Apa yang lebih menyakitkan dari mengetahui kalau selama ini
hidup dalam kebohongan? Kebohongan yang begitu menyesakan sampai rasanya tidak
sanggup lagi mengehela nafas untuk sekedar mengembangkan paru-paru. Kebohongan
yang mengoyak semua harapan yang pernah terlontar dan harapan yang masih
tersimpan rapi dalam bentuk angan.
Katanya semua itu adalah “white lies”. Bohong putih. Bohong
untuk kebaikan, meskipun aku tidak tahu untuk kebaikan siapa. Kebaikan aku?
Kebaikan mereka? Aku tidak punya jawaban.
Kalau aku boleh memilih, aku tidak pernah ingin tahu
kenyataan yang sebenarnya. Apalagi kenyataan ini tidak siap aku telan. Tidak
sekarang. Tidak nanti. Tidak kapanpun. Aku hanya ingin hidup dalam kebohongan
ini, sehingga aku tidak perlu merasakan kesakitan sebegini rupa. Tidak perlu
mengurai dari mana muasal semua ini berawal. Aku hanya ingin seperti kemarin.
Hidup dalam kebohongan yang tidak pernah aku tahu. Hidup dalam penyangkalan
kenyataan yang sudah membuatku sedemikian nyaman.
Salah aku apa? Tujuan apalagi Tuhan yang tengah Engkau
persiapkan? Terima kasih sudah memberi kepercayaan sedemikian besar, tapi aku
tidak sekuat apa yang Engkau bayangkan. Aku remuk, luruh bersama banyak mimpi
yang ranggas dalam sekali hentakan. Aku tidak punya lagi harapan, semuanya
sudah tergadaikan pada sesuatu yang sampai sekarang belum ingin aku percayai.
Hidup lebih dari 30 tahun dengan banyak kemudahan. Dengan
kenyamanan yang mengayunambingkan, membuat aku merasa menjadi orang yang paling
beruntung. Hidup berkecukupan tanpa pernah merasa rendah diri untuk sekedar
menghadapi kehidupan yang menantang. Dan aku bangga karenanya, memiliki dua
orang tua yang selayaknya titisan dari surga. Hadir untuk alasan mengantarkanku
pada gerbang tujuan. Hadir senantiasa mengayomi perjalanan hidupku yang
terkadang mudah tapi tak jarang pula sukar.
Ternyata aku salah. Kalau orang lain bilang bahwa anak itu
titipan, maka aku juga merupakan titipan. Titipan yang secara harfiah memang
sengaja dititipkan. Entah oleh siapa. Aku yang selama ini merasa bahwa orang
tuaku yang sekarang adalah orang tua yang pada tubuhku mengalir darah keduanya,
ternyata salah. Aku bukan anak kandung mereka. Aku bukan darah daging mereka.
Aku hanyalah anak angkat yang mereka ambil dari sebuah panti asuhan yang saat
ini panti asuhannyapun tidak bisa lagi dilacak keberadaannya.
Duh Gustiiiiiiiii, kenapa harus aku? Kenapa baru sekarang?
Kenapa tidak sejak dulu ketika aku belum sedemikian terninabobokan nyaman?
Kenapa tidak sejak dulu ketika aku belum menggelembungkan pengharapan seperti
yang harus aku kemasi sekarang. Kenapa? Kenapa Tuhan? Kenapa Mami? Kenapa Papi?
Kenapa baru sekarang?
Katanya cinta kedua orang tuaku yang ternyata bukan orang
tua kandungku tidak akan pernah berubah. Katanya aku memang bukan lahir dari
mereka, tapi aku hadir perantaraan mereka. Untuk masalah itu aku memang tidak akan
pernah ragu, tapi lagi-lagi aku bertanya kenapa harus sekarang? Apakah aku
dirasa sudah cukup usia untuk menelan pil pahit yang dijejalkan tanpa ada bantuan
air yang melicinkan tenggorokan. Kenapa tidak dari dulu? Karena kalau aku tahu
lebih awal mungkin kesakitan yang aku rasakan tidak seperti sekarang.
Jauh aku sudah berjalan dengan kebahagiaan yang ternyata
kiasan. Lama aku hidup dengan banyak kebanggaan yang ternyata sekarang harus
tergadai. Dan aku bisa apa? Menangis? Air mata tidak bisa merubah keadaan. Aku
akan tetap menjadi aku yang sekarang. Seorang anak pungut yang diambil dari sebuah
panti asuhan yang keberadaannya tinggal kenangan. Seorang anak pungut yang
diadopsi karena belas kasihan. Anak yang dipungut untuk dijadikan pancingan
karena sudah bertahun-tahun orang tuaku yang sekarang tidak juga diberi
keturunan.
Aku tentu saja berterima kasih kepada mereka, yang tanpa
banyak perhitungan sudah membesarkan aku sampai sekarang. Berkat mereka aku
mengeja banyak kemudahan. Karena mereka aku mengenal aspek kebahagiaan.
Kebahagiaan yang sekarang mau tidak mau harus aku terjemahkan ulang.
Kebahagiaan yang direnggut tanpa aku punya alasan untuk terus mempertahankan.
Bagaimanapun aku bukan anak kandung mereka, bagaimanapun hak aku sekarang
memiliki batasan.
Kenyataan ini membuatku limbung sehingga aku berharap tidak
bisa terjaga esok pagi ketika aku tertidur kelelahan mencari jawaban. Tapi
lagi-lagi aku harus mengetahui dari mana aku berasal. Siapakah orang tua
kandungku? Siapakah mereka? Bagaimana rupanya? Tidak. Aku tidak akan menghakimi
karena bagaimanapun berkat merekalah aku bisa mencicip hidup di dunia. Tapi aku
hanya ingin bertanya, kenapa aku dititipkan di panti asuhan yang sekarang
tinggal kenangan?
Kenapa?
Apakah aku anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan
sehingga tidak diinginkan?
Apakah aku adalah aib kalau kalian membesarkan tanpa perlu
menitipkanku di sebuah panti asuhan?
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?
.......................
......................
......................
......................
Kenapa tulisan ini tidak diposting kemarin ketika April mop?
Kenapa?
Maaf, Apisnya sibuk.
Happy Belated April Fools everyone........
5 komentar:
a' aku kaget bacanya -__-
@iwun: tertipuuuuuuu........
ngehe siahhh....
@manusia bodoh: xixixi, sabar dok!
Salam kenal, aq jg trtipuuu 😂😂😂
Posting Komentar