Benda itu semakin berdebu seiring waktu. Tanpa pernah
tersentuh, debu menumpuk ibarat karat yang menggerogoti hampir semua
permukaannya. Mengaburkan sosok aslinya yang sebetulnya mengkilat dan berkilau.
Semenjak kehadirannya, benda itu tak pernah berpindah
tempat. Tetap teronggok di atas meja seperti ketika pertama kali tiba.
Kehadirannya dulu mungkin ambigu, didatangkan dengan fungsi yang jelas tapi
entah untuk apa. Kalaupun akan disebut sebagai hiasan, benda tersebut tidak
bisa dikategorikan sebagai hiasan. Tapi baiklah, kita sebut saja dia sebagai
hiasan meja. Penghuni salah satu sudut yang seringkali terabaikan.
Saya tidak mengerti kenapa dulu benda itu saya datangkan.
Dari awal saya tahu kalau saya tidak akan menggunakannya sesuai fungsi. Kegiatan
yang seharusnya melibatkan benda tersebut tidak pernah saya jamah, entah karena
alasan kesehatan atau karena alasan karena saya memang tidak suka. Jadi
kalaupun benda itu digunakan pasti akan melenceng jauh dari fungsi aslinya.
Itupun dulu, sekarang dia sudah benar-benar terabaikan. Bak pesakitan yang
hanya menempati sebuah pinggiran, dan berdebu.
Kamar saya yang asosial membuatnya semakin tidak pernah
terjamah peradaban. Mungkin dulu saya membelinya untuk berjaga-jaga kalau suatu
hari kamar saya tidak lagi asosial, ada yang berkunjung kemudian membutuhkan
kehadiran benda tersebut. Daripada mengotori ruangan, lebih baik saya
menyediakan benda tersebut. Setidaknya membantu saya untuk tidak berjibaku
dengan urusan membereskan kamar yang tidak saya suka. Tapi itu hanya sebatas
teori. Sampai saat ini kamar saya masih asosial, dan benda itu tetap dingin
mengigilkan kebisuan.
Harusnya saya pindahkan saja benda itu, atau kalau perlu
saya buang sekalian. Tapi niat itu selalu urung sebelum eksekusinya benar-benar
dilakukan. Saya masih berfikir bahwa suatu saat saya akan membutuhkan benda
tersebut, entah akan sesuai dengan fungsinya ataupun tidak.
Ada sedikit ketidakrelaan di hati saya ketika harus sekedar
menyingkirkannya. Entah kenapa, tapi rasanya berat. Seperti akan berpisah
dengan sahabat lama yang sudah menemani saya bertransformasi. Sahabat yang
menjadi saksi bisu tentang harapan-harapan yang saya umbar ke udara. Mungkin
dalam ketidakterjamahannya, diam-diam dia mengucapkan amin atas semua doa yang
saya ucapkan. Atau bisa jadi dia ikut berdoa tentang sesuatu yang akan
membuatnya menjadi difungsikan. Entahlah.
Tapi kemarin akhirnya saya menyerah. Saya buang benda itu ke
dalam tempat sampah di depan kamar. Bukan karena saya mengubur semua impian
yang berkenaan dengan benda tersebut, bukan juga saya ingin menyelamatkannya
dari kesunyian panjang. Satu langkah ceroboh membuatnya membentur lantai dan
menjadikannya serpihan. Umurnya tidak panjang, bahkan dia berakhir sebelum dia
bertemu jodohnya.
Setelah kejadian itu kemudian saya berdoa, semoga saya tidak
bernasib seperti asbak berdebu yang saya simpan di atas meja. Dipaksa menyerah
oleh keadaan ketika belum bertemu dengan pasangan yang seharusnya. Sebatang
rokok.
3 komentar:
Kirain vibrator hihihi *lagi nakal!*
@anonim : sarap siah maneh!!!! :P
Kayaknya pernah baca tulisan ini. tulisan lama kah? :D
-GG-
Posting Komentar