Akhirnya laki-laki itu nembak juga setelah sekian lama. Setelah sekian puluh hari menggantung tanpa keputusan, setelah ribuan detik terumbar tanpa sarana, tanpa tahu bakal dibawa kemana. Ya, akhirnya kata cinta itu terlontar juga. Sebuah kata yang sudah lama dinanti. Demi sebuah kepastian.
Tapi kenapa setelah kata itu terlontar yang tercipta justru kebimbangan bukan kebahagiaan seperti yang dulu dibayangkan. Kenapa setelah cinta itu diumbar rasanya ingin mundur perlahan. Berusaha membohongi diri dan berharap kalau semua hanya mimpi.
Heyyyyyyyyyyy, jangan berpikir macam-macam dulu. Saya tidak sedang mengumbar cerita tentang saya, tapi tentang sahabat saya. My Grace on Will and Grace, my Kitty Walker on brother and sister. Sahabat perempuan, yang saya kenal ketika awal kuliah. Dulu, lebih dari 10 tahun yang lalu. Tapi angka 10 itu kami lewati dengan selalu berbagi. Tak ada yang dia tidak tahu tentang saya, begitupun dia. Dengannya saya bermetamorfosis menjadi kuat. Bersamanya saya bertransformasi menjadi bijaksana.
Untuk seorang perempuan, umur 28 mungkin menjadi usia penuh kewas-wasan. Apalagi belum menikah, lebih buruk belum memiliki pasangan. Dan sahabat saya ini sedang berdiri di titik itu. Sebetulnya saya juga, tapi saya punya alasan tepat. Karena saya LAKI-LAKI. Percintaan ala drama memang jauh sekali dari dia, kisah penuh liku selalu bersahabat dengan hidupnya. Kadang saya merasa miris melihatnya.
Tapi sekarang akhirnya ada seorang pria yang mengutarakan cintanya kepada dia. Dan seperti biasa dia malah bingung, bimbang dan ragu. Semalam kami ngobrol panjang lebar tentang semua itu, berusaha menemukan titik terang dalam terowongan yang membutakan matanya. Karena ini tentang perasaan, saya lebih menyarankan untuk bertanya pada hatinya. Hanya dia yang paling tahu apa yang dia mau. Saya hanya menempatkan diri sebagai teman bicara, meski dia berharap lebih.
Dia merasa kalau laki-laki itu tidak memenuhi kriteria dasar untuk menjadi pendamping hidupnya. Ya, dia mengharapkan seorang suami bukan lagi pacar. Dan dia ingin laki-laki ini kemudian menjadi pelabuhan terakhirnya. Sudah cukup dia merasakan sakit hati katanya. Kriteria yang dia inginkan ada di dalam diri calon suaminya adalah harus bisa ngaji dan rajin sholat subuh berjamaah di mesjid. Kriteria yang berat. Alasannya, dia ingin suaminya menjadi imam yang akan membawanya ke surga.
Siapa yang tidak ingin ke surga? Siapa yang tidak ingin bersamaan dengan orang yang kita sayangi meniti jalan yang bermuara pada kenikmatan surga? Semua orang ingin seperti itu, tak terkecuali saya. Tapi apakah semua harus diputuskan di awal. Saya hanya bilang bahwa semua kembali lagi ke satu hal. Kompromi. Bagaimana kita menerima pasangan kita apa adanya, tanpa syarat. Soal mengaji, bisa dipelajari. Soal solat berjamaah, bisa diinisiasi. Tapi semua itu bisa dilakukan sambil berjalan, pelan-pelan. Ketika semua diharuskan dari awal maka yang akan didapat hanyalah bimbang.
Tidak bermaksud mengecilkan arti dan kemapuan laki-laki di luaran sana. Tapi hari gini mencari laki-laki yang mau solat subuh berjamaah di mesjid kayaknya susah. Satu diantara seribu. Kecuali nyarinya di lingkungan pesantren atau di sentra-sentra pengajian remaja. Bukan tidak ada, tapi kalau kitanyapun tidak melakukan hal yang sama bagaimana kita bisa tahu ada laki-laki yang juga melakukannya. Mulailah dari diri sendiri, meski buat wanita solat berjamaah itu bukan sesuatu yang wajib.
Sahabatku sayang, saya hanya bisa mendukungmu. Membantu mentasbihkan doa demi kebahagiaan hakikimu. Jangan ragu untuk melangkah dan hidup dengan sesuatu yang kamu yakini, karena percayalah aku akan selalu ada di dekatmu. Menyayangimu tanpa syarat.
7 komentar:
aduhhhh..
nyari yang rajin sholat shubuh berjamaah...? di mesjid pula?
hare gene..?
tolong sadarkan dirinya apis... untuk bisa nginjek bumi...
hehehe...
*sorry for become apathy...
hehe.. salut ma sahabat apis.. walo memang sepertinya berat, kecuali nyarinya di tempat seperti yang apis katakan tadi..
semoga sahabat apis bisa menemukan apa yg dicari ya.. :)
saya juga lagi nyari nih mas,hehehehe... kali aja jodoh,ahahaha...
btw saya masih jarang sholat subuh berjamaah,tapi kalo ilmu agama sih lagi belajar terus2an:D
sayang di bandung ya mas apis?hehehe...
Pis, bilangin ke temenmu untuk ga putus harapan. Masih banyak kok orang-orang kaya gitu, at least di daerah perumahan gw. Stick to the ideal is very okay.....
@alil: aku juga agak-agak sangsi sih kalo ada cowok model beginian. Bukannya gak ada, tapi nyarinya pasti susah!
@pohon: yup, semoga dia mendapatkan apa yang memang dia harapkan.
@didot: Panggil apis aja!!!!
emang didot dimana? sahabatku itu rumahnya memang di bandung, tapi kerja di jakarta. Aku juga! (hahaha). kalo didot mau boleh, ntar aku kenalin. hehehe.
@Zhou you: memang pasti masih banyak sih. akunya aja yang gak tau, secara jarang juga yah subuh keluar kamar buat solat. Solat di kamar aja.
idealisme oke-oke aja, tapi ada saatnya kita harus berkompromi!
Cari saja di komunitas rohani, pasti banyak (Jaman sekarang kan semua ada komunitas-nya).
@ginko: itu yang gw sarankan sama dia kok!!
Posting Komentar