Alhamdulillah tahun 2015 sudah berlalu. Tahun penuh suka
cita bagi seorang Apisindica. Bagaimana tidak, tahun 2015 adalah tahun dimana
saya akhirnya dapat merealisasi mimpi masa lalu saya. Mimpi yang selalu
didengungkan di setiap kesempatan, bahkan sejak Apis kecil ditanya kalau besar
ingin menjadi apa. Apis polos selalu menjawab bahwa dia ingin sekolah ke Eropa. Mimpi muluk-muluk
mungkin bagi seorang anak kecil yang hanya mengenal Eropa perantaraan peta
dunia.
Iya, tahun 2015 akhirnya saya memulai babak baru dalam hidup
saya. Berada jauh dari rumah, dari keluarga, dari pasangan jiwa, untuk sesuatu
yang disebut dengan cita-cita. Bulan Mei tepatnya, tanggal 1 seorang Apisindica
kembali menginjakkan kaki di Belanda. Usia tidak lagi muda seperti dahulu kala,
tapi semangat tetap membara. Tidak lagi banyak harapan yang dilukis di dalam
kepala seperti ketika pertama kali menginjakan kaki di sini lagi, tidak seperti
beberapa tahun ke belakang ketika banyak harapan yang terkembang dalam angan.
Saya tidak lagi muda, tidak lagi muluk-muluk seperti saat
darah muda yang keras terpompa saat untuk pertama kalinya menginjakan kaki di
Belanda 12 tahun silam. Kali ini saya hanya ingin sekolah, tidak lagi
mengembarakan hati. Apalagi ada seseorang yang sudah menanti di ujung janji.
Ternyata sekolah kali ini tidak seperti yang saya bayangkan.
Tidak pernah ada yang bilang kalau ini akan mudah, tapi saya juga tidak pernah
membayangkan kalau akan sesukar ini. Entah karena putaran usia yang sudah saya
jalani sehingga otak sudah sedemikian bebal dan berkarat, atau memang saya
tidak sepandai apa yang saya bayangkan. Terseok-seok saya mengikuti sistem
pendidikan ala Belanda yang kenapa sekarang menjadi sangat susah. Dulu rasanya
mudah-mudah saja. Kuliah yang benar maka hasilnya akan seperti yang diharapkan.
Tapi sekarang tidak lagi, kuliah yang benar saja tidak cukup. Perlu kerja keras
ekstra. Perlu banyak panjatan doa.
Semua berproses, karena tidak pernah ada yang bilang kalau
ini akan mudah maka kemudian saya menjalani sebisa-bisa saja. Tetap bekerja
keras tentu saja karena saya dibayang-bayangi ketakutan akan dipulangkan
sebelum saya menjejak akhiran. Ketakutan kalau orang-orang yang sudah
memberikan saya banyak kepercayaan akhirnya kecewa dengan hasil yang saya
berikan. Karenanya lagi-lagi saya memperbanyak rapalan doa.
Tahun 2015 tahun yang luar bisaa. Tahun yang akhirnya
membuat saya menjejak nostalgia lewat sederetan mata kuliah yang harus dilalui.
Nostalgia bagaimana jantung berdetak sedemikian kencang ketika membuka soal ujian
dan harus mengerjakannya hinga lulus. Saya menikmati meskipun dalam kondisi
kepayahan karena berbagai hal. Saya senang. Saya terpuaskan. Saya seperti muda
kembali.
Tahun 2015 sudah usai. Baru babak awal dari perjalanan 4
tahun ke depan yang masih harus diselesaikan. Saya bersyukur kepada Tuhan atas
karunianya selalu mengabulkan apa yang saya inginkan. Bersyukur karena saya
mengerti bahwa tidak semua doa akan direalisasi secara instant. Saya hanya
perlu bersabar, karena dengan bersabar ternyata saya memperbanyak frekuensi
mengunjungi Sang Maha. Dengan bersabar, saya menjelma menjadi orang yang
berusaha menjadi hamba yang paling bertaqwa. Doakan saya semoga saya lantas
tidak berubah hanya karena cita-cita kini sudah menjelma nyata.
Tahun 2016. Harapan saya hanya agar saya bisa melalui
berbagai macam rintangan yang pasti menghadang dalam proses saya mencari ilmu.
Bukan hanya ilmu pengetahuan, tapi juga ilmu kehidupan. Tidak apa banyak
rintangan, yang penting saya bisa melalui dengan bijaksana. Memaknai dengan
kepasrahan hati bahwa tidak ada yang langsung jadi. Lagi-lagi saya mohon
didoakan.
#Apis-Menuju-PhD