapi tolong didoakan semoga saja nanti, sebentar
lagi, aku akan berkabar dari negeri sebrang.</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-50424991341837326352014-09-29T22:19:00.001+07:002014-09-29T22:19:41.365+07:00Selamat Tinggal<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivZ9CqFHp3PSpfaH8Uehh3NDD3_HAyMQ6X7mj2JPlw6fjnYUMojcsmOYzPwBZmLPlPlAAQKVJC2l5VkfitIXCpJRJHZE5aVypyfZ-V7X2quYxM9S5uE3tIX0paE_OaM31pNEnikJokw4E/s1600/159627495.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivZ9CqFHp3PSpfaH8Uehh3NDD3_HAyMQ6X7mj2JPlw6fjnYUMojcsmOYzPwBZmLPlPlAAQKVJC2l5VkfitIXCpJRJHZE5aVypyfZ-V7X2quYxM9S5uE3tIX0paE_OaM31pNEnikJokw4E/s1600/159627495.jpg" /></a>Aku benci berkemas.
Aktivitas yang di ujung lorongnya akan mempertemukanku dengan sebuah
perpisahan. Dan tidak ada perpisahan yang tidak menyakitkan, walaupun
perpisahan itu digagas untuk sesuatu yang lebih baik lagi. Katanya. Opsi yang seandainya bisa dilongkapi,
dihindari dengan cara berlari melalui jalan memutar meskipun penuh belukar.
Dihindari dengan berusaha menipu diri kalau semuanya akan baik-baik saja.
Entahlah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tidak pandai
mengucapkan selamat tinggal. Lidah biasanya seperti disimpul mati. Kelu. Bahkan
ketika suara belum keluar sama sekali. Aku tidak mahir menata kata ketika
lambaian tangan adalah sebuah penutup dari serangkaian perjumpaan. Rasanya
seperti tercekik. Sesak tanpa bisa berbuat apa-apa kecuali air mata yang
mengambang. Air mata yang justru ditahan agar tidak mengalir deras seperti
aliran sungai di puncak musim penghujan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dari sekian banyak
perpisahan yang pernah menghadang, aku tidak lantas menjadi pandai. Dari sebegitu
banyak aktivitas berkemas yang telah dilakukan, aku tetap saja bermuara pada
kubangan yang serupa. Dari pengalaman berkali-kali dipaksa melambaikan tangan
padahal telinga menangkap suara hati yang sobek, aku tetap saja tidak berubah
bebal atau bahkan kapalan. Semua terus menerus berulang tanpa aku bisa
menemukan jalan keluar sebagai bentuk pengalihan. Semua berdengung seperti
sekelompok lebah yang terbang rendah mendekati gendang pendengaran. Menganggu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku menyebutnya rumah
pendewasaan. Rumah yang sekarang aku tinggali. Rumah yang banyak menyimpan
cerita tentang menjadi dewasa. Rumah yang di dindingnya tertulis
pelajaran-pelajaran tentang memaklumi, tentang berusaha mengerti. Rumah yang
membuatku tahu bahwa tinggal dengan orang yang sifatnya sungguh bertolak
belakang itu sangat menguras emosi. Seperti menaiki jet coaster. Harus siap
kapan saja menghadapi jalanan yang tiba-tiba membolakbalikan perasaan. Harus
sedia memasang kuda-kuda karena aku tidak pernah tahu kapan jalan akan
mengantarkan aku pada terjal jurang yang terpaksa harus dilewati. Tidak ada
lagi pilihan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku menyebutnya rumah
kami. Rumah yang diisi tidak hanya satu hati, tapi dua. Rumah yang semula ramai
kemudian senyap karena salah satu hati memutuskan untuk beranjak pergi mengejar
angan. Rumah yang ikut menjadi saksi bawa hubungan berbonus jarak tidak pernah
mudah dijalani. Bisa dilihat di salah satu bagian dinding kamar mandi banyak
coretan-coretan serupa pagar hasil menghitung rindu. Rindu yang sering kali
tidak bisa ditahan sampai membuat kepala seperti dibebani bola api raksasa. Berat
sekaligus menyiksa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Rumah yang aku tinggali
memang sunyi. Asosial. Tapi disanalah aku belajar menjadi pasangan yang tidak
egois. Pasangan yang tidak menghalangi pasangannya untuk bergerak maju memintal
impiannya. Kebahagiaan harus diperjuangkan, tetapi ketika dalam pelaksanaannya
aku tidak bisa ikut serta maka hal yang bisa dilakukan adalah mendukungnya.
Membiarkannya pergi meraih impian karena jarak sebetulnya bisa dikalahkan.
Secara teori. Kenyataannya aku kadang tidak sekuat itu. Bersimpuh aku meratapi
rindu yang tidak bisa dientaskan lewat perjumpaan yang bisa digagas kapan saja.
Rumah ini saksinya. Bagaimana aku berjuang menjadi tidak egois. Belajar
mengatur strategi agar kerinduan tidak memberangus semuanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan kali ini aku harus
mengucapkan selamat tinggal. Bukan pada sebelah jiwaku, tapi pada rumah ini.
Rumah yang sudah dua tahun menemaniku menjalani hari. Rumah yang semula ramai
dan kini sunyi. Rumah yang menjadi saksi banyak pertengkaran ketika dua
pemikiran tidak menemukan jalan untuk dipersatukan. Rumah tempat aku, dia, kami,
bertransformasi dari sifat ingin menang sendiri menjadi saling memahami dan
mengalah bahkan ketika tidak diminta. Rumah seribu cerita. Rumah tempat kami
pulang ketika lelah mengganduli langkah. Rumah tempat kami bercinta tidak hanya
fisik tapi juga pemikiran. Rumah tempat pentas banyak drama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan kali ini aku dipaksa
pergi dari rumah oleh keadaan. Lagi-lagi dengan alasan untuk masa depan yang
lebih cemerlang. Aku mulai berkemas dan menyusun rangkaian kata untuk
mengucapkan selamat jalan. Tidak pernah gampang karena rumah ini terlalu banyak
menyimpan cerita. Tidak akan mudah karena sudah banyak kejadian yang tertoreh
di semua kisi-kisi jendelnya. Tapi semua harus dijalani. Dilewati. Dan semoga
saja akan kembali menjadi sebuah pembelajaran yang mendewasakan. Mudah-mudahan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Selamat tinggal hunian
nyaman tempat aku bersarang menyulam beludru. Selamat tinggal rumah banyak
kejadian. Kita akan bertemu lagi 4 tahun dari sekarang.<o:p></o:p></div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-48912710687234883762014-08-05T15:39:00.002+07:002014-08-05T15:44:02.371+07:00Email Tengah MalamSemalam, ketika waktu sudah condong ke arah pagi. Notifikasi email di handphone saya berbunyi. Entah kenapa saya seperti tergerak untuk bangun dan membaca. Biasanya saya selalu menunda hingga pagi. Tidak ada sesuatu yang penting yang biasanya berkabar melalui email, pikir saya. Tapi malam tadi beda. Saya seperti tidak ingin menunda. Saya membaca isinya dengan sedikit terbata kemudian ditutup dengan rasa bahagia. Patjar saya mengirimi saya email. Begini isinya :<br />
<br />
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; line-height: 115%;">Saya belajar dengan cara yang pahit
dan keras bahwa tidak ada cinta yang sempurna.. Tetapi cinta yang melengkapi
dan membuat kita menjadi lengkap..</span><span style="line-height: 115%;"><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Tidak
lagi bertanya atau mempertanyakan cinta yang sempurna,tidak lagi mengejar cinta
harus menjadi sempurna...tetapi saat ini belajar menjadi lengkap...</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Menjadi
lengkap berarti belajar memahami bahwa kekurangan dan keterbatasan itu diterima
dan dijadikan teman dalam menapaki hidup..bukan musuh apalagi momok yang harus
ditakuti..</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Belajar
bahwa ketidakpuasan dan kekecewaan itu adalah sahabat yang mengingatkan bahwa
kita masih manusia yang bisa merasa duka dan sedih.. Bukan musuh..</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Terima kasih kamu.. Tidak terasa ya satu setengah tahun kita belajar saling
melengkapi..belajar saling tidak puas, belajar saling menerima
kekecawaan,keterbatasan,sedih,amarah dan masih banyak lagi,,,</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Seperti
yang sudah pernah kuberitahu..aku belajar kata "dicintai"
"dimiliki" bukan sekedar menyayangi dan memiliki..belajar berubah
dari "harus" "bisa" "musti" menjadi sebuah
kepasrahan yang menyenangkan bukan kepasrahan yang meninggalkan duka..</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Kamu
dengan cara mu mengajarkan aku banyak hal..mengajarkan menjadi diri sendiri dan
apa adanya itu bukanlah sesuatu yang mengerikan..</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Terima
kasih patjar... Untuk pembelajaran menjadi lengkap..</span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Aku
berusaha belajar menjadi lengkap..Berjalanlah bersamaku sampai kita berdua bisa
berkata kita sudah lengkap.. XoXo</span></span></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: 'Courier New'; line-height: 115%;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><br /></span></span></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: 'Courier New'; line-height: 115%;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><br /></span></span></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah membacanya saya tertidur lagi dengan sangat pulas. Dengan hati yang dilimpahi sejuta rasa syukur karena cinta yang sudah dia berikan, dan cinta yang sudah Tuhan siapkan perantaraan dirinya. Orang yang saya sayang. </div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-69387922685332953022014-07-18T21:53:00.001+07:002014-07-18T21:53:11.824+07:00Mencederai Janji<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCP97FZJ6VcxoJ3c433X8dQ8SowLvI0fQBq1EugQJCr1-j6i-TnJgE-qaUt-hYG3dvwiQhtJmNNJPqeK3yMzJfoO4fAA5ouw5XS84HSnT_TLxBFilc2Jvn3RUh5YQ3hPrMdzeIO9mYIeA/s1600/82581375.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCP97FZJ6VcxoJ3c433X8dQ8SowLvI0fQBq1EugQJCr1-j6i-TnJgE-qaUt-hYG3dvwiQhtJmNNJPqeK3yMzJfoO4fAA5ouw5XS84HSnT_TLxBFilc2Jvn3RUh5YQ3hPrMdzeIO9mYIeA/s1600/82581375.jpg" /></a>Aku mungkin sedang mencederai janji.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika belum ada yang pasti, aku pernah berujar kalau aku
akan menerima yang pertama kali datang membawa kepastian. Mungkin semacam janji
yang diucapkan ditengah sebuah keputusasaan. Sudah lama mencari, menunggu dan
menjajal banyak kesempatan yang kesemuanya berbuah penolakan. Aku layaknya hidup
dan bertahan dari satu penolakan ke penolakan lainnya. Penolakan yang membuat
jiwa ini kuat sekaligus rapuh diujungnya. Dibayangi keputusasaan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Putus asa tapi tidak menyerah. Itu yang aku lakukan. Dengan
sisa-sisa tenaga dan keyakinan yang masih menempel di badan aku terus mencoba
banyak peruntungan. Seperti melempar dadu ke arena perjudian. Seperti
memelihara sebuah kartu yang diyakini akan membawa pada gerbang kemenangan pada
sebuah judi taruhan. Aku terus mencoba, berusaha terus hidup dengan memelihara
bara yang lambat laun seperti hilang titik apinya meninggalkan arang. Aku
pernah berdoa agar datang angin yang bisa meniup bara yang mungkin masih
tersisa di sela-sela tumpukan arang sehingga tumbuh lagi api dari sebuah
keniscayaan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku ingat awal tahun kemarin. Dengan lunglai kembali aku
menggadaikan kepercayaanku pada sebuah janji. Tidak berharap banyak karena aku
takut kecewa padahal kecewa sudah jadi makanan sehari-hari. Kecewa seolah sudah
menjadi bayangan yang mengikuti kemana penggelembung janji berarak ditiup
angin. Jadi pikirku kalau kecewa bertambah sekali lagi anggap saja hiburan.
Pengisi jambangan kekecewaan yang sudah sejak lama menjadi sebuah tempat
penyimpanan rahasia.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Penantian berbuah keputusan. Kali ini takdir sedang berpihak
padaku yang justru tidak berharap sesuatu yang lebih. Kabar gembira justru
hadir ketika aku berpasrah sepasrah-pasrahnya. Kabar yang memompa kepercayaan
diriku yang sempat kaku digigilkan banyak kegagalan. Waktu itu aku berpikir ini
jawaban atas doa yang selama ini dihembus ke udara. Pengejawantahan harap yang
pernah aku ucapkan di depan multazam. Tempat paling mulia di dunia untuk
berdoa.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setidaknya aku merasa tenang dalam menentukan langkah ke
depan. Tidak lagi gamang karena aku sudah menemukan pegangan. Kontrak memang
belum dibubuhkan tanda tangan tapi secercah harapan sudah terbayang di ujung
pandangan. Hidup kembali di hela sambil menunggu waktu untuk merealisasi
jawaban atas semua doa yang pernah keluar dalam bentuk kata. Hidup kembali
bersemangat karena ada suntikan ketenangan yang berwujud sebuah kepastian. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Namun kemudian datang sebuah tawaran. Jawaban dari hal
serupa yang aku pertanyakan satu tahun silam. Lebih dulu digagas sebelum yang
yang belakangan menemukan jawaban duluan. Aku berproses, mengikuti tahapan demi
tahapan karena aku merasa yang sudah bertemu jawaban masih belum dibakukan
dalam sebuah perjanjian. Terdengar serakah seperti kebanyakan sifat manusia. Aku
berdalih hanya menjajal banyak kesempatan, siapa tahu Tuhan memang
mempersiapkan sesuatu yang mungkin lebih baik dari yang datang duluan. Atau ini
hanya sekedar cobaan? Fatamorgana yang muncul ketika perasaan dilanda kehausan
karena diganjar sekian banyak kekecewaan. Entahlah. Yang pasti aku masih
berjuang, setidaknya mencoba sampai batas akhir yang mampu aku berikan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lambat laun yang datang belakangan menampakan kepastian.
Belum seratus persen memang, karena masih ada beberapa tahapan yang harus
dilewatkan. Kans aku besar, hasil menghitung probabilitas dari berbagai aspek
keadaan. Dan aku gamang, sulit memutuskan yang mana yang akan menjauhkan dari
kemudaratan. Yang awal datang menggoda karena menjanjikan keadaan yang
mendekatkan dengan orang-orang tersayang. Yang datang belakangan menggoda untuk
dijajal karena menjanjikan aku untuk lebih berkembang. Bermetamorfosa dari
sebuah cita-cita menjadi kenyataan. Sebuah pelunasan terhadap janji pada diri
yang selalu digaung semenjak aku belum matang secara pemikiran.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku bingung Tuhan, terus terang. Tidak ingin salah mengambil
langkah yang justru akan mengaburkan sesuatu yang sebetulnya sudah bisa
digenggam. Aku bimbang, banyak pertimbangan yang justru membuat jalinan di
dalam kepala menjadi seperti bola kusut yang tidak bisa dirunut mana ujung dan
mana pangkal. Semua berlarian, menyajikan gambar yang saling bertindihan. Tidak
jelas. Semua berteriak, menimbulkan gaduh pada terowongan terowongan hampa
sehingga gema mengetuk-ngetuk dinding dalam kepala. Membuatnya seperti akan
pecah.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Apabila aku menghkianati keputusan yang pertama apakah
artinya aku mencederai janji yang pernah aku buat sendiri? Apakah ketika aku
melepaskan genggaman yang datang belakangan artinya aku akan terus berhutang
pada diri yang sudah diiming-imingi manisnya janji yang ternyata tidak
terealisasi? Entahlah Tuhan, aku sungguh bingung. Bisakah Engkau turut campur
memilihkan? Paling tidak menunjukan mana yang lebih baik tidak hanya untuk aku
tapi untuk banyak orang. Menyelusuplah ke dalam hatiku Tuhan, menjelmalah
menjadi sebuah keyakinan yang tidak bisa lagi tergoyahkan. Tolong aku.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Setelah beberapa tahun kebelakang aku berjuang mendapatkan
beasiswa untuk pendidikan doktorku dan seringkali gagal. Tahun ini aku
mendapatkannya. Dua tidak hanya satu. Yang pertama datang untuk di dalam
negeri, dan yang hadir belakangan untuk menjajal hidup di negeri orang. Yang
pertama datang sudah pasti tinggal membubuhkan tanda tangan di kertas
perjanjian, sementara yang muncul setelahnya membuatku masih menjejak sebelah
kaki. Tinggal selangkah lagi juga akan berbuah pasti. Aku benci memilih, tapi
sepertinya aku tidak punya pilihan untuk tidak memilih. Tolong aku didoakan
sehingga aku bisa memilih jalan yang benar dan tidak menyesatkan.</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-57533073060862230332014-07-07T21:54:00.003+07:002014-07-07T21:54:53.677+07:00Teruntuk Jarak<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZHk3BGz8-x54avqIhyphenhyphenq6D0o6Qg8yRjrwy0tN9ZxfWajqKvyoQL4iQU2JNE9JG7MTNUnvbO5mP-wMW8vj1up7obCjQ-aF1ow7x8ug8iUAPWD6cR_N7GzLQ3ywR-sAXN5p1Z54fnvjIRnE/s1600/181549712.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZHk3BGz8-x54avqIhyphenhyphenq6D0o6Qg8yRjrwy0tN9ZxfWajqKvyoQL4iQU2JNE9JG7MTNUnvbO5mP-wMW8vj1up7obCjQ-aF1ow7x8ug8iUAPWD6cR_N7GzLQ3ywR-sAXN5p1Z54fnvjIRnE/s1600/181549712.jpg" /></a>Aku berbisik pada angin, mengirim isyarat pada bulan sabit
yang menggantung di cakrawala hitam yang tergambar sempurna tadi malam. Tidak
banyak yang ingin aku sampaikan kecuali kerinduan yang seringkali memberangus
pijakan bahwa semua ini sudah disepakati. Tidak banyak yang ingin aku utarakan,
hanya ingin membewarakan bisikan hati kalau banyak masa yang sudah dilewatkan
dengan membuat goresan-goresan pagar di tanah halaman belakang hingga berbuah
sebuah perjumpaan yang terasa jarang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Memang tidak selalu perasaan ini diberondong rasa ingin
saling berpandangan. Tidak selalu tangan ini merasa perlu untuk saling
menggenggam, tapi selalu ada masa-masa dimana hati berasa sedang di kuadran
paling bawah dari sebuah lingkaran. Nyaris menyentuh dasar. Seperti menaiki
bianglala tetapi pada posisi terbawah ketika kita baru saja menaikinya
sementara ketika kita menengadah terpampang pemandangan yang indah dengan
banyak lampu-lampu berkelipan menyodorkan setangkup iri yang tidak bisa
dijelaskan. Kata lenyap terbakar udara tepat ketika kita membuka suara. Bisu
digigilkan dingin.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gemetar aku melangkahkan kaki di setapak kecil yang nampak
mengkerdilkan. Beringsut dari satu koordinat ke koordinat lain berharap hati
segera terbebaskan. Bukan berharap bertemu dengan ujung yang akan mempertemukan
karena jadwal sudah disusun dengan matang. Kapan bisa bersentuhan dan kapan
kembali terenggangkan sudah dituliskan rapih di lembaran-lembaran lontar. Hati
hanya berharap beranjak dari kubangan kesepian. Lepas dari jeruji kesendirian
sehingga bisa berlarian lagi di taman. Bermain ayunan atau prosotan seperti
hidup yang tanpa beban. Hidup yang tidak diganduli perasaan kosong hanya karena
sendirian.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sering aku terbebas dari belenggu itu tapi seperti halnya
siklus, aku akan menjejak di titik yang sama pada lain kesempatan. Kembali kaki
terperosok pada kubang kesedihan sehingga sulit beranjak padahal sekuat tenaga
sudah dikerahkan maksimal. Bodohnya ingatan jangka panjang menolak untuk
dipanggil ulang. Entahlah dia berkomplot dengan siapa. Mungkin dengan keadaan.
Atau bisa jadi bersekutu dengan setan. Senang melihat hati yang lagi-lagi
terseok membawa beban buah dari perasaan kosong yang hadir tanpa diundang.
Riang menyaksikan hati yang meringis karena menahan tangis akibat teriris buluh
kerinduan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Katanya aku disuruh mencari berbagai kesibukan agar semua
luka bisa dialihkan. Katanya aku dianjurkan untuk banyak berkawan sehingga ada
yang bisa mendengarkan atau setidaknya berbagi penderitaan. Dan betul, semua
memberikan jawaban. Mengurangi penat yang menghimpit, memberikan suntikan udara
pada ruang yang terasa hampa. Tapi ketika aku kembali ke ruangan yang memaksa
aku sendirian, maka perasaan itu lagi-lagi datang tanpa diundang. Seandainya
aku tidak perlu beristirahat dari menyibukan diri, seandainya kawan-kawan itu
bisa terus bersisian sehingga membentuk ingkaran dalam diagram, tentu aku tidak
perlu berjalan pulang pada kesendirian.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lalu hati bertanya sampai kapan. Sampai kapan akan terus
menggunakan banyak kesibukan sebagai sebuah bentuk pelarian. Sampai kapan
kawan-kawan bisa diandalkan dan diharapkan selalu datang ketika hati remuk
redam. Kedewasaan tidak datang dari pelarian dan uluran tangan para handai
taulan. Kedewasaan justru hadir dari sebuah keterpaksaan. Keterpaksaan mengerti
bahwa titah alam adalah sesuatu hal yang memang harus dijalankan. Suka atau
tidak suka kita diharuskan belajar menjadi dewasa dengan caranya sendiri. Dalam
kasus aku sekarang adalah menjalani hubungan jarak jauh yang membatasi
pertemuan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bohong kalau aku bilang hubungan terpisah jarak mudah untuk
dijalankan. Dusta kalau aku kemudian berujar aku selalu keluar sebagai pemenang
ketika diberondong rasa rindu yang tidak lantas bertemu jawaban. Tapi aku
belajar menikmati, dipaksa untuk menikmati lebih tepatnya. Aku belajar bersabar
menghitung perubahan pagi-siang-petang hingga malam dan kembali pagi lagi.
Terus menerus berulang sampai aku sampai pada tujuan. Sebuah pertemuan yang
layak untuk dirayakan. Sebentuk jumpa yang membuat nafas lega untuk dihela.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Jarak, berbaik hatilah pada kami. Aku tahu engkau tidak
mungkin diperpendek dan dimanipulasi. Tapi selalu ada jalan keluar yang
sekarang disebut dengan teknologi. Ada suara di ujung jalan yang bisa
menghangatkan hati ketika berkecamuk perasaan seakan sendirian. Karenanya dukunglah
apa yang tengah kami jalankan. Janganlah engkau berkomplot dengan hati sehingga
memperburuk perasaan yang harusnya bebas berkeliaran untuk sekedar
menghilangkan penat dan kesepian. Jangan pula bersekutu dengan kepala dan
memboikotnya sehingga tidak bisa menterjemahkan keadaan. Jarak, aku mohon.
Tidak hanya sekarang, tapi untuk seterusnya sampai kami menemukan jalan untuk
pulang sambil berjalan bersisian.</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-67126117554222477772014-06-28T18:33:00.001+07:002014-06-28T18:33:06.792+07:00Ramadhan Datang<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGbg0qHEBON3kpl5ydnfyhLXwAW2lUykjs1-Ojz329pm0Z1vXI8bVrFSwypkoq-DmxCK87t51HFp52VcJJi0jj9wpbcHGpod90JEuPETB_JO16K7_cce86ohPjopiAXVVc1ByUw9G3iOs/s1600/IMG_1127.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGbg0qHEBON3kpl5ydnfyhLXwAW2lUykjs1-Ojz329pm0Z1vXI8bVrFSwypkoq-DmxCK87t51HFp52VcJJi0jj9wpbcHGpod90JEuPETB_JO16K7_cce86ohPjopiAXVVc1ByUw9G3iOs/s1600/IMG_1127.JPG" height="200" width="150" /></a><i>I love ramadhan
because that kid who never prays, prays. That girl who never covers, covers.
That guy who never fasts, fasts. Even if it’s just for a month, at least these “types”
of people tasted the “sweetness of faith” just for one month. And perhaps
months later down in life, if their life ever becomes bitter, they will refer
back to ramadhan and yearn for that same “sweetness” they sampled just that one
month. You call them “Only Ramadhan Muslims” but i call them “Muslim who may
only need Ramadhan to change”<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya bukan orang suci. Bukan orang yang tidak pernah khilaf.
Bukan orang yang tidak pernah melakukan kesalahan. Bukan juga orang yang tidak
pernah menyakiti perasaan orang lain baik yang tidak disengaja ataupun
dilakukan secara terang-terangan. Saya manusia biasa. Sering khilaf, sering
melakukan kesalahan dan sering menyakiti perasaan orang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya tidak bangga, meski saya melakukannya lagi dan lagi.
Saya tidak pernah jera bahkan ketika peringatan demi peringatan Tuhan hadirkan
perantaraan kejadian yang membuat saya mengelus dada. Seringnya saya
memaknainya sebagai sebuah kesialan karena saya tidak berhati-hati mengatur
langkah. Saya bebal. Tidak kapok dan hanya sesaat tersadar untuk kemudian
melakukan berbagai macam kesalahan lagi di setiap kesempatan. Saya mungkin
tidak lebih pintar dari seekor keledai yang terperosok ke dalam lubang yang sama
lebih dari satu kali. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kemudian Ramadhan datang. Memberikan janji sebuah
pengampunan besar di penghujungnya apabila saya menjalani setiap ibadah di
bulan tersebut dengan penuh penghayatan, dengan tekad untuk melakukan sebuah
pertaubatan. Dan saya tergoda untuk mengetuk pintu rahmat-Nya. Tanpa malu saya
beringsut dari pojokan untuk mengiba sebuah bentuk pemaafan yang paling hakiki
atas apa-apa yang sudah saya lakukan satu tahun ke belakang. Tanpa malu saya
meminta lagi pengampunan seperti tahun-tahun sebelumnya. Meminta untuk
dibebaskan dari segala macam ancaman dan ganjaran atas apa yang sudah pernah
saya lakukan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ramadhan datang, membuka pintu langit untuk manusia yang
ingin berjalan menuju terang. Saya kembali mengetuk, menunggu di ambang pintu
seperti kebanyakan orang karena rahmat Tuhan pada bulan itu sedang banyak
dibagi-bagikan. Saya dengan pakaian paling bagus berkumpul dengan khalayak
ramai untuk memburu rahmatan. Pakaian paling bagus yang saya punya, yang kali
ini bukan untuk bertopeng ataupun menyamarkan. Paling bagus karena saya malu
untuk meminta ampunan dengan pakaian lusuh yang seperti tanpa persiapan.
Pakaian bagus yang saya jahit dengan amalan yang saya kumpulkan. Pakaian paling
bagus yang ternyata masih menyisakan banyak lubang di berbagai tempat yang
belum bisa tertambal.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mungkin saya termasuk orang yang tidak tahu malu. Selalu
meminta sebuah pengampunan setelah sebelas bulan melakukan banyak kesalahan,
padahal ketika melakukannya seringkali saya sedang berdiri sadar. Saya tidak tahu malu karena
hanya berburu ampunan ketika Ramadhan datang, dan setelah itu biasanya saya
kembali menelan bara dan angkara. Tapi saya yakin Tuhan Maha Pengampun, dan
saya tidak sangsi kalau Tuhan Maha Tidak Menzhalimi. Seberapapun saya melakukan
tindakan kesalahan, Tuhan akan menurunkan ampunan selama saya tidak
menyekutukan-Nya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Menyambut ramadahan ini baju saya masih kotor, masih
berlubang meskipun saya merasa baju itu sudah paling bagus dan paling pantas
untuk dikenakan. Dan karena kesalahan saya tidak hanya pada Tuhan tetapi lebih
banyak pada hadai taulan dan teman maka izinkan saya pada kesempatan kali ini
untuk memintakan maaf atas semua kesalahan. Kesalahan perkataan, berbuatan
maupun hanya serupa lintasan hati berupa bisikan. Saya ingin menyongsong
Ramadhan dengan perasaan termaafkan. Dan seperti yang sudah dituliskan di awal,
saya membutuhkan Ramadhan untuk melakukan perubahan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Saya tidak bisa berjanji akan menjadi baik sekali setelah
nanti Ramadhan usai, tapi setidaknya berikan saya sebuah kesempatan untuk
belajar menjadi lebih baik perantaraan ramadhan. Karenanya sekali lagi saya
mohon untuk dimaafkan.</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-23456865659362955332014-06-26T15:28:00.002+07:002014-06-26T15:28:23.209+07:00Janji<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqJfpOoYn6sSE_Q9yDvkMCTelCZ0iHByovoYzO6a6bk-zICCk0timFXmoW0WlUL6ADp_LNnP4Sjihqas1FTrU_YhV8BPPVsqk1t8TuaGM1Ot_T8nZIQs8vtTMKcVj5Td1cTz0TKjuqlKY/s1600/479209307.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqJfpOoYn6sSE_Q9yDvkMCTelCZ0iHByovoYzO6a6bk-zICCk0timFXmoW0WlUL6ADp_LNnP4Sjihqas1FTrU_YhV8BPPVsqk1t8TuaGM1Ot_T8nZIQs8vtTMKcVj5Td1cTz0TKjuqlKY/s1600/479209307.jpg" /></a>Katanya akan ada pelangi setelah hujan, atau paling tidak akan
ada udara segar beraoma tanah basah setelah debunya tergerus lindian air. Tidak
ada cobaan yang akan datang terus menurus karena pada suatu saat pasti cobaan
tersebut berbuah manis hasil sebuah penantian. Tidak ada yang sia-sia. Semuanya
hadir untuk sebuah alasan, sebuah pembelajaran atau bisa jadi sebuah
peringatan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Akan ada indah setelah penderitaan. Pasti muncul cahaya
setelah gelap berkepanjangan. Jadi kenapa harus sangsi?</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Katanya hidup seperti roda pedati. Kadang berada di atas
tapi pasti juga berada di bawah kecuali pedatinya sedang berhenti. Entah sesaat
entah untuk waktu yang lumayan lama. Hidup mengajarkan itu. Hidup memberikan
pengalaman bagaimana kita bersikap ketika kita sedang di atas. Hidup memberikan
peluang untuk kita berjuang bagaimana membuat tuas memutar roda ketika kita
justru sedang terjerembab di kuadran paling bawah. Hidup mengajarkan semuanya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kadang kita hanya lupa bagaimana rasanya di bawah. Kita
terbuai dengan aroma yang memabukkan ketika kita berada di atas sehingga kita
lupa bahwa dalam hitungan sekejap semua bisa berubah. Kita limbung karena kita
lupa memasang kuda-kuda. Kita takut karena justru kita tidak memiliki awahan
untuk melompat dan tergerus bersama tanah kering dan bebatuan yang tidak jarang
membuat kita kapalan. Kita lupa bahwa dengan tergerus dan mengkapal kita akan
mengerahkan sekuat tenaga untuk berjuang dan lepas dari segala macam
penderitaan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Namanya juga manusia. Selalu ingin memilih hidup pada posisi
nyaman yang tidak akan mengenal halangan. Namanya juga manusia. Kemudian
mempertanyakan dan menggugat Tuhan karena kenyataan tidak sesuai dengan apa
yang dicita-citakan. Kita marah. Kecewa. Sedih dan kemudian meratap. Tidak
salah karena semua sifat itu sangat manusiawi, tapi bukankah kita harusnya
merasa beruntung karena pernah didera oleh semua perasaan tersebut. Perasaan
yang justru akan mendewasakan pemikiran. Perasaan yang membuat kita semakin
kuat karena kita diharuskan berjuang untuk bangkit, berdiri kemudian berlari.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak ada satu orangpun yang tidak pernah berada di bawah.
Kalaupun banyak yang tampak hanya mengalami kebahagiaan semenjak lahir karesa
sebuah proses turun temurun dalam sebuah trah yang sudah kuat mengakar,
yakinlah kalau itu hanya yang tampak dari luar. Pasti ada bagian dari hidupnya
yang pernah merasa ada di bagian paling bawah dari lembah, entah itu soal
perasaan ataupun soal kemandirian. Jadi kenapa harus risau? Yang paling penting
adalah kita tetap berjuang dan belajar. Berjuang bagaimana keluar dari
keterpurukan dan belajar bagaimana senantiasa siap ketika tiba-tiba hidup berjalan
tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bisnis hanya sebuah permainan. Kadang menang telak dan
beruntung tapi kadang juga kalah terberangus banyak ketidakmenentuan. Tidak
usah khawatir ataupun berputus asa. Mari kita berdoa, berusaha dan memulainya
lagi. Tak perlu takut untuk melangkah setelah kita merasa kalah. Tidak perlu
khawatir tidak bisa lagi berdiri setelah terjerembab dan dipaksa seperti
mengerat nadi sendiri. Semua akan berubah baik. Semua akan menemukan jalan
keluar karena seperti tadi sudah dibilang, akan ada pelangi setelah guyuran
hujan yang seakan tidak pernah berhenti.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jangan bersedih. Jangan kalut dan bimbang. Setidaknya ada
aku di sini yang senantiasa menemani. Sekarang hingga nanti. Janji!</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-3387460746585107192014-05-28T15:19:00.001+07:002014-05-28T15:19:34.883+07:00Dunia Paralel<span style="background-color: white; color: #37404e; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">Pernah ikutan lomba menulis cerpen di nulisbuku.com beberapa bulan lalu dengan tema besar "love never fails". Saya mengirimkan sebuah tulisan dengan judul "dunia paralel" yang merupakan gabungan dua buah tulisan yang pernah saya posting di blog ini juga.</span><br style="background-color: white; color: #37404e; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;" /><br style="background-color: white; color: #37404e; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;" /><span style="background-color: white; color: #37404e; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">Karena saat itu pekerjaan sedang b</span><span class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #37404e; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">anyak-banyaknya, tulisan yang saya buat tidak sempat dibaca dan diedit ulang apakah penggabungan yang saya lakukan kongruen atau malah tidak. Sekali jadi langsung kirim, mengingat saya juga mensubmit di hari terakhir batas pengumpulan. Dan benar saja, tulisan saya tidak jadi penenang.<br /><br />Kemarin malam ketika saya masuk ke kamar saya di Bandung, saya menemukan kiriman dari nulisbuku.com yang berisi buku 17 kumpulan cerpen terbaik dari lomba tersebut. Alhamdulillah "dunia paralel" tercetak di sana beserta cerpen pemenang 1, 2 dan 3.<br /><br />Nggak nyangka aja. Ternyata setelah digerus menulis banyak jurnal ilmiah, saya masih bisa menulis prosa. Bangga. Itu saja. Berikut saya posting ulang cerita tersebut. Kali-kali saja ada yang penasaran :)</span><br />
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #37404e; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;"><br /></span>
<div style="text-align: center;">
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #37404e; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;"><b>DUNIA PARALEL</b></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #37404e; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;"><b><br /></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Di
sebuah gerai kopi yang nyaman seorang laki-laki duduk sambil sibuk mengetik di
atas tuts-tuts keybord komputer jingjingnya. Dia sendirian. Di atas meja bundar
di depannya hanya ada komputer, gelas plastik berisi es mocha milk kesukaannya
dan sebuah asbak tak berpenghuni. Asbak yang merepresentasikan dirinya.
Sendirian. Dan kosong.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Entah
apa yang tengah dituliskannya di lembaran kertas putih yang kadang terisi
beberapa kalimat tapi kemudian kosong lagi karena seketika dipijitnya <i>ctrl A</i> kemudian <i>del</i>. Sepertinya dia sedang kebingungan. Gagal menuliskan sesuatu
yang tengah berkecamuk di dalam pikirannya, atau jangan-jangan dia sedang
berkutat dengan sebuah pekerjaan kantornya. Tapi ini malam minggu, dan
laki-laki itu bukan karyawan yang super sibuk sampai harus bekerja di malam
yang katanya banyak bergelimpangan cinta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Lama
dia terdiam. Sinar dari layar komputer menerangi hampir seluruh wajahnya. Tidak
tergambar raut kekalutan seperti saat dia terburu-buru menghapus beberapa
kalimat yang baru saja diketikannya sebelum membentuk sebuah paragraf utuh.
Tidak juga terlihat sebuah keputusasaan padahal beberapa saat sebelumnya dia
menghela nafas panjang kemudian menyeruput minuman dingin favoritnya. Dia
nampak biasa saja. Hanya terlihat sebagai laki-laki yang menikmati malam minggu
sambil berusaha menuliskan sesuatu yang mungkin dia juga tidak tahu. Sendirian.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Laki-laki
itu seperti memberikan pengumuman tidak tertulis dengan bunyi “apa yang salah
dengan menghabiskan malam minggu sendirian?” Dia seolah tidak peduli dengan
orang yang berlalu lalang sambil bermesraan atau sekedar berpegangan tangan.
Baginya mungkin itu hanya sebuah tontonan gratis yang terlalu diobral.
Romantisme yang diumbar seakan butuh pengakuan kalau mereka adalah pasangan.
Picisan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Mendadak
dia bersandar. Merebahkan punggungnya yang sedikit terlihat tegang di bantalan
kursi yang semula berjarak. Ada sebuah tanda tanya di wajahnya. Tanda tanya
yang mungkin bisa dengan jelas terlihat oleh orang yang memperhatikannya dengan
seksama. Tanda tanya di akhir pertanyaan yang mungkin menggelumbung di dadanya.
Pertanyaan yang kemudian dijawabnya dengan cara berlari. Laki-laki itu seperti
berlari dari berondongan pertanyaan kenapa di malam minggu seperti ini dia
hanya berdiam di rumah dan sendirian dari para handai taulan. Karenanya dia
berlari. Menghabiskan kesendirian di gerai kopi favoritnya. Tempat yang dia
anggap aman untuk terlihat seperti mencari kesibukan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Laki-laki
itu tetap berada di dimensi yang sama. Sendirian. Entah itu di rumah ataupun di
tempat persembunyiannya sekarang. Bedanya dia hanya terbebas dari serangkaian
pertanyaan yang mungkin memekakkan gendang pendengaran. Pertanyaan yang
laki-laki itu bosan menelannya. Pertanyaan yang sering kali tidak cukup dijawab
hanya dengan diam. Apalagi sekumpulan angka terus bergerak di lingkaran
usianya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Sudah
jauh laki-laki itu berjalan sendirian. Menapaki setiap pematang yang membentang
ingin ditaklukan. Membuka setiap kesempatan yang menggoda untuk sekedar
dijajal. Banyak yang sudah dia dapatkan entah itu kebahagiaan atau sebuah
kesakitan. Pelajaran-pelajaran hidup yang justru menguatkan, menempa batin yang
awalnya rapuh tak tahan cobaan. Banyak pula yang sudah dia belanjakan.
Penantian, mempertaruhkan, menyodorkan perasaan, disakiti, disia-siakan. Dan
dia bertahan. Berharap semakin kuat setiap harinya meski dilaluinya dengan
melakukan beragam pelarian. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Menurutnya
sendirian bukan berarti lemah atau menjadi bisa dilemahkan. Sendirian buat
laki-laki itu menjadi sebuah jalan untuk melakukan banyak penilaian. Objektif,
tidak lagi subjektif. Pematutan dari serangkaian kegiatan ketika dia mulai
berjalan. Penilaian dari serangkaian penerimaan diri ketika pertama kali
menyadari kalau ada yang berbeda dari sebagian besar orang. Penilaian yang
mulanya lebih banyak berisi angka merah karena dipenuhi dengan banyak
kemarahan. Pengugutan kepada Tuhan. Ketidakterimaan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Apakah
laki-laki itu sekarang sudah memperoleh jawaban? Entahlah. Yang pasti dia sudah
mengantongi sebuah pemakluman hasil berjibaku dengan banyak pertanyaan yang
dulu sering dia gadang. Hasil yang mungkin tidak sesuai dengan harapan banyak
orang. Hasil yang mungkin membuat orang justru mentertawakan. Laki-laki itu
tidak peduli. Hidup bukan hanya pada koridor menyenangkan hati orang lain yang
justru tidak mengenal siapa dia sebenarnya. Hidup adalah bagaimana meraih
kebahagiaan dengan caranya. Meskipun sendirian.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Sendirian
bukan halangan. Sendirian justru membuat laki-laki itu kuat dengan caranya
sendiri. Terdengar klise? Pastinya. Mudah dijalani? Tentu saja tidak. Butuh
waktu tidak sebentar untuk dia sampai pada fase seperti sekarang. Butuh banyak
pemakluman seperti yang sudah dia bilang. Butuh banyak menebalkan telinga
karena selalu sendirian menimbulkan banyak pertanyaan dari lingkungan, seakan
kalau sendirian menjadikannya seorang pesakitan. Kesepian. Butuh dikasihani.
Kasihan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Kebiasaan
sendirian bukan berarti laki-laki itu tidak lantas mencari pasangan. Lagi-lagi
pengalaman mengajarkan banyak hal. Bukan berarti karena ingin lepas dari stigma
kesendirian dia menjadi tidak lagi memilah. Angka dikepala tidak lagi muda.
Bertualang dari satu pemberhentian sesaat ke pemberhentian sesaat yang lainnya
bukan lagi saatnya untuk dilakukan. Sayang memboroskan waktu untuk sesuatu yang
dari awal sudah dia tahu bagaimana
ujungnya, apalagi dengan kesadaran penuh bahwa ternyata dengan sendirian dia
baik-baik saja.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Laki-laki
itu sudah jauh berjalan sendirian. Mencoba menikmati apa yang sudah Tuhan beri
sebagai jalan yang memang harus dijalankan. Tanpa pertanyaan walaupun terjal.
Sudah jauh dia berjalan sendirian. Menyemai banyak doa di setiap kesempatan,
berharap suatu saat ada sebagian doa yang dikabulkan. Tidak perlu semua, karena
dia tahu tidak akan semua doa bertemu dengan jawaban. Sudah jauh dia berjalan
sendirian. Mengetuk pintu-pintu virtual sampai bertemu dengan apa yang
(mungkin) selama ini dia idam-idamkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Apa
laki-laki itu bosan? Tidak jarang. Tapi dia punya keyakinan kalau bosan hanya
akan membunuh harapan. Kesendirian membuatnya kreatif agar terbebaskan dari
belenggu bosan. Kesendirian memaksanya memutar akal agar dia tidak lantas mati
perlahan. Laki-laki itu tetap harus hidup untuk berbagai alasan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Malam
ini dia masih saja berjalan sendirian, seperti biasa dia akan mengetuk pintu
yang sudah dia amati sejak lama. Awalnya ragu tapi kemudian dia menantang diri
untuk terus berani. Lama tak ada jawaban. Dia
menunggu. Satu, dua, tiga sampai sembilan. Tetap tak ada jawaban hingga
akhirnya dia memutuskan bahwa dia harus memutar badan dan kembali berjalan.
Tepat di langkah pertama yang dilakukannya, sebuah pemikiran yang tiba-tiba membuatnya
seperti seakan tersadar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Sementara
itu di sebuah dunia paralel, seorang perempuan berbaju biru yang dipadu dengan
celana jins ketat tampak bergelendotan manja pada tangan kekasihnya. Mereka
berjalan bersisian di sebuah pusat perbelanjaan ternama di kotanya. Tanpa
riskan mereka masuk dari satu gerai ke gerai lainnya sambil terus mempertontonkan kemesraan. Cinta
yang diumbar seolah tidak ada yang keberatan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Perempuan
itu sumringah. Tidak tampak sama sekali sebuah beban di hidupnya. Bagaimana
tidak, di sampingnya ada seorang laki-laki yang padanya dia menggantungkan
banyak pengharapan. Sedih berada jauh dari jangkauannya karena dia sudah
menemukan cinta. Rasa yang dia gadang akan mengantarkannya pada perasaan
pulang. Cinta yang akan menerbitkan sebentuk lain dari sebuah harap yang selama
ini dia bayangkan. Termiliki. Seutuhnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Laki-laki
di sampingnya terus mengenggam tangan sang perempuan. Seperti berlekatan kedua
tangan itu tidak terpisahkan. Sesekali laki-laki itu menggoda yang dibalas
dengan cubitan manja si perempuan yang mendarat di perutnya. Laki-laki itu
seperti ksatria, tahu betul apa yang dibutuhkan pujaan hatinya. Sementara si
perempuan berlagak jinak, seperti sudah ditaklukan lewat serentetan kejadian
yang melambungkannya ke nirwana.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Mungkin
bagi mereka tidak ada istilah malam minggu karena semua malam adalah serupa.
Berisi hanya cinta. Mungkin bagi mereka, entah perempuan yang berbaju biru dan
bercelana jins ketat atau laki-laki yang menjelma ksatria semua sudah diaturkan
Tuhan. Ditulis dalam sebuah perjanjian jauh sebelum mereka dilahirkan. Sekarang
mereka hanya memainkan peran, berusaha memenuhi perjanjian banyak pasal yang
tidak pernah mereka ingat pernah ditandatangani berbarengan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Ketidakingatan
pada sebuah perjanjian yang dibuatkan Tuhan kadang menyebabkan seseorang salah
mengambil jalan. Salah menterjemahkan bunyi pasal yang maknanya tidak tersurat
secara gamblang. Salah mengejawantahkan arti karena bunyi dibaca tidak terlalu
teliti. Karenanya banyak orang salah meyakini. Banyak orang salah mengambil
titian langkah yang justru berputar padahal tujuan terpampang jelas di hadapan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Di
gerai kopi yang mulai sepi, laki-laki yang seperti sedang berlari kembali
menuliskan sesuatu di layar komputernya. Lama dia terdiam setelahnya.
Mencermati satu demi satu kata yang dia tuliskan menjadi sepenggal kalimat
lengkap. Terlihat ada sebuah kepuasaan di wajahnya, seperti menemukan
pencerahan. Tangannya menggeser-geser kursor kemudian menghapus kalimat yang
baru saja mengantarkannya pada sebuah kepuasan. Membuat kertas di layar
komputernya kembali putih tanpa coretan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Sesaat
setelah laki-laki di gerai kopi itu menghapus kalimat yang membuatnya orgasme,
tiba-tiba perempuan berbaju biru bercelana jins ketat di sebuah dunia paralel
merasakan sesuatu yang lain di hatinya. Sontak dia melepaskan genggaman
tangannya yang seolah menempel dengan laki-laki yang selama ini dicintainya.
Entah kenapa ada desir lain yang tidak pernah muncul sebelumnya. Sebuah
keraguan yang timbul dalam sebuah keyakinan. Kegamangan yang hadir dalam sebuah
kepercayaan. Absurd.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #37404e; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Laki-laki
yang berselimut kesendirian beranjak dari gerai kopi yang didatanginya sejak
dua jam silam. Mulutnya bergumam merapal kembali kalimat yang sudah dia hapal
benar. Kalimat yang tadi dihapusnya setelah seketika mendapatkan pencerahan.
Laki-laki itu terus mengulang dan mengulang. Dia bilang “Jodohku malam ini
mungkin sedang sibuk mengumbar kemesraan dengan orang yang dia anggap
jodohnya”. Lagi-lagi sesaat setelah laki-laki yang nampak sedang berlari
selesai mengucapkan kalimat itu, hati perempuan berbaju biru bercelana jins ketat
di dunia paralel mendadak hangat. Entah karena apa.<o:p></o:p></span></div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-25130617186384121532014-05-24T21:48:00.003+07:002014-05-24T21:48:50.652+07:00Surat dari Kekasih<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0km72MezYB8lIadQCmByISMNPbwEHAQeZmQ5heoKp3AuLFSEEANpARkQpR4HVzyOKyxJIUtwtEcZ0GtYlAhplfjvm5nLd3Y4gC5FHai5eZAWJPl01utyeiVzMt_Evw9lunilRJuWOjls/s1600/175846600.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0km72MezYB8lIadQCmByISMNPbwEHAQeZmQ5heoKp3AuLFSEEANpARkQpR4HVzyOKyxJIUtwtEcZ0GtYlAhplfjvm5nLd3Y4gC5FHai5eZAWJPl01utyeiVzMt_Evw9lunilRJuWOjls/s1600/175846600.jpg" /></a></div>
On Email :<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Aku percaya konsep jiwa dan akal pikiran..<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Jiwa dan akal sudah ditakdirkan seperti jalinan benang yang terikat satu
sama lain tanpa saling mengenal batas awal dan akhir.<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Akhir-akhir ini pikiran sering berkata kepada Sang Jiwa:<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Sang Jiwa, ini tidak akan berhasil, Sang Jiwa ini terlalu berat untuk
dicerna dan dikerjakan...<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Sang Jiwa aku ingin bebas.. Sang Jiwa ini hal yang bodoh, Sang Jiwa aku
lelah, Sang Jiwa Sang Jiwa Sang Jiwa dan Sang Jiwa...sang akal terus berbicara
tanpa henti mengeluarkan semua yang dilakoninya selama ini... <o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Sampai pada satu titik sang akal pun terdiam tanpa mendengar apapun dari
Sahabat kekalnya..<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Lalu suatu saat Sang Sahabat pun berkata: bukankah semua yang terjadi sudah
sesuai keinginan mu? Aku menuruti dan mematuhi segala keinginan dan hasrat menggebu
yang ingin kau lakukan. Kuberikan pasangan hidup yang mencintai mu dan menjadikan
mu bagian dari hidupnya. Ku memohon pada Sang Ibu agar dialirkan nafas
kehidupan baru dan disediakan kenyaman di tempat asing yang kau tuju. Kuberikan
setiap jawaban dari pertanyaan dan argumentasi tanpa ujung yang kau lontarkan.
Kuberikan segala sesuatu yang kau minta sahabatKu. Mengapa sekarang kau tidak
merasa puas dan bahagia?<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Sang akal pun berteriak, kau berikan pasangan yang suatu saat akan meninggalkanku
untuk mematuhi norma dan adat. Kau berikan pasangan yang luar biasa menyayangi
tetapi juga sekaligus memberikan batas waktu untuk ada di sisiku. Kau berikan
kenyamanan tetapi juga peluh keringat yang tidak henti mengucur. <span style="text-transform: uppercase;">A</span>pakah itu artinya Kau menyayangiku?
Kau bilang Kau berikan seluruh jawaban tetapi disisi lain banyak hal yang harus
kukorbankan. Itukah yang Kau bilang Kasih?<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Dan Sang Jiwa pun hanya tersenyum. Wahai sahabatku apakah tidak letih kau
mengejar sesuatu yang tidak berkesudahan? Tidakkah cukup waktu yang Kusiapkan
untukmu setiap pagi? Apakah tidak cukup tanganKu menjaga engkau di setiap
persimpangan yang kau hadapi? Tidakkah kau belajar untuk menikmati apa yang
sudah kupersiapkan untukmu? Menikmati setiap tawa, setiap bulir kasih dan cinta
yang kualirkan kepada mu? Sudah sedimikian butanyakah sampai kau tak melihat
banyak tangan yang membantumu, menopangmu dan merengkuhmu, hanya untuk
memuaskan ambisi-hasrat menggebu dan keinginan yang tak terbatas. Kehausan
untuk merasa disayangi dan dicintai. Wahai sahabatku, tidakkah kau rasa dan
lihat betapa kau beruntung..<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Akal ku pun terdiam dan mulai melihat kebelakang. Betapa banyak tawa, cinta
dan kasih yang didapat selama setahun kebelakang. Betapa banyak tangan tak
dikenal yang menawarkan untuk menopang dan mengangkat setiap kali akal tersaruk
oleh ulahnya.<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Aku belajar untuk bersyukur. Tidak mudah memang dan seringkali menyakitkan.
Aku belajar untuk berkata CUKUP-TIDAK-TERIMA KASIH dan AKU PUAS. Tidak mudah
mengekang hasrat, niat dan keinginan yang mengotori sang akal. Tetapi aku
bersyukur. Dalam keadaan apapun aku memahami bahwa Sang Jiwa sudah menyiapkan
DIRIMU, yang memahami tanpa harus minta untuk dipahami. Mengerti dan mencintai aku apa adanya.<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<i>Aku mengerti aku DICINTAI. Perasaan yang selama aku bertumbuh jarang kudapat
bahkan langka. Ya benar, aku dicintai olehmu dan aku merasa tercukupi setelah
kelaparan dan kehausan yang tidak pernah terpuaskan. Kamu mencintai aku dengan
hal yang sederhana yang terkadang tidak bisa kupahami. Kamu mencintai aku
dengan semangkuk sayur asem dan cumi yang meletup di wajan. Untuk pertama
kalinya aku mengerti betapa nyamannya dicintai dan dimiliki oleh seseorang dan
untuk pertama kalinya aku merasa aku bukan sampah yang harus membuktikan diri
aku bisa, aku hebat, aku tidak bisa diremehkan dan banyak topeng lainnya.
Terima kasih aku dicintai dan maafkan aku karena aku sedang belajar mencintai
dengan benar. Aku belajar bahwa mencintai mu adalah membiarkanmu selama kamu
bahagia seperti yang kamu lakukan kepadaku. Terima kasih. Akhirnya aku mengerti
aku dicintai.<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<o:p><i>Regards,</i></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<o:p><i>H</i></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Saya membacanya berulang-ulang. Semburat hangat tetiba muncul di hati saya
bahkan di akhir saya membaca keseluruhannya untuk kali yang pertama. Memang ada
bagian yang membuat saya tertampar semisal pada kalimat “Kau berikan pasangan
yang suatu saat akan meninggalkanku untuk mematuhi norma dan adat. Kau berikan
pasangan yang luar biasa menyayangi tetapi juga sekaligus memberikan batas
waktu untuk ada di sisiku”. Hati saya mencelos, seperti bara pijar yang
tiba-tiba dimasukan pada air dalam bejana. Andai saya punya banyak pilihan.
Andai saya tidak perlu memilih, mungkin itu akan jauh lebih baik. Tapi untuk
saat ini saya hanya berusaha menyemai benih maaf sehingga bila waktu itu
terpaksa harus hadir maka benih sudah tumbuh menjadi pohon yang rindang. Itu
saja yang saya bisa lakukan untuk saat ini. Entahlah bagaimana ke depan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Soal belajar mencintai, saya juga sedang belajar dan terus belajar. Tidak
mudah berdamai dengan banyak perbedaan. Tidak gampang mengesampingkan ego untuk
menghindari percekcokan yang ujungnya hanya menghasilkan retakan-retakan yang
mengancam keutuhan. Saya terus belajar karena saya yakin mencintaimu dengan
cara saya adalah tidak salah. Mencintaimu dengan semangkuk sayur asem dan cumi
yang meletup di wajan adalah bentuk kederhanaan yang bisa dihidangkan semua
orang dengan kadar yang berlainan. Bagi saya melihatmu lahap menikmati kedua
makanan tersebut sudah cukup membuktikan kalau kamu mencintai saya dengan
caramu. Untuk itu saya tidak pernah menuntut lebih. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Berharap dicintai dengan cara yang sama saya mencintai hanya akan menimbulkan
kebosanan. Merpercepat datangnya usang pada sebuah perasaan. Karenanya saya
menikmati setiap detail caramu mencintai saya meskipun ada beberapa tindakan
yang saya tidak suka. Dan kamu tahu itu. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Terima kasih sudah belajar juga mencintai saya. Sosok yang kadang rumit
kadang sangat mudah ditebak sehingga keduanya menimbulkan efek sama yaitu sulit
dipahami. Terima kasih sudah mengerti bahwa membuat saya bahagia adalah dengan
membiarkan saya menjadi saya. Saya yang akan terus mencintaimu hingga nanti.<o:p></o:p></div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-70563801931819500592014-03-30T10:25:00.002+07:002014-03-30T10:25:51.065+07:00Dia Memutuskan Untuk Pergi<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnGzIMIzEmsTGSWmS6DW0rKz53OjLinQmFc4x0upGI-dhVIdmR9yjEdAmDMqrd7de-wTv8HI5K6lQAUm_fvCGfejjkJdXafN-rfknTZwQzmTZ5GuGVUIyXcKBWmW8gtsqvBaADlYmkn-Y/s1600/200445856-001.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnGzIMIzEmsTGSWmS6DW0rKz53OjLinQmFc4x0upGI-dhVIdmR9yjEdAmDMqrd7de-wTv8HI5K6lQAUm_fvCGfejjkJdXafN-rfknTZwQzmTZ5GuGVUIyXcKBWmW8gtsqvBaADlYmkn-Y/s1600/200445856-001.jpg" /></a>Dia memutuskan untuk pergi. Menyisakan jarak yang tidak bisa
sekedar dilangkahi.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dia memutuskan untuk pergi. Katanya mencoba peruntungan baru
karena di kota ini dia merasa sudah banyak hal yang membuat mutung.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dia memutuskan untuk pergi. Membuat ceruk kesedihan menemukan
jalan untuk mengalir lewat air mata yang menetes padahal sudah sekuat tenaga
ditahan. Berusaha kuat padahal hati terasa sempoyongan. Mencoba tegar padahal
perasaan seperti dilanda badai topan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku mencoba bermufakat dengan akal. Tidak berlaku egois
karena menurut nalar arti bahagia itu adalah melihatnya bahagia. Tidak peduli
kalau ternyata kebahagiaan itu diperolehnya dengan cara beringsut meninggalkan
kenyamanan yang sudah sekian lama kami rasakan. Tidak peduli kalau kebahagiaan
itu ternyata harus diperoleh dengan perantaraan jarak yang terbentang. Jarak
yang membatasi ketika hanya ingin saling memandang. Jarak yang terbentuk pada
saat tangan ingin saling mengenggam. Sekedar berdekatan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dulu, jauh sebelum hati bersepakat untuk berjalan berisisian
kemungkinan untuk saling terpisahkan sudah ada dalam frame pemikiran. Entah dia
atau justru aku yang memulai. Dalam timeline kami jarak sudah dipertimbangkan
akan membayang meskipun datangnya entah akan kapan. Artinya kami harus
senantiasa siap memasang kuda-kuda. Tidak lantas goyang tanpa awahan ketika
jarak tiba-tiba datang memaksa untuk dihadirkan. Tidak segera ambruk ketika
perpisahan berbuah jarak terhidang tanpa diundang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dia memutuskan untuk pergi. Mendahului aku yang di
babak-babak awal justru yakin akan memulai langkah itu terlebih dahulu. Dan
ternyata aku tidak sesiap apa yang sudah dibayangkan. Kaki ini goyah juga
meskipun tetap memasang kuda-kuda. Aku seperti direnggut paksa dari rasa nyaman
yang senantiasa bisa dihidangkan ketika kapanpun ingin berduaan. Aku seperti
mendadak disuruh berhenti dari kesenangan merasakan sensasi komedi putar karena
arena pasar malam tiba-tiba ditertibkan oleh sekawanan orang-orang berseragam.
Aku seperti kehilangan sebelah pegangan. Gamang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lama bergumul dengan berbagai pemikiran sampai akhirnya
sanggup untuk mengiyakan. Tidak sedikit pertentangan batin ketika menimbang
hingga ujungnya ikhlas membiarkan dia terbang. Aku tidak boleh egois.
Menghalangi kebahagiaannya hanya untuk mendapatkan kebahagiaanku sendiri. Aku
tidak boleh egois melihatnya kelelahan dengan segala hal di kota yang sudah
membuatnya tidak nyaman hanya untuk membuatku merasa nyaman. Cinta tidak
seperti itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku bertahan. Dia juga bertahan. Tidak mudah memang tapi
seperti biasa ternyata jarak bisa dimanipulasi. Komunikasi bisa digagas dengan
berbagai cara walaupun hanya tersisa selembar lontar. Perasaan masih bisa
dihangatkan dengan kata-kata yang mengalir lancar lewat kabel sarat optik di
udara. Memang kulit tidak bisa lagi sering bersentuhan, tapi esensi sebuah hubungan
tidak melulu soal itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Kami belajar dewasa. Dipaksa dewasa lebih tepatnya. Dan kami
bertahan. Hari sudah bergulir hingga hitungan bulan dan seperti dapat dilihat
kami masih bersamaan. Saling mengenggam secara virtual dalam menghadapi segala
macam masalah yang memang tidak bisa dihindarkan. Kami masih saling menyayangi,
tidak peduli pada jarak yang tercipta memisahkan. Kami masih saling mencintai,
tidak lantas menyerah pada dua titik koordinat yang saling berjauhan.</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-14307075640701137982014-01-27T15:32:00.003+07:002014-01-27T15:32:43.042+07:00Dilangkahi<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh43M-pTKaghdCAyYWRNQzI91u4UZmZpmVzC5AmFlCFpw1ec8W-S-rSPAK_LNKLcr7ehq-I0UUQMa0RuWJiaYx0RYyUR_aKLTvvr13z3v1te2GyRs-eN24eDy_wkwqhf3EQPjnuUN6PTEs/s1600/IMG_0494.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh43M-pTKaghdCAyYWRNQzI91u4UZmZpmVzC5AmFlCFpw1ec8W-S-rSPAK_LNKLcr7ehq-I0UUQMa0RuWJiaYx0RYyUR_aKLTvvr13z3v1te2GyRs-eN24eDy_wkwqhf3EQPjnuUN6PTEs/s1600/IMG_0494.JPG" height="200" width="198" /></a>“Tuhan, Saya tidak pernah meminta untuk lahir duluan. Saya
tidak pernah meminta jodoh saya untuk datang terlambat. Tapi apabila jodoh adik
saya datang terlebih dahulu, maka atas nama-Mu aku ikhlas dan ridho”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Air mata saya menetes padahal sekuat tenaga saya sudah
menahan diri untuk tidak terlalu terlarut dalam suasana yang memang syahdu sore
itu. Lantunan kecapi suling dengan tembang entah apa semakin memperparah
sesenggukan saya. Terbata-bata saya mengucapkan kalimat di atas. Kalimat yang
saya buat sendiri untuk kepentingan acara tersebut. Kalimat yang menggantikan
kalimat-kalimat yang sudah dipersiapkan oleh pihak WO. Kalimat yang menurut
saya sederhana tetapi syarat makna.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Adik saya akan menikah, dan kebiasaan dalam tradisi sunda
diadakan upacara langkahan sebelum upacara siraman apabila sang pengantin
ternyata lebih dulu menikah dibanding kakaknya. Sore itu saya dan adik saya
menggunakan pakaian tradisional sunda lengkap dengan bendo-nya (di jawa:
blankon). Duduk saling berhadapan dengan posisi saya duduk di atas dan dia
duduk di bawah. Adik saya meminta izin untuk menikah, melangkahi saya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebetulnya apa yang dia ungkapkan adalah hal yang biasa.
Lumrah untuk didengar. Apalagi keputusan untuk dia menikah bukan keputusan yang
tiba-tiba. Dari awal saya setuju, jadi seharusnya tidak perlu upacara pelangkah
ini dilakukan. Orang tua saya yang bersikukuh, katanya ini semacam tradisi.
Semacam kebiasaan yang lazim dilakukan apabila adik akan melangkahi kakaknya.
Saya menyerah. Upacara pelangkah ini akhirnya saya lakoni.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya tidak ingin jadi bahan tontonan. Cukuplah saya dicibir
oleh orang-orang yang tidak pernah tahu bagaimana perasaan saya sebenarnya.
Melakukan upacara tradisi yang disaksikan banyak orang hanya akan membuat saya
duduk di kursi pesakitan. Semakin mendapat tatapan belas kasihan. Padahal saya
tidak butuh itu. Saya bahagia, sangat bahagia karena adik saya berani
merealisasikan kebahagiaanya. Jadi tidak ada alasan untuk saya bersedih. Kalaupun
air mata saya sore itu tidak berhenti menetes itu semata-mata karena saya
sangat terbawa suasana. Suasana dikondisikan sedemikian rupa membuat saya
berulang kali seperti mengunyah hati.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Apa saya malu karena dilangkahi? Tidak. Untuk apa malu? Saya
punya pekerjaan, saya mandiri secara finansial, saya tidak hidup bergantung
seperti benalu pada orang lain, jadi untuk apa saya malu. Dilangkahi menikah
bukan sebuah aib meski banyak orang berpendapat demikian. Buat saya dilangkahi
hanya sebuah permainan waktu. Adik saya lebih dahulu menjejak finish kalau
menikah itu diibaratkan sebagai garis finis, sementara saya masih melangkah di
belakang. Beda usia 6 tahun ternyata tidak membuat saya berlari lebih cepat.
Tapi apakah itu masalah?</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Buat saya tidak. Mungkin buat orang lain iya. Saya paham
orang lain selalu berdiri dengan penilaian mereka sendiri, dan itu tidak salah
seperti halnya saya yang tidak salah ketika nasib mengantarkan pada moment
dimana akhirnya saya harus dilangkahi menikah. Jodoh adik saya lebih dahulu
tiba, jadi kenapa saya harus menghalangi mereka hanya karena jodoh saya belum
lantas kelihatan. Saya berhak untuk bahagia, dan dalam memperjuangkan kebahagian
saya tidak sepantasnya mempertaruhkan kebahagian orang lain. Dalam hal ini adik
saya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya baik-baik saja. Tidak seperti yang orang bayangkan.
Tidak perlulah saya dikasihani, karena saya tidak menderita. Dilangkahi menikah
bukanlah bencana yang harus ditangisi. Ikutlah berbahagia seperti halnya saya
yang sangat bahagia melihat adik saya akhirnya memantapkan hati pada wanita
yang dia puja. Turutlah senang seperti saya yang tidak sungkan merogoh tabungan
untuk sekedar menyumbang. Dilangkahi bukan menjadi alasan untuk saya sebagai
kakak kehilangan peran dalam pesta yang akan dilangsungkan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya berusaha tidak egois karena saya tidak merasa
dikalahkan. Mungkin satu-satunya egois yang saya lakukan adalah egois terhadap
orang tua saya. Saya bisa sedemikian rupa menulikan pendengaran, membebalkan
muka kepada orang-orang yang selalu ingin ikut campur, tapi orang tua saya
mungkin tidak. Mau tidak mau pasti hal itu menjadi bahan pikiran. Dan saya
sedih karenanya, membayangkan orang tua saya diintimidasi secara verbal dengan
pertanyaan-pertanyaan kenapa anak sulungnya belum juga menikah.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Banyak cara untuk membahagiakan orang tua, menikah mungkin
salah satu jalannya. Tapi tolong untuk saat ini biarkan saya mengambil jalan
memutar. Biarkan saya membahagiakan orang tua dengan cara saya sendiri. Cara
yang mungkin buat orang-orang di luar lingkaran itu sukar dipahami.</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-74801204145454186082014-01-13T15:18:00.003+07:002014-01-13T15:18:36.134+07:00Cermin Usang<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqgOx5WpH7eWlSUrMMepfB_fcBiZfRRV71jbMANDxoqiUn3NLh6hZuquhPFTZOL_2znwhYj_wcvNctDpZdj0ee86MTyBng_qRuE9bRfg3WM95EMqPIS3eba6pKR4ZEkG5xM_KDL5SwJK8/s1600/141657855.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqgOx5WpH7eWlSUrMMepfB_fcBiZfRRV71jbMANDxoqiUn3NLh6hZuquhPFTZOL_2znwhYj_wcvNctDpZdj0ee86MTyBng_qRuE9bRfg3WM95EMqPIS3eba6pKR4ZEkG5xM_KDL5SwJK8/s1600/141657855.jpg" /></a>Aku terperanjat. Sontak melangkah beberapa acuan mundur ke
belakang. Langkah tanpa koordinasi yang membuatku sedikit terjengkang. Untung
masih ada pinggiran bufet yang bisa kujadikan sanggaan badan yang bereaksi
tanpa prediksi. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sejenak aku terdiam, berusaha menenangkan diri. Mengatur
nafas yang tadinya berpacu seperti dikejar-kejar waktu. Lama. Ketenangan tidak
kunjung datang, aku masih saja ketakutan. Nafas masih saja menderu. Detak
jantung kurasakan lebih cepat beberapa kali dari biasanya. Keringat mulai
membanjiri dahi kemudian menjalar ke tengkuk dan punggung. Kuyup.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku melirik ke tempat dimana tadi aku menemukan sedikit
janggal. Sebuah pojokan temaram dimana di dindingnya menepel sebuah cermin
usang yang tidak pernah terjamah rupa. Mungkin sudah sedemikian lama dia tidak
bertemu bayangan yang tergambar. Sepertinya dia hanya mencumbui debu. Bersahabat
dengan sinar matahari yang terbias dari celah-celah atap rumbia yang tidak
kalah usang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Penasaran, aku beringsut mendekat. Melangkah jingjit guna
meminimalisir suara yang yang pasti tercipta. Pelan-pelan sampai aku merasa
siap untuk melihat lagi ke arah cermin yang tadi menampilkan sosok yang tidak
aku kenal. Entah keberanian dari mana yang tersulut saat itu, yang pasti aku
hanya ingin membuktikan kepenasaranku. Membuktikan apa yang tadi kulihat bukan
sekedar bayangan semu seperti yang selalu terbentuk di dalam kepala. Aku hanya
mencari tahu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Jarak sudah sedemikian dekat, ada perasaan ingin mundur dan
membiarkan apa yang baru saja kejadian menjadi misteri tanpa pembuktian. Tapi
keinginan untuk terus mendekat justru lebih besar hingga kini aku tepat berdiri
di depan cermin misterius itu. Aku menatap lurus ke arahnya, berharap ada yang
berubah seperti saat aku terjengkang ke belakang. Tidak ada perubahan. Yang
teramati hanya debu tebal yang menempel seperti karat. Tidak ada bayangan
padahal aku jelas berada tepat di depannya. Aneh.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku terpaku. Tidak lantas beranjak meskipun hasil yang
kuharapkan tidak aku temukan. Aku diam. Menunggu. Aku yakin pasti ada sesuatu.
Gemetar aku mengangkat sebelah tanganku, mencoba menyibak sedikit debu supaya
lebih banyak cahaya yang terkumpul. Belum genap tanganku sampai pada permukaan
cermin, tiba-tiba muncul bayangan seperti yang aku temui tadi di awal. Kali ini
aku tidak melangkah mundur ataupun terjengkang. Kali ini aku tetap berdiri di
hadapannya seperti menantang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kamu siapa?” Seperti orang gila aku bertanya pada bayangan
dalam kaca. Tidak ada jawaban. Hanya hening yang terpapar.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku kemudian mengulang, “Kamu siapa?” Lama tidak ada sahutan
hingga aku hampir kehilangan kesabaran. Kuangkat tanganku, kukepalkan kemudian
berniat untuk menghantam. Tapi aku lantas diam dengan kepalan mengambang di
udara. Sosok di dalam cermin kusam itu tersenyum memamerkan sederetan giginya
yang rapi. Perlahan dia kudengar tertawa atau lebih tepatnya mentertawakan.
Sementara aku hanya bisa diam. Memperhatikan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dia masih saja tertawa. Menggema di hampir seluruh ruangan.
Suara tawanya seperti penuh ejekan meskipun aku tidak tahu apa yang dia
tertawakan atau apa yang dia cibirkan. Perlahan tawanya hilang. Perlahan aku
bisa menginderai sosoknya dengan benar. Dengan jelas. Tapi aku tidak punya
ingatan sedikitpun tentang sosok itu, mungkin ada sedikit tapi semuanya baur.
Bias oleh cahaya yang semakin lama semakin terkumpul seperti pusaran. Aku
berusaha mengingat, siapakah dia. Kenapa dia bisa muncul di dalam cermin yang
aku gunakan untuk berkaca.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kamu tidak tahu siapa aku?” Dia bertanya balik dengan
intonasi yang mengintimidasi. Aku menggeleng tanda aku tidak berhasil
membongkar kotak memori untuk mengingat siapa sosok itu. Dia kemudian tertawa.
Dengan isyarat tangannya dia memintaku untuk semakin mendekat. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku melangkah, awalnya ragu kemudian pasrah seperti dituntun
tanpa bisa melakukan perlawanan. Di depan cermin usang itu aku mendekatkan
telingaku. Perlahan kudengar dia berbisik “Aku adalah kamu!” Kaget, kujauhkan
telingaku. Kutatap dia seakan meminta penjelasan. Tanpa perlu ditanya sepertinya
dia sudah siap menjawab.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
“Kamu berubah! Semenjak memiliki pasangan, kamu berubah.
Sedemikian berubahnya sampai kamu tidak lagi mengenali siapa dirimu sendiri” Setelah
mengatakan itu sosok dalam cermin usang menghilang dan yang aku rasakan hanyalah
hitam.</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-54499313675625091692013-12-27T14:33:00.000+07:002013-12-27T14:33:36.954+07:00Selamat Ulang Tahun, Jiwa!<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjytWzAmOy4cQCiFCSg9ABVFmW11wRDuT8Z6Xb1WJNHBUZ2AdHEXRWqRf5VHqyOZJGpCshxSKn3Su8UBchSPehVs2xHQY6MTDOgUPDSQYNEpIE7UjQVXVCmMcLfF-qf_L6cMUzz7xjliio/s1600/151825523.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjytWzAmOy4cQCiFCSg9ABVFmW11wRDuT8Z6Xb1WJNHBUZ2AdHEXRWqRf5VHqyOZJGpCshxSKn3Su8UBchSPehVs2xHQY6MTDOgUPDSQYNEpIE7UjQVXVCmMcLfF-qf_L6cMUzz7xjliio/s1600/151825523.jpg" /></a>Babak baru dalam kehidupan saya baru saja dimulai. Babak
yang seharusnya nanti saya isi dengan berbagai kebaikan dan kebenaran yang
tidak lagi penuh kompromi. Dulu sebelum sampai pada tahapan ini saya selalu
berdoa agar segera terbebaskan dari belenggu kelabu, terlepas dari area
abu-abu. Tapi sepertinya saya masih sedemikian betah terayunambingkan
ketidakpastian, hidup dengan pembenaran yang sebetulnya adalah sebuah
penyangkalan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Waktu terus begerak tak bisa ditahan, mengantarkan saya dari
satu undakan ke undakan di atasnya. Memapah saya pada tujuan yang entah seperti
apa karena saya juga belum tahu akhir ceritanya. Dan malam ini ribuan detik
mengantarkan saya pada gerbang babak baru yang harus saya jalani. Saya masih
terjaga dalam senyap guna melakukan ritual sederhana sebelum saya melangkah
pada gerbang baru yang akan terbuka perlahan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya duduk dalam perasaan sederhana. Berusaha merefleksi
apa-apa saja yang sudah saya lakukan di waktu terdahulu sebelum saya melangkah
melalui gerbang baru. Saya ingin di waktu yang masih tersisa, saya bisa
menandai hal-hal yang tidak boleh saya ulangi ketika kaki saya genap menjajak
pada babak baru yang tidak bisa saya undur-undur lagi. Saya ingin di akhir saya
merefleksi saya bisa lebur dalam perasaan syukur luar biasa karena lagi-lagi
saya masih diberi kesempatan yang luar biasa oleh Tuhan. Menjejak usia 32
Tahun.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tidak ada pesta. Tidak ada acara keriaan semisal menghentak
lantai dansa seperti yang sering saya lakukan ketika saya mendapatkan berkah
yang sama di tahun-tahun yang telah silam. Tidak ada kue tart, tidak ada nyala
lilin. Saya hanya ingin diam sambil terus bersyukur dan bersyukur. Menghitung
semua hadiah yang telah diberikan Tuhan dalam perjalanan sebuah jiwa, termasuk
perasaan mengerti bahwa kadang banyak mimpi yang hanya bisa dipelihara sebagai
mimpi. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya bersukur kepada Tuhan, bahwa sampai umur saya yang
ke-32 Tuhan tidak pernah pergi meninggalkan saya bahkan ketika saya sedang
alpa. Tuhan selalu ada ketika saya sedang butuh perbincangan misterius yang
berujung sebuah ketenangan. Kapan saja dan dimana saja. Saya juga bersyukur
kepada Tuhan karena telah diberikan keluarga, sahabat, teman, teman spesial dan
kolega yang turut juga menghiasi dan memberikan arti tersendiri dalam kehidupan
saya. Tanpa dukungan dari mereka semua maka saya tidak akan menjadi
siapa-siapa.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ijinkan saya di babak
baru ini mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
campur tangan dalam mendewasakan saya, baik dengan cara yang menyenangkan
ataupun yang menyakitkan. Semua saya maknai sebagai cara yang memang harus
dilalui agar saya keluar sebagai pemenang dan bukannya pecundang. Kalianlah
yang membuat saya menjadi sekuat ini, karena itu saya bersyukur dan berterima
kasih. Mengenal dan memiliki kalian adalah hal yag tidak akan pernah saya
sesali sampai mati. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Doa saya yang paling utama hari ini (masih) sama dengan
tahun-tahun sebelumnya, semoga saya diberi kesempatan untuk terus
bertransformasi menjadi manusia yang lebih baik dari hari ini. Merangkak dan
belajar menjadi seseorang yang hidup dalam kebenaran menurut Tuhan, bukan lagi
kebenaran menurut saya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tuhan, saya hanya ingin bahagia. Kalaupun bahagia menurut
saya sangat sulit untuk dikabulkan, maka ijinkan saya meminta diberi kebesaran
hati untuk berdamai dengan jalan yang telah Engkau gariskan. Ijinkan saya
meminta perasaan sederhana yang terus bertambah subur dalam memaknai takdir
yang telah Engkau tuliskan. Biarkan saya terus belajar mengerti bahagia yang
telah engkau tentukan. Amin.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selamat ulang tahun, Jiwa!...</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-61143384342064226222013-11-22T09:39:00.001+07:002013-11-22T09:39:19.254+07:00Meregang Nyawa<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBIDpZXP6q2DlroJNxPbh5jqjDK-D3ooK-Ux2TOrCSMmNTjzVAwRVbqVkNs2kNBYD1nw4wPNLF74YswAnvw8gXgkmC_OFDPKHR5wId2ETlUUlZPRM_7TuMxUdgBLIs4EpI3dIlHxQtR6I/s1600/72991313.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBIDpZXP6q2DlroJNxPbh5jqjDK-D3ooK-Ux2TOrCSMmNTjzVAwRVbqVkNs2kNBYD1nw4wPNLF74YswAnvw8gXgkmC_OFDPKHR5wId2ETlUUlZPRM_7TuMxUdgBLIs4EpI3dIlHxQtR6I/s1600/72991313.jpg" /></a>Aksaraku mati</div>
<div class="MsoNormal">
Semalam dia meregang nyawa di jalanan</div>
<div class="MsoNormal">
Menyisakan cerita yang menggenang belum usai</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aksaraku mati</div>
<div class="MsoNormal">
Tercerabut dari media tumbuhnya yang menawan</div>
<div class="MsoNormal">
Membawa kelukaan yang tidak bisa dijelaskan</div>
<div class="MsoNormal">
Berdarah kemudian melepas nafas satu satu</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dia datang telanjang</div>
<div class="MsoNormal">
Membelai harapan dengan raut muka yang menantang</div>
<div class="MsoNormal">
Kurapal dengan tangan yang sepenuhnya gemetar</div>
<div class="MsoNormal">
Memberinya pakaian agar sesuai dengan tema dan ruang</div>
<div class="MsoNormal">
Semenjak itu kucandu dia sampai Tuhan cemburu</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dia datang</div>
<div class="MsoNormal">
Menemani aku yang tengah kesepian</div>
<div class="MsoNormal">
Menarikan sebuah penghiburan dalam temaram</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aksaraku mati</div>
<div class="MsoNormal">
Setelah beberapa kali sekarat dan akhirnya kehabisan nafas</div>
<div class="MsoNormal">
Dia menyerah pada awal sebuah alenia</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aksaraku mati</div>
<div class="MsoNormal">
Membusuk khusuk dalam liang tak bertuan</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aksaraku mati</div>
<div class="MsoNormal">
Meninggalkan sebuah prosa tanpa akhiran</div>
<div class="MsoNormal">
Meninggalkan duka di ujung sebuah pengharapan</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aksaraku mati</div>
<div class="MsoNormal">
Dan aku yakin pasti akan hidup lagi</div>
<div class="MsoNormal">
Nanti</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-63805741394538322862013-10-04T14:59:00.000+07:002013-10-04T14:59:00.428+07:00Aku dan Kamu<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilYvCF4Vi-gWs3R9rYv6q7QQUBbmQZ7bpVI4gNrCVU8n8RxpBXHruKjY6fHQxk70L6isCyTevYCXPcfnylOKS9HZs5GjD2f4ZGuvWwSHk9EuhVsnh4qz2riRlOp8Vo4tyF89IXz_pnRE0/s1600/159342835.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilYvCF4Vi-gWs3R9rYv6q7QQUBbmQZ7bpVI4gNrCVU8n8RxpBXHruKjY6fHQxk70L6isCyTevYCXPcfnylOKS9HZs5GjD2f4ZGuvWwSHk9EuhVsnh4qz2riRlOp8Vo4tyF89IXz_pnRE0/s1600/159342835.jpg" /></a>Aku orangnya rapi dan kamu cenderung sangat berantakan. Dari
awal aku tidak pernah bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau kita berjalan
bersamaan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku orangnya teratur, akan mengembalikan sesuatu ke
tempatnya semula untuk sejuta alasan. Sementara kamu orangnya serampangan, sesuka
hati meletakan barang yang diambil di tempat baru yang sebetulnya tidak cocok
dengan ruang. Kamu bilang nanti juga ada yang membereskan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku seringkali kesal.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kamu anak tunggal, terbiasa mendapatkan apa yang kamu
inginkan sendirian. Tidak banyak pengalaman bagaimana berbagi mainan ataupun
perasaan sementara aku anak sulung yang dituntut punya banyak tanggung jawab
dan memberi perhatian. Bisakah kita menemukan jalanan untuk bersama dari
sebegitu banyak persimpangan? </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tidak sedikit dihantui ragu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku membatasi makan dengan alasan menjaga badan. Bagiku
gemuk itu adanya di kepala, di dalam stigma. Jadi seberapapun orang bilang aku
sudah kurusan, aku tetap merasa memiliki berat badan yang berlebihan. Bodoh
memang, tapi itu yang kejadian. Kamu hobi membeli berbagai jenis varian
makanan. Hanya dibeli dan bukan dimakan. Kalaupun dimakan, itu hanya seperti
hiburan. Dicicip sedikit dan kemudian bosan. Tanpa rasa bersalah kamu memintaku
untuk menghabiskan, dan seringkali aku menolak meski ujung-ujungnya tetap aku
makan untuk alasan menghindari pertengkaran. Kamu tidak suka aku berdiet
sementara aku kikuk dengan bentuk badanku yang sekarang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tidak suka pada sikapku yang tidak kukuh pada pendirian.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sumbu emosiku pendek, mudah tersulut oleh hal-hal sepele
ketika sesuatu tidak berjalan seperti apa yang aku inginkan. Emosimu mudah meledak-ledak,
bahkan oleh hal yang seharusnya tidak menjadi sumber kemarahan. Bisa
dibayangkan bagaimana jadinya kalau kita sedang bertengkar. Mungkin seperti
memelihara 2 bom waktu yang siap meledak dalam waktu yang bersamaan. Aku lantas
berpikir dapatkah aku melakukan pemakluman untuk hal ini. Meredupkan sedikit
bara emosi ketika sedang terjadi pertentangan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku tidak yakin.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku hanya seorang pegawai pemerintahan. Dan kamu pasti benci
aku membubuhkan kata “hanya” di depan pegawai pemerintahan. Tapi aku ingat
dengan jelas bagaimana kamu menggugat. Katamu dengan background pendidikan yang
aku miliki, dengan kualitas yang kamu lihat ada padaku maka aku hanya membuang
banyak kesempatan dengan menjadi pegawai pemerintahan. Aku berdalih kalau ini
adalah pilihan, seperti halnya kamu yang memilih untuk menjalankan bisnismu
sendiri ketimbang bekerja di bawah orang. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku punya penghasilan. Cukup walau tidak berlebihan. Aku
mandiri secara finansial, tidak akan bergantung pada siapapun untuk sekedar
mencukupi berbagai jenis kebutuhan. Penghasilanmu jauh lebih besar dibandingkan
dengan yang aku dapatkan. Kemadirian finansialmu mungkin akan jauh lebih
matang. Dan aku ketakutan akan pendapat orang apabila kita memutuskan untuk
jalan berisisian. Mungkin orang tidak tahu, tapi perbedaan yang jelas terlihat
akan mengundang banyak persepsi. Kamu bilang abaikan sementara aku terus
kepikiran. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku takut dinilai orang dekat denganmu memiliki motif
tertentu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku memiliki mantan, kamu pun demikian. Bedanya kamu selalu
mencari tahu siapa mantan-mantanku. Entah untuk apa padahal aku juga tidak
pernah menengok ke belakang. Sesekali memang dilakukan tapi hanya untuk
melakukan wisata hati, sekedar napak tilas tanpa ingin mengulang. Aku tidak
penasaran dengan mantan yang pernah mengisi kehidupanmu. Bukan tidak perhatian,
tapi aku merasa bahwa semua orang punya masa silam. Sekarang adalah sekarang.
Kemarin ada untuk memberikan sebuah pelajaran.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Banyak pertentangan. Banyak perbedaan. Aku dan kamu seolah
bertolak belakang dari berbagai aspek yang sedang dinilaikan. Tidak sedikit
keragu-raguan. Sering muncul banyak ketakutan. Goyah justru sebelum langkah
pertama dilakukan. Pengecut untuk lantang mengikrarkan apa yang tengah hati
rasakan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Waktu membuktikan. Memupus semua ketakutan, menghilangkan
semua bentuk keragu-raguan. Aku bahkan tidak pernah menyangka akan dicintai
sehebat ini. Aku juga tidak pernah menduga kalau aku mampu berdamai dengan sekian
banyak perbedaan. Dan berhasil. Aku dan kamu berhasil membuktikan. Ketakutan
dan keragu-raguan bisa dihilangkan dengan menanamkan kepercayaan. Percaya kalau
kita akan mampu keluar dari kungkungan dan menjadi pemenang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku mencintaimu tanpa ada lagi keragu-raguan. Aku
menyayangimu tanpa bumbu ketakutan dikata-katai orang. Selamat ulang tahun,
Sayang.</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-12812887060657628322013-10-01T15:19:00.001+07:002013-10-01T15:19:03.885+07:00Menyalin Wajah<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFKdec0qrQfmEA9oT2TEVF_hIXUXxc_zEtGM-oZyTrYG1WvcnY1Y-RTISlGEw_V_ZkuFdlRY8yv3kGfGUeF6sC7re5vWQFuc9dJl5SNZ4cufeWk4Gkw5VXTtL19lRm4d7xjhiCOCOY7hY/s1600/82214615.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFKdec0qrQfmEA9oT2TEVF_hIXUXxc_zEtGM-oZyTrYG1WvcnY1Y-RTISlGEw_V_ZkuFdlRY8yv3kGfGUeF6sC7re5vWQFuc9dJl5SNZ4cufeWk4Gkw5VXTtL19lRm4d7xjhiCOCOY7hY/s1600/82214615.jpg" /></a>Kesalahanku hanya satu. Terlalu khusuk menyalin wajahmu
sepanjang perjalanan hari itu. Wajah yang rautnya aku salin sempurna dalam
lembar-lembar ingatan terbaik yang pernah aku punya. Tidak hanya raut yang aku
gambar, tapi aku selipkan juga rona-rona yang terhias bagai pelangi yang muncul
setelah hujan sore hari.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kesalahanku hanya itu. Kesempurnaan replika yang aku salin
dalam lembar terbaik ingatan ternyata sulit untuk dienyahkan. Bahkan ketika
kesakitan dia hidangkan di altar sebagai bukti ketidaksetiaan yang akhirnya
terbongkar. Wajah itu tetap berada di sana, menempati tempat yang paling
istimewa padahal rasa terhadapnya sudah tidak pernah lagi ada. Mungkin secara
tidak sadar aku justru memeliharanya, membiarkan dia tetap subur dalam ranah
ingatan dengan substrat sejumput kenangan usang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sebetulnya tidak ada yang layak dikenang. Potongan-potongan
cerita yang dulu terasa indah hanyalah sebuah kiasan. Bumbu yang justru
menyamarkan dari rasa yang sesungguhnya terhidang. Sayang lidah suka akan
tipuan sehingga seringkali tidak bisa membedakan mana kenyataan dan yang mana
kebohongan. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku terlalu khusuk menyalin wajahmu sampai otak menolak
lupa. Tidak hanya dulu, tapi hingga saat ini. Dan aku menyesal. Dengan keterbatasan
kemampuanku membuat pola bagaimana bisa wajahmu justru tergambar dengan
sempurna. Dengan keterbataan tanganku menghubungkan satu titik kordinat ke
titik koordinat berikutnya, bagaimana rautmu justru tercipta tanpa cela. Aku
ingat semua, bahkan setiap detail yang kadang orang lain tidak menyadarinya.
Aku ingat semua, bahkan pada bekas luka yang kamu tutupi dengan sejumlah
perona.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ternyata aku salah. Yang aku salin dengan khusuk justru
adalah sebuah topeng. Penghalang yang kamu kenakan untuk menyamarkan siapa yang
sesungguhnya ada di belakang. Berbulan-bulan aku gambar wajahmu dalam berlembar-lembar
kertas buram dengan penampakan yang nyaris sempurna. Ratusan malam aku habiskan
tinta hanya untuk membubuhkan semua tanda yang aku rekam ketika mata terjaga.
Dan itu sebuah kesalahan. Sketsa itu masuk ke dalam ranah ingatan jangka
panjang hingga sekarang. Tidak mau enyah, bercokol tidak beritikad pergi.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku sudah jauh berjalan selayaknya kamu yang mungkin sudah
ditelan penggalan-penggalan kisah yang terjelang. Aku sudah banyak menyicip
jalinan-jalinan baru yang ditawarkan ketika aku berjalan meniti tujuan, tapi
otak tetap nenolak lupa. Wajahmu yang dengan khusuk aku salin waktu dulu
senantiasa menyambangiku. Mendatangi bahakan di saat sesungguhnya aku sedang
ingin sendirian. Datang tanpa diundang justru menyulitkan karena seringkali aku
tidak punya ancang-ancang. Tiba-tiba terpelanting karena tidak siap menerima
kehadiran sosok yang wajahnya aku salin dengan khusuk meski hanya serupa bayangan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kesalahanku hanya satu. Terlalu khusuk menyalin wajahmu
sehingga menepel pada ranah ingatan yang sulit dienyahkan. Dengan sekali
kejapan aku bisa meningat semuanya, mengesampingkan kesakitan yang sering kamu
pertontonkan. Dengan satu helaan nafas, kamu sempurna terhadirkan mengalahkan
luka yang sebetulnya tidak bisa disebut kering benar.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi kali ini aku
bersungguh-sungguh ingin lupa. Selamanya.</div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-56209910930531769052013-09-24T15:15:00.000+07:002013-09-24T15:15:05.783+07:00(Ditinggal) Menikah<div class="MsoNormal">
Semalam kamu paksa aku untuk ikut bermobil denganmu. Hari
sudah teramat larut dan rasanya lelah telah memberondongku untuk sekedar
menikmati gelap. Kamu tetap memaksa meski aku sudah berulang kali menolaknya.
Kamu bilang ada sesuatu yang penting.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bahasa tubuhmu menggambarkan sebuah kerisauan. Entah apa,
yang pasti aku melihat sebuah beban bergelayut di wajahmu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika kutanya kita mau kemana, kamu hanya menjawab singkat.
“Nanti juga tahu!”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketika kutanya mau membicarakan apa, kamu juga menjawab
dengan singkat. “Nanti kalau sudah sampai disana, kamu juga akan tahu!”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Hening lebih banyak mendominasi perjalanan kita. Tidak
banyak percakapan yang tercipta, tidak banyak kata yang terlontar. Bosan. Dan
ketika aku berusaha membunuh kebosanan itu dengan bermain BB, kamu marah. Kamu
bilang aku tidak berempati dengan muatan beban yang akan kamu sampaikan
kepadaku. Aku menyerah, akhirnya aku hanya berusaha menikmati alunan musik dari
speaker di mobilmu malam itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mobil menepi di tepian jalan dengan pemandangan kota
Bandung. Sejauh mata memandang yang tampak hanyalah kelipan lampu rumah-rumah
penduduk yang membuat semuanya jauh lebih indah. Aku ingat tempat ini,
tempat dimana kita sering menghabiskan
malam-malam panjang tanpa tujuan. Menikmati pekat, menghitung bintang. Disini
juga kita sering berbagi cerita tentang apapun. Saling mencaci, saling
mentertawakan kebodohan masing-masing.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku akan menikah!” dia berkata tiba-tiba. Posisi tubuhnya
berada beberapa meter di depanku sehingga aku tidak bisa melihat raut wajahnya
ketika dia mengatakan hal itu. Tapi dari getar suaranya, aku tahu kalau dia
mengatakannya dengan penuh kehati-hatian.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku sudah tahu” jawabku singkat</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Kamu tidak keberatan? Maksudku kamu tidak apa-apa?” dia
bertanya dengan posisi masih memunggungiku. Lagi-lagi aku kehilangan momen
mengamati wajahnya ketika berkata semua itu. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Untuk apa aku harus keberatan? Dari awal aku sudah bilang
bahwa kalau kamu mau menikah ya tidak apa-apa. Jangan mengkhawatirkanku, aku
baik-baik saja dan itu bukan masalah besar. Ini semua hanya masalah waktu,
kalau waktu lebih berpihak kepadamu sehingga membuatmu harus menikah lebih dulu
aku ridho”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Benarkah?” Dia bertanya lagi. Kali ini dia membalikan
tubuhnya dan memandangku.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Sungguh. Jodohmu lebih dahulu sampai, tidak ada alasan
untuk menunda-nundanya lagi. Tidak perlulah memperhatikan perasaanku, aku akan
seperti biasanya. Mendukungmu dengan segenap kesungguhan. Bukan salahmu juga
kalau jodohku datang terlambat, meski kamu harus yakin seperti halnya aku kalau
jodohku itu akan datang suatu hari nanti. Sekali lagi ini hanya masalah waktu”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiba-tiba dia menghambur ke arahku kemudian memelukku dan
berkata “ terima kasih atas pengertianmu”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Malam itu, di bawah jutaan bintang yang dihadirkan langit
malam Bandung yang cerah dua orang laki-laki berpelukan erat. Tidak lagi ada
beban dari laki-laki yang selalu memanggilku AA. Semuanya lenyap menguap
seiring dengan angin yang mengigilkan tubuh karena malam semakin condong ke
arah pagi.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Adikku akan segera menikah, melangkahiku. </div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-14877742745399919472013-08-22T15:43:00.003+07:002013-08-22T15:43:31.107+07:00Dahulu<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwr4G-nGU7N2xLYXVdntVwqf555FlNskdzLpi7yAFLeUlhZXb3_wUROU0CkVGKaL6F-ioa71UiO9aCZK6KPRBViO7nOUieMfnuexXYxRaGIATmWYf5j3SuMCke_5gGd8OuFgxsl8kcfgQ/s1600/sb10063811b-001.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwr4G-nGU7N2xLYXVdntVwqf555FlNskdzLpi7yAFLeUlhZXb3_wUROU0CkVGKaL6F-ioa71UiO9aCZK6KPRBViO7nOUieMfnuexXYxRaGIATmWYf5j3SuMCke_5gGd8OuFgxsl8kcfgQ/s1600/sb10063811b-001.jpg" /></a><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: justify;">Kaget. Itu yang pertama
aku rasakan ketika untuk pertama kalinya setelah kehilangan kontak hampir
setahun lebih mendengar suaramu kembali. Tawamu, nafasmu, pelafalan huruf R
yang terdengar lucu, semuanya membuka lembar demi lembar memori yang
sesungguhnya sudah kusimpan rapih dalam salah satu kotak kenangan di dalam
hatiku.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%; text-align: justify;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Mendengar suaramu
kembali meskipun di telpon memaksaku untuk kemudian membongkar semua ingatan
masa laluku denganmu. Masa dimana dulu pernah kita jalani titian penuh pelangi.
Mejikuhibiniu. Indah. Aku masih ingat semuanya, kenangan tentangmu memang
kusimpan rapih disana, di kuadran khusus dalam siklus perjalanan hidupku.
Ibarat pasir pantai, koyak oleh ombak tapi setelah itu rapi kembali<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Masih bisa kurasakan
hangatnya jabat tanganmu ketika kita berkenalan untuk pertama kalinya. Di
Jepang. Ya, di negeri matahari terbit itu aku mengenalmu. Saat itu kita masih
sama-sama bego, sama-sama bingung. Berjalan di selasar salah satu kampus,
mencari kantor administrasi yang mengurus beasiswa kita. Kita sama-sama dapat
beasiswa untuk short course di universitas tersebut. Perbedaan foundation yang
memberi beasiswa yang membuat kita tidak pernah bertemu sebelumnya di Indo.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Lucu memang kalo
mengingat masa itu. Masa-masa penuh perjuangan, penyesuaian dan yang paling
indah tentunya masa ketika bunga sakura bermekaran seiring dengan mekarnya
bunga cinta kita. Aku nggak tahu kenapa rasa itu bisa muncul. Apakah
kebersamaan kita yang menyebabkan semuanya? Aku nggak peduli, yang pasti aku sangat
bahagia mengenal dan kemudian jatuh cinta kepadamu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kita seringkali sibuk
dengan urusan kita masing-masing, maklum kita memang beda jurusan. Studiku
lebih banyak mengharuskan aku untuk berada di laboratorium, sementara waktumu
lebih luang. Tapi itu tak menjadikan jalan keluar. Waktu studi yang terbatas
membuat kita menjadi lebih egois, menjadi tidak memperhatikan perasaan
masing-masing. Rasanya menjadi hambar. Kita tersadar ketika setahun berlalu dan
kita sama-sama harus balik. Aku masih ingat jelas janji kita untuk melanjutkan
studi di kota yang sama suatu hari nanti, barengan. Janji yang indah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Semenjak pulang ke
Indo, kita jarang berhubungan. SMS dan telpon hanya berbunyi datar, tak mampu
memendarkan bara yang tersisa. Kemudian lama tak kudengar kabar darimu, dan
tiba-tiba aku mengetahui bahwa kamu sedang mengambil studi mastermu di Amerika.
Kamu memang lebih beruntung, beasiswaku tak kunjung datang. Makanya aku
memutuskan untuk mengambil studi masterku di Indonesia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Hari ini, disaat
lebaran, kamu kemudian menghubungiku. Sekedar melepas rindu katamu. Mumpung
lagi liburan sebelum kamu balik ke amrik bulan Februari besok. Kehadiran yang
sesungguhnya tak aku harapkan karena aku tahu pada akhirnya hanya akan
meninggalkan perih. Meninggalkan luka yang kembali menganga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Komunikasi kita kali
ini memang tak sebatas suara, tapi raga bernyawa ikut terlibat. My God,
akhirnya aku bisa melihatmu lagi. Kamu masih seperti yang dulu. Tak berubah,
hanya banyak raut kedewasaan yang kulihat bertambah disana. Aku tahu kamu bukan
kamu yang dulu, tapi aku yakin rasa itu masih ada di dalam hatimu. Rasa yang
sama, yang pernah ada tujuh tahun yang lalu saat bunga sakura dan tsubuki
bermekaran.<o:p></o:p></span></div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-13200700704442652952013-08-05T14:24:00.001+07:002013-08-05T14:24:04.931+07:00Spiritual Journey<div class="MsoNormal">
“Cuuuuuuh” Tiba-tiba
anak kecil itu meludahi saya. Untung saya berhasil menghindar sehingga ludah
anak kecil itu tidak membasahi baju ikhram yang sedang saya kenakan. Sempat
hilang kesadaran beberapa saat kemudian saya teringat dan mengucapkan istigfar
beberapa kali. Istigfar yang saya lanjutkan dengan permohonan ampunan kepada
Allah Sang Pemilik Hidup. Saya takut ini merupakan balasan dari apa yang pernah
saya lakukan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Anak kecil itu seorang perempuan. Berdarah arab yang
terlihat jelas dari bentuk hidung dan matanya. Duduk di kursi roda di sekitaran
maqom Ibrahim. Entah cacat atau tidak karena bisa jadi dia hanya didudukan di
atas kursi roda milik kerabatnya, saya tidak tahu. Yang pasti ketika saya baru
selesai menyempurnakan tawaf umroh saya di putaran ketujuh, ketika peluh masih
belum kering membasahi hampir seluruh permukaan kulit, saya tanpa sengaja
mengamatinya. Matanya yang polos memperhatikan saya seperti mengiba dari
kejauhan. Lewat sorot matanya dia membewarakan kesedihan yang mendalam. Menurut
saya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mata kami terus berpandangan sampai akhirnya saya memiliki
kesempatan untuk medekatinya. Saya sengaja melewati anak kecil itu ketika akan
melaksanakan shalat mutlak di belakang maqom Ibrahim sebelum prosesi sa’i.
Ketika saya berjalan mendekat, dia terus menatap saya dengan sorot yang sama.
Tidak berubah, tidak bergeming. Hati saya menciut seperti bisa merasakan pesan
sedih yang dia ingin sampaikan. Karenanya ketika saya tepat berada di
hadapannya, saya membungkukkan badan sambil mengusap tangannya dan mengucapkan “Assalamualaikum”.
Seketika kemudian dia meludahi saya. Astagfirullah.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Entah kenapa dia meludahi saya, saya tidak tahu. Saya hanya
beranjak meninggalkan anak itu sambil mengucap istigfar berulang-ulang. Dari
jauh saya melirik ke arah anak itu dan dia masih saja memandangi saya dengan
tatapan yang serupa. Saya anggap ini mungkin ganjaran atas kelakuan saya selama
di tanah air sehingga selesai shalat mutlak saya berdoa memohon pengampunan.
Saya menceritakan kejadian tersebut kepada pembimbing saya ketika menuju ke
bukit Safa, saya bertanya apakah saya perlu shalat taubat karena kejadian tadi.
Pembimbing saya bilang tidak perlu, cukuplah beristigfar dan memohon
pengampunan dari Allah. Satu yang membuat saya sedikit tenang, pembimbing saya
bilang mungkin anak kecil tadi meludahi karena dia saya sentuh tangannya.
Budaya di Arab memang tidak membolehkan laki-laki menyentuh perempuan yang
bukan mukhrimnya, dan itu sudah diajarkan dari mereka kecil. Ya semoga saja itu
hanya kesalahan saya sebatas menyentuhnya. Amin.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Siapa yang tidak takut akan balasan atas banyak kesalahan?
Sudah menjadi cerita kalau kita sedang berada di Tanah Haram maka akan banyak
kejadian yang berupa balasan dari semua yang sudah pernah kita lakukan. Saya
pun demikian. Sebelum berangkat dari tanah air saya melakukan shalat taubat.
Meminta pengampunan dari banyak dosa, meminta dijauhkan dari segala macam
balasan atas apa yang pernah saya lakukan. Tapi kalaupun harus kejadian maka
saya meminta perasaan iklhas yang paling rebah dengan tanah. Itu saja.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya sadar benar kalau saya bukan orang yang sangat baik,
tapi saya juga tidak jahat. Kalau soal dosa, saya berdalaih karena saya manusia.
Gudangnya dosa. Karenanya ketika menginjakan kaki di Tanah Haram baik itu Madinah
maupun Mekkah, saya sudah ikhlas lahir batin kalau ada kejadian yang akan
membuat sadar kalau itu adalah balasan. Alangkah lebih baik menurut saya kalau
saya diingatkan meskipun dengan cara dibalas oleh hal yang tidak mengenakan.
Setidaknya saya langsung bisa meminta sebentuk pengampunan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ternyata manusia juga gudangnya ketakutan.
Ketakutan-ketakutan yang saya khawatirkan akan mendapatkan balasan langsung
alhamdulillah tidak kejadian. Dan mungkin Allah punya cara lain untuk
membalasnya nanti kemudian, lagi-lagi saya hanya bisa berserah dan pasrah. Saya
berdoa agar saya selalu diberi waktu untuk bertaubat sebelum datangnya hari
pembalasan. Amiiin.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Selama di Tanah Haram saya justru mendapatkan banyak
kemudahan. Saya bisa berulang-ulang shalat di Rawdah yang penuh sesak dan masuknya
saling berebutan. Rawdah berada di dalam masjid Nabawi di Madinah. Rawdah
merupakan mimbar tempat Rasulullah memimpin shalat, dan Rawdah ini pulalah yang
disebut sebagai Taman Surga. Tidak heran banyak orang berebutan untuk bisa
shalat di sana. Di Madinah saya juga berkesempatan beberapa kali bershalawat di
makam Nabi yang tidak kalah sesaknya. Pernah ketika saya sesenggukan ingat dosa
selepas shalat duha di Nabawi, orang arab di sebelah saya menepuk bahu dan
menawarkan tisue. Saya ambil satu tapi dia bersikeras agar saya mengambil
lebih. Dan sesenggukan saya semakin menjadi setelahnya. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Masih di hari yang sama setelah shalat duha dan kejadian
saya diberi tisue, seperti biasa sebelum pulang ke hotel saya pasti mengisi
botol air minum saya dengan air zam-zam yang banyak tersedia di dalam masjid.
Karena jarak yang sangat pendek antara kran galon dengan lantai maka untuk
mengisi botol biasanya jamaah mengisi berulang kali menggunakan gelas platik
yang juga tersedia di situ. Pagi itu saya duduk di depan galon dan mulai mengisi
gelas pertama, tapi belum juga penuh saya ditepuk oleh orang di belakang saya.
Ketika saya menoleh, saya menemui orang india yang tanpa banyak bicara
menepuk-nepuk galon tempat saya mengambil air. Setelah itu dia mengangkatnya
sehingga saya bisa langsung mengisikan zam-zam ke dalam botol minum tanpa harus
berulang kali menuangnya perantaraan gelas. Saya mengucapkan “syukron” ketika
botol minuman saya telah penuh kemudian pamit pergi. Beberapa langkah saya
menoleh lagi dan sudah tidak ada orang yang tadi menolong saya. Entah kemana.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Di Mekkah lain lagi. Pernah suatu saat saya keluar dari
Masjidil Haram, berjalan pelan menuju hotel sambil mengamati ribuan orang yang
berlalu lalang. Dalam hati saya berkata “Kok nggak ada orang cina yah?”
kemudian melanjutkan perjalanan pulang menuju hotel. Beberapa meter sebelum pintu
hotel saya merasa ada yang menjajari langkah saya, cuaca panas dengan suhu
hampir 50<sup> </sup>derajat membuat saya lebih sering menutupi kepala dengan
sorban dan berjalan menunduk. Karena terhalang pinggiran sorban tersebut
kemudian saya mendongakan kepala dan menoleh. Ada bapak-bapak yang berjalalan
bersisian dengan saya. Melihat saya menengokan kepala dia kemudian tersenyum
dan mengajak bersalaman. Dia lalu bertanya “Are you from Indonesia?” Ketika
saya menganggukan kepala dia kemudian bilang “I’m from China”. Subhanallah,
hanya itu yang keluar dari mulut saya yang menganga.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Alhamdulillah di perjalanan Umrah kali ini saya juga
berkesempatan memegang Hajar Aswad. Batu hitam di salah satu sudut Kabah. Awalnya
saya sangsi melihat ribuan orang yang berebut ingin memegang bahkan menciumnya.
Tapi ketika saya tawaf sunnah selepas shalat dzuhur, saya merasa ada yang
mendorong saya untuk terus mengelilingi kabah di putaran yang paling kecil
hingga jarak saya sedemikian dekat dengan batu itu. Sambil berdoa dan
melafadzkan nama Allah saya berhasil menyeruak masuk ke dalam kerumunan
orang-orang tersebut dan tangan saya bisa dengan leluasa mengelus batu hitam
tersebut. Hanya saja ketika saya mencoba untuk membungkukkan badan ingin
menciumnya, dari arah samping ada laki-laki arab berukuran badan 3 kali lebih
besar dari saya mendorong sehingga saya terpelanting ke samping. Sadar saya
tidak mungkin maju lagi, perlahan saya mundur dak keluar dari kerumunan. Rezeki
saya hanya sampai mengelus, itupun sudah syukur Alhamdulillah.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kejadian di Masjidil Haram yang paling membuat saya
merinding adalah kejadian ketika saya Shalat dzuhur berjamaah untuk terakhir
kalinya. Selepas salam seperti biasa saya beristigfar kemudian membaca shalawat
dan takbir. Ketika sedang membaca shalawat, saat masjid masih dalam kondisi
penuh bahkan shaft masih terisi penuh kecuali orang di sebelah saya yang entah
kemana ada laki-laki yang tiba-tiba duduk di sebelah saya. Dia menepuk bahu
saya kemudian saya menoleh. Saya bisa jelas melihat dia kecuali mukanya karena
tertunduk sangat dalam. Putih, bersih, botak dan wangi. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dia bertanya “Are you malaysian?” Bukan, saya bilang “I’m
Indonesian”. Dia kemudian memperkenalkan namanya dan asalnya yang dari Yaman.
Sayang saya tidak jelas mendengar namanya ketika dia menyebutkannya tadi. Dia
bilang “I have no money, can i ask you some?” sambil menunjuk saku di dadanya
dan tetap dengan tertunduk dalam. Saya balik bertanya “How much do you need?”
Dia bilang “Up to You”. Saya lalu mengambil uang dari dalam tas sebanyak 10
real dan bertanya “it is enough?” Dia bilang “yes” kemudian “Syukron”. Setelah
mengantongi uang dia berdiri dan pergi. Saya memasukan dompet lagi ke dalam tas
dan ketika saya menengok ke arah dia pergi saya tidak menemukannya, padahal
jarak saya memasukan dompet dengan menengok tidak lebih dari 10 detik.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Sampai hari ini saya masih dengan jelas bisa mengingat baju
yang dia kenakan dan wangi yang semerbak dari tubuhnya. Entahlah dia siapa,
saya juga tidak tahu. Mungkin saya dimintai uang karena saya kurang bersedekah
di Indonesia, atau bisa jadi dia itu adalah..... Sudahlah tidak perlu
menebak-nebak yang pasti saya ridha memberikan uang itu, bahkan kalau diingat
sekarang rasanya kurang saya memberinya hanya 10 real mengingat harga kopi di
luar pelataran mesjid saja mencapai harga 13 real. Ya semoga saja dia masih
mendapatkan derma dari orang-orang yang dimintanya seperti saya. Amin.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Banyak pengalaman yang saya petik dari perjalanan Umrah
kemarin. Tapi yang paling berharga untuk saya adalah perjalanan rohani ini
membuat saya semakin sabar, semakin ikhlas dan semakin nrimo. Tidak selamanya
apa yang saya inginkan akan dikabulkan. Tidak semua yang ingin saya hindarkan
akan selamanya terhindar. Jadi tetaplah saja berdoa dan menghamba. Semoga saja
perasaan ini tidak hanya bertahan sampai sekarang, tapi sampai tahun-tahun ke
depan. Kalau bisa sampai saya mati nanti. Amiin. Mohon saya didoakan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b>APIS : Rindu Kabah <span style="font-family: Wingdings;">L</span></b></div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-651824519443623913.post-14187939193439076582013-07-27T21:59:00.001+07:002013-07-27T22:02:46.604+07:00MATI<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzIARYwZsJPvvYYvw3WBYuOL7HiwGT4OSJt4T5PQcXqUpnjpQZ-LiuQqpwjCKE3cxwMfBtlnPd3pQCgh3vWV9CAN-TVkD6FOdUSKEqm9vsr7FY0pJs9OR48K9T6nwk-G7KJR-9ntf8GNQ/s1600/mati.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzIARYwZsJPvvYYvw3WBYuOL7HiwGT4OSJt4T5PQcXqUpnjpQZ-LiuQqpwjCKE3cxwMfBtlnPd3pQCgh3vWV9CAN-TVkD6FOdUSKEqm9vsr7FY0pJs9OR48K9T6nwk-G7KJR-9ntf8GNQ/s1600/mati.jpg" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
Inikah Mati?</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sebuah lorong gelap
dengan cahaya samar di kejauhan saat kemampuan mata hanya terbatas sampai sana.
Lorong yang banyak orang perbincangkan karena merupakan penghubung antara dunia
kasat mata dengan dunia antah berantah yang mereka sebut akhirat. Sebetulnya
aku ragu, dari mana mereka tahu tentang lorong ini padahal mereka belum
mengecap mati.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Inikah Mati?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Saat raga merasa
melayang seringan awan. Tanpa beban, tanpa persoalan. Katanya tidak berlaku
lagi hukum gravitasi Newton yang membuat kita menapak pada tanah. Sesuatu yang
juga katanya membedakan antara massa dengan berat. Entahlah apa itu karena aku
sama sekali tidak mengerti. Yang aku tahu adalah sekarang aku melangkah bagai
terbang. Tidak kurasakan gaya gesek yang biasanya menempelkan telapak kakiku
pada tanah. Aku benar-benar melayang. Tanpa sayap.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kerongkonganku berat.
Tak ada lagi suara yang bisa aku keluarkan dari sana, padahal banyak sekali
kalimat yang ingin aku sampaikan. Bukan protes karena aku ingat bahwa kalau
mati itu sudah tiba maka katanya tidak ada lagi proses tawar menawar. Katanya
sejago apapun aku berkelit kata, semuanya hanya akan sia-sia. Lagi-lagi
katanya, karena sungguh ini adalah pengalamanku yang pertama.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Inikah Mati?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kulihat seseorang
dengan wajah berpendarkan cahaya menunggu di ujung penglihatan. Seseorang
dengan wujud yang tidak pernah kukenali sebelumnya. Diakah yang disebut
malaikat? Perpanjangan tangan Tuhan yang bertugas untuk menghitung berapa
banyak kebaikan dan kenistaan yang sudah aku lakukan? Tiba-tiba aku gemetaran.
Kepalaku berdenyut tidak karuan karena sebelum aku sampai pada sosok itu,
kepalaku mencoba menghitung. Semakin mendekat, semakin baur hitungan yang sudah
aku lakukan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Aku tahu aku banyak
dosa. Aku tahu hidupku nista. Aku meracau sambil terus berjalan mendekat ke
arahnya. Mungkin sebenarnya aku tidak berjalan karena kakiku tidak berasa
melangkah. Mungkin juga aku sebenarnya tidak mendekat karena dalam diriku aku
merasa berlari menghindar. Sekuat tenaga aku beringsut mundur tetapi kenapa tetap
saja jarak antara kami justru mendekat padahal dia tidak bergerak. Kepalaku
semakin berdenyut. Telingaku semakin berdengung. Mataku semakin silau karena
semakin dekat dia semakin berpendar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Inikah Mati?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Bingung. Tidak ada
sekelompok orang dengan jubah putih dan jubah hitam yang berdiri bersebrangan
seperti yang aku lihat di film-film. Aku tidak bisa melihat mereka, padahal
keberadaannya bisa dijadikan petunjuk bagaimana statusku sekarang. Mati ataukah
bukan. Aku semakin limbung karena cahaya menyilaukan itu terus menghantam
mataku, membuatnya kehilangan daya akomodasi sama sekali.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Cahaya benderang itu
terus menghadang dan dengan sisa keberanian yang terkandung di badan, aku
berusaha menantang. Kubuka mataku lebih lebar, tak peduli kalau itu bisa
membutakan. Membakar retinaku sampai hitam. Aku tidak peduli karena entah dari
mana datangnya, keberanian itu terhunus bagai pedang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Cahaya itu masih
menyilaukan. Tapi perlahan aku menyadari kalau itu bukan datang dari sosok yang
tidak pernah aku kenali. Cahaya itu terasa akrab, datang dari balik terali di
atas jendela kamarku. Cahaya yang setiap harinya sengaja kubiarkan menerobos untuk
memberikan sensasi terang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Syukurlah, ternyata aku
belum mati. Itu hanya cahaya matahari.<br />
<br />
<b><i>Apisindica : Tiba-tiba ingat mati…</i></b><o:p></o:p></span></div>
Apisindicahttp://www.blogger.com/profile/18227048660343781959noreply@blogger.com0