Lama-lama saya bosan.
Dulu saya merasa mungkin saya bukan orang yang enak untuk
dijadikan pacar, seseorang yang bisa diajak berbagi hati atau sekedar bertautan
pikiran dalam kerangka kasih sayang. Saya terlalu egois sehingga seringkali
hubungan yang sudah diinisiasi harus berakhir dengan berbagai alasan. Saya
bukan pecinta yang beruntung, tapi saya merasa sangat diberkahi karena
dikelilingi banyak kawan yang bisa saya andalkan. Setidaknya menghibur ketika
saya sedang banyak pikiran, mengalihkan masalah ke bentuk yang jauh lebih
menyenangkan.
Saya bersyukur karenanya. Dulu. Tapi kini satu per satu
banyak teman yang terjauhkan karena satu dan lain hal. Dan saya memaknainya
sebagai sesuatu yang wajar. Bagaimanapun keadaan tidak pernah bisa
dipertahankan seperti apa yang diharapkan. Waktu berperan, hubungan individu
campur tangan. Faktor-faktor itu akan membuat masing-masing orang melesat
dengan busur pada jalan yang berlainan. Memisahkan badan meski pikiran masih
bisa bertautan melalui banyak sarana yang bisa digunakan.
Meski begitu tetap saja saya tidak ingin dimanfaatkan. Bukan
berarti karena saya memiliki (mungkin) hati seperti peri, kemudian saya
diintimidasi. Dihadirkan hanya ketika dibutuhkan, dan dianggap hilang ketika
semua masalah sudah menemui terang. Saya keberatan, walaupun seharusnya saya
tidak berlaku demikian. Saya meradang meskipun sebetulnya saya bisa saja bersikap
lapang. Mungkin bagi mereka yang menganggap saya kawan, saya harus bisa
diandalkan untuk kemudian tidak diacuhkan.
Ternyata selama ini saya bukan seorang teman yang baik
seperti yang saya pikirkan. Buktinya saya masih merasa perlu balasan atas apa
yang sudah saya belanjakan. Butuh pengakuan bahwa saya adalah seorang teman
yang bisa diandalkan. Penuh pamrih saya ingin eksistensi saya dihargai, dinilai
dengan takaran yang lebih dari orang padahal sebetulnya saya tidak banyak
berperan. Saran mungkin bisa saja diambil dari sembarangan orang, tetapi kenapa
ketika itu muncul dari mulut dan pikiran saya kemudian saya meminta bayaran.
Tapi bayaran yang saya minta bukan uang atau sanjungan.
Bukan juga predikat sebagai peri penolong yang selalu punya solusi atas masalah
yang tak pernah berhenti menghampiri. Bukan itu. Jauh di dalam hati, saya
justru senang ketika bisa terlibat dalam kehidupan seorang teman. Menjadi
sedikit amunisi untuk keluar dari problematika yang tak kunjung reda. Menjadi
saksi pergulatan yang akan mengantarkannya pada podium sebagai pemenang. Saya
hanya ingin dianggap ada justru ketika teman tersebut sedang tertawa dan
mengangkat piala. Tidak perlu menyebutkan nama saya, cukup melirik sejenak dan
melemparkan senyuman tipis pada saya yang mungkin masih berdiri di tempat yang
lambat laun menjadi tidak terinderai.
Saya ingin tetap bisa terus diandalkan. Memberi seorang
teman sedikit sudut pandang untuk keluar dari persoalan dan bukannya menambah
drama pada kehidupannya yang tak kalah dengan sinema di layar kaca. Tapi saya
juga bukan wahana pemacu adrenalin di taman bermain yang hanya didatangi ketika
kepala terasa mau pecah karena masalah untuk kemudian ditinggalkan ketika beban
yang bergelayut telah surut.
Saya tahu, saya belum bisa menjadi seorang teman yang
dikatagorikan baik atau menyenangkan. Karenanya saya minta dimaafkan.
Note : Ditulis untuk seorang teman. Saya menyesal karena
percintaan jarak jauhmu tidak menemukan jalan keluar. Tapi saya tidak menyesal
karena saya memutuskan untuk berhenti peduli. Maaf.
2 komentar:
Dalem amat Kang.
Aku juga sering ngerasa gitu kok, dimanfaatin ma temen. gara2 kartu tarotku sih kebanyakan. *heheh*
ya sudahlah. Share aje ya.
@lita: berarti everybody common problems yah? hehehe
heh heh heh, aku juga mau donk dibacain tarot! *kemudianditabok :)
Posting Komentar