
Mendengar suaramu
kembali meskipun di telpon memaksaku untuk kemudian membongkar semua ingatan
masa laluku denganmu. Masa dimana dulu pernah kita jalani titian penuh pelangi.
Mejikuhibiniu. Indah. Aku masih ingat semuanya, kenangan tentangmu memang
kusimpan rapih disana, di kuadran khusus dalam siklus perjalanan hidupku.
Ibarat pasir pantai, koyak oleh ombak tapi setelah itu rapi kembali
Masih bisa kurasakan
hangatnya jabat tanganmu ketika kita berkenalan untuk pertama kalinya. Di
Jepang. Ya, di negeri matahari terbit itu aku mengenalmu. Saat itu kita masih
sama-sama bego, sama-sama bingung. Berjalan di selasar salah satu kampus,
mencari kantor administrasi yang mengurus beasiswa kita. Kita sama-sama dapat
beasiswa untuk short course di universitas tersebut. Perbedaan foundation yang
memberi beasiswa yang membuat kita tidak pernah bertemu sebelumnya di Indo.
Lucu memang kalo
mengingat masa itu. Masa-masa penuh perjuangan, penyesuaian dan yang paling
indah tentunya masa ketika bunga sakura bermekaran seiring dengan mekarnya
bunga cinta kita. Aku nggak tahu kenapa rasa itu bisa muncul. Apakah
kebersamaan kita yang menyebabkan semuanya? Aku nggak peduli, yang pasti aku sangat
bahagia mengenal dan kemudian jatuh cinta kepadamu.
Kita seringkali sibuk
dengan urusan kita masing-masing, maklum kita memang beda jurusan. Studiku
lebih banyak mengharuskan aku untuk berada di laboratorium, sementara waktumu
lebih luang. Tapi itu tak menjadikan jalan keluar. Waktu studi yang terbatas
membuat kita menjadi lebih egois, menjadi tidak memperhatikan perasaan
masing-masing. Rasanya menjadi hambar. Kita tersadar ketika setahun berlalu dan
kita sama-sama harus balik. Aku masih ingat jelas janji kita untuk melanjutkan
studi di kota yang sama suatu hari nanti, barengan. Janji yang indah.
Semenjak pulang ke
Indo, kita jarang berhubungan. SMS dan telpon hanya berbunyi datar, tak mampu
memendarkan bara yang tersisa. Kemudian lama tak kudengar kabar darimu, dan
tiba-tiba aku mengetahui bahwa kamu sedang mengambil studi mastermu di Amerika.
Kamu memang lebih beruntung, beasiswaku tak kunjung datang. Makanya aku
memutuskan untuk mengambil studi masterku di Indonesia.
Hari ini, disaat
lebaran, kamu kemudian menghubungiku. Sekedar melepas rindu katamu. Mumpung
lagi liburan sebelum kamu balik ke amrik bulan Februari besok. Kehadiran yang
sesungguhnya tak aku harapkan karena aku tahu pada akhirnya hanya akan
meninggalkan perih. Meninggalkan luka yang kembali menganga.
Komunikasi kita kali
ini memang tak sebatas suara, tapi raga bernyawa ikut terlibat. My God,
akhirnya aku bisa melihatmu lagi. Kamu masih seperti yang dulu. Tak berubah,
hanya banyak raut kedewasaan yang kulihat bertambah disana. Aku tahu kamu bukan
kamu yang dulu, tapi aku yakin rasa itu masih ada di dalam hatimu. Rasa yang
sama, yang pernah ada tujuh tahun yang lalu saat bunga sakura dan tsubuki
bermekaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar