“Sebagaimanapun kita tidak suka dengan bagaimana caranya
mendapatkan pasangan, tetapi ketika akhirnya mereka berdua memutuskan untuk
menikah itu artinya mereka berdua berjodoh”
“Sebuah jalan Tuhan”
Itu yang saya tuliskan di wall Path saya hari minggu pagi
kemarin. Entah kenapa saya tergerak untuk menuliskan kalimat itu bahkan ketika
kesadaran saya belum seutuhnya penuh. Saya masih berbaring di tempat tidur
dengan selimut menutupi hampir seluruh permukaan badan. Dan saya seperti
dituntun untuk menuliskan kalimat tersebut. Tanpa tendensi. Tanpa kemarahan.
Ya, saya tidak lagi marah. Tidak lagi kesal dengan apa yang
selama ini saya simpan. Sebuah ketidaksukaan terhadap seseorang karena caranya
mendapatkan pasangan. Ketidaksukaan karena dia tega mengambil satu-satunya
pengharapan yang selama ini saya pelihara. Mungkin benar saya hanya
memeliharanya dalam angan, dalam bentuk impian, tapi saya menjaganya sambil
berdoa. Berharap jikalau semuanya akan berubah menjadi nyata. Menemukan
jalannya untuk direalisasi sehingga terbangun dari sebentuk mimpi.
Sebut saya berlebihan. Mengklaim sesuatu yang sebetulnya
tidak jelas ujung kesimpulannya. Memagari sesuatu yang sebetulnya memang belum
termiliki, belum menjadi bagian dari hati seperti yang selama ini saya rekam
dalam imagi. Seperti saya bilang, saya hanya memelihara mimpi. Memupuk
keinginan dalam angan. Berharap pada sesuatu yang saya tahu dari awal kalau apa
yang saya inginkan tidak akan pernah berlaku.
Tapi saya cukup bahagia dengan memilikinya sebagai mimpi.
Dan sahabat saya tahu itu. Dengannya saya berbagi, mengurai
semua apa yang saya rasakan pada seseorang yang belum bisa saya miliki.
Dengannya saya mentertawakan kebodohan saya sendiri karena saya seperti
dibutakan keadaan. Bertahan pada pijakan yang menurut saya benar. Melangkah
pada titian yang kalau saya terus perjuangkan akan membawa saya pada sebuah
tujuan.
Sahabat saya mengamini. Ikut mendoakan agar semua harap yang
saya panjatkan bisa bertemu dengan kenyataan. Atau paling tidak sebuah
kesadaran kalau sesungguhnya dia bukan orang yang tepat untuk terus dikejar.
Bukan orang yang pantas untuk terus diperjuangkan ketika dia lebih banyak
mempertontonkan penolakan meskipun dalam diam. Bersama sahabat saya itu,
semuanya saya lalui. Dan dia membuat saya kuat untuk terus berdiri dan berlari.
Mengejar dan meyakini apa yang menurut saya benar. Mungkin itulah gunanya
seorang sahabat.
Sampai suatu hari. Sahabat saya mengajak bertemu di tempat
biasa kami berbagi mimpi. Tidak ada firasat buruk, tidak ada prasangka karena
hal itu sudah biasa ketika saya berada di Bandung. Bertemu sekedar untuk
merecharge hati dengan cerita-cerita konyol yang kejadian selama kami
berjauhan. Mentertawakan hidup yang seringnya mentertawakan kami lebih duluan.
Bagaimana tidak, di usia kami yang tidak lagi muda kami belum lantas memiliki
seorang pasangan. Kasihan.
Kami bercerita seperti biasa. Membuka aib masing-masing dan
saling membully. Seperti itulah kami saling menyanyangi. Saling menunjukkan
kalau kami saling peduli, meski lewat hujatan. Dan kami tidak pernah sakit hati
karena kami sudah sama-sama mengerti. Lewat kalimat-kalimat yang menikam kami
berbagi kasih sayang. Mencintai dengan cara yang orang nilai anomali.
“Dia menyatakan cinta pada saya, dan saya menerimanya”
Begitu kalimat yang dia ucapkan diantara banyak percakapan sampah yang keluar
dari mulut kami sore itu. Saya sontak diam. Butuh beberapa saat untuk merespon
apa yang baru saja dia lontarkan. Saya menanggapinya sambil menata perasaan
yang tiba-tiba berantakan. Saya hanya bereaksi wajar, seolah-olah saya antusias
dengan apa yang dia sampaikan padahal kalau disimak benar hati saya sobek
perlahan.
Tidak ada alasan saya untuk keberatan toh seseorang yang
saya simpan dalam koridor mimpi itu memang belum termiliki. Saya hanya marah,
atau kecewa karena yang justru mengambilnya adalah sahabat saya sendiri. Orang
yang paling tahu bagaimana perasaan saya terhadap dia. Orang terdekat yang
tidak pernah lupa mendoakan untuk saya mendapat jalan sehingga bisa
berdampingan dengan impian yang selama ini saya simpan.
Setelah kejadian itu saya lebih banyak menghindar. Terdengar
picik dan kekanak-kanakan, tapi saya butuh waktu untuk proses penyembuhan. Saya
butuh banyak perenungan untuk menjadi mengerti kalau semua ini layak terjadi.
Saya juga butuh sendiri untuk menjawab banyak pertanyaan mengenai sejak kapan
dan bagaimana awalan semuanya bisa kejadian. Saya benar-benar butuh sendiri.
Bertemu dia dengan tergesa hanya akan membuat saya lebih jatuh dan terpuruk.
Semua berjalan seperti apa yang saya ingini. Sahabat saya
juga tidak memburu-buru agar saya cepat mengerti. Kami menggembok diri dengan
sunyi. Memagari semua kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi. Tidak saling
memaksakan diri bertemu untuk sekedar berbasa-basi. Masing-masing dari kami
saling menghindar.
Sebetulnya saya tidak layak untuk keberatan. Tidak layak
untuk marah pada keadaan yang menjadikan mereka kemudian sebagai pasangan.
Tidak ada hak saya untuk melarang, apalagi menghalang-halangi mereka yang entah
bagaimana bisa terlibat sebuah percintaan. Saya sebagai manusia biasa hanya
merasa dikhianati. Disabotase oleh orang yang kadang mengenal saya jauh dari
saya sendiri. Tapi saya bisa apa, saya hanya manusia biasa. Punya rasa sakit
ketika ditikam dari belakang.
Saya pelan-pelan memaafkan. Dalam diam karena saya masih
saja ingin menghindar. Sampai akhirnya sahabat saya mengabari duluan.
Membewarakan kalau seseorang yang pernah saya simpan dalam impian melamarnya
dan dia menerima. Bulan Januari mereka berencana untuk melangsungkan pernikahan.
Membaca bbm-nya membuat saya menangis, meratapi nasib saya. Tapi itu hanya
sebentar karena beberapa saat kemudian entah dengan kekuatan yang datangnya dari
mana, saya memiliki kekuatan untuk memaafkan dan melupakan.
Saya ikut bahagia karena saya percaya ada campur tangan
Tuhan di dalamnya. Tidak mungkin akan kejadian kalau Tuhan tidak mengizinkan.
Dengan bekal itu saya menulis kalimat yang saya share di wall Path saya, tanpa
ada lagi dendam.
3 komentar:
gokiiiiiiiiiiiiiiiillll...
ada beberapa yg typo tapi so far semuanya terwakili.. :p
Psssttt.... Sapa siih... •apa Ciba hihi•
salam kenal pamans
Posting Komentar