Kamis, 12 Maret 2009
Belum Lulus
Yuda, kamu sudah sebulan kerja disini dan saya menyatakan kalau kamu belum lulus!
Itu kalimat pembuka dari RAKOR departemen gue minggu kemaren yang disampaikan oleh kepala bidang. Hah, gue belom lulus? Masa sih? Kenapa juga gue belum lulus padahal perasaan semua pekerjaan udah gue kerjain dengan benar. Sesuai prosedur yang ada.
Dalam perasaan bingung dan muka masih cengo karena dibuka dengan pernyataan itu, kepala bidang gue bilang lagi kalau gue belum lulus karena sudah sebulan gue kerja dan gue masih pendiam. Belum ketularan gila “versi” mereka. Dia bilang lagi, katanya gue harus mencontoh si X yang diangkat tahun kemaren. Sebulan kerja langsung lulus dengan cum laude karena “kegilaannya” justru melebihi iklim yang ada. Igh…..
Gue sih dikatain begitu cuma bisa cengar-cengir bodoh sendiri. Kalau nggak lulusnya soal itu gue nggak peduli. Emang sih gue kalau ngantornya di Thamrin masih jaim, eh bakal jaim terus. Bukan emang sok, tapi gue punya alasan khusus. Gue merasa nggak pantes ngeluarin “kegilaan” gue di depan mereka, tapi kalau sudah di lab boleh di cek baby cek deh. Bisa-bisa mati berdiri mereka liat gue.
Kenapa gue jaim? ada beberapa alesan yang menurut gue sangat masuk akal. Pertama, gap umur gue dan mereka itu jauh banget. Secara gue paling muda diantara aki-aki, bapak-bapak dan ibu-ibu itu. Ada sih yang seumuran, tapi udah pada punya anak. Yang artinya versi kegilaan gue dan mereka jelas-jelas berbeda. Mereka nggak akan mungkin bisa mentolelir kegilaan yang bisa saja gue lakuin kalo memang gue mau. Aduh Bow, jaman gue dan mereka jauuuuuuuuuuuuh, itu yang menyebabkan kadang kegilaan yang gue tunjukin nggak nyambung sama mereka. Daripada jatohnya garing kan mending jaim. Maen aman.
Kedua, kok gue dibandingin sama si X sih! Yah iyahlah dia pasti lulus dengan cepat secara dia itu pas diterima dan diangkat udah berumur 35 saja, meskipun sama-sama s2. Tapi please deh, 27 sama 35 kan juga jauh. Pasti cepet lulus karena dasarnya udah ibu-ibu meski belom merit. Hihihihi. Jahat gue. Jadi nggak adil rasanya kalau gue dibandingin sama ibu-ibu itu. Mereka kan seumuran, pantes aja iklimnya sama.
Kegilaan yang lagi mereka ekspos adalah menonton cadoleng-doleng di computer dan kemudian membahasnya sambil ketawa-ketawa. Arghhhh, geli gue liat kakek-kakek itu ngomentarin gadis pelaku cadoleng-doleng. Nggak banget pokoknya. Kalau kegilaan yang masih bisa ditolelir adalah soal kecanduan mereka sama Inul Vizta. Bo, apa-apa kok dirayainnya di Inul Vizta. Seru sih kalo dilihat dari segi eventnya, di tempat karoke gitu lho. Tapi kalau udah liat song listnya mereka, ampun deh. Mulai lagu wajib perjuangan, lagu jaman gue belom lahir sampe lagu-lagu dangdut yang gak penting itu (plus goyangnya). Gimana sama gue yang mau nyanyi lagunya Rossa sama Pasha Ungu? Nggak dapet kesempatan nyanyi deh gue. Siyal. Untung gratis jadi nggak rugi apa-apa.
Pokoknya gue nggak merasa beban waktu dibilang kalau belum lulus. Nggak peduli tepatnya. Kalo soal ikut nyeletuk-nyeletuk nggak penting sih udah mulai dilakuin, biar nampak sedikit pro aktif aja. Tapi kalau soal menunjukkan kegilaan asli gue, gue masih belum berani. Masih takut. Takut tiba-tiba mereka terserang stroke. Kalau kejadian gimana coba? Berabe kan. Hihihihihihi, ntar gue malah masuk bui lagi. Knock on wood!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar