Ibuku seorang mamak paraji. Dia mendapatkan uang dari hasil
orang mengejan. Dia memperoleh bayaran ketika membantu seorang ibu berjuang
mengeluarkan bayi melalui proses yang dikenal dengan nama melahirkan.
Ibuku seorang mamak paraji. Dari kecil aku sudah akrab
dengan suara tangisan bayi yang bisa terjadi kapan saja tidak kenal waktu. Bisa
siang ketika benderang tapi tak jarang juga malam ketika katanya banyak
hantu-hantu gentayangan. Bukan hanya suara tangisan bayi, aku juga sudah
terbiasa dengan jeritan ibu-ibu yang geram karena kesakitan. Tak jarang aku
mendengar ibuku dicaci dan dimarahi karena bayi yang ada di perut tak kunjung
keluar. Anehnya ibuku yang seorang mamak paraji hanya diam.
Sebetulnya aku sedikit tidak senang ibuku berprofesi sebagai
mamak paraji. Bukan karena aku tidak tahan melihat darah atau tidak tega
melihat ibuku dimarahi orang yang sedang mengejan. Aku tidak begitu senang
karena waktu ibu buatku menjadi sangat minim. Memang aku tidak pernah
kekurangan kasih sayang, apalagi uang jajan tapi waktu ibuku menjadi sangat
tersita. Sedari dulu aku harus belajar berbagi, ibuku bukan hanya milikku satu.
Ibuku seorang mamak paraji. Dia menghidupiku dari uang hasil
orang mengejan. Berkolaborasi sempurna dengan bapakku yang seorang mantri
kesehatan, menjadikanku makan dan sekolah dari uang para pasien yang
bertandang. Lewat tangan para pasien-pasien itu dapur di rumah kami tetap
mengepul. Lewat rezeki yang datang dari pasien-pasien itu aku bisa bersekolah
di tempat yang bagus, menyemai mimpi agar suatu saat aku bisa menjadi mamak
paraji seperti ibu atau mantri kesehatan layaknya bapak.
Pernah suatu hari aku bertanya kepada ibuku yang seorang
mamak paraji kenapa dia seperti tidak pernah lelah. Seakan waktu baginya lebih
dari 24 jam dalam sehari semalam. Dan aku tidak mendapatkan jawaban. Sebagai
gantinya ibuku yang seorang mamak paraji membisikanku sesuatu. Dia bilang dia
tidak pernah lelah karena dia punya mantra rahasia yang bisa mengenyahkan lelah
dalam sekali hentakan. Aku mengejarnya dengan pertanyaan apa bunyi mantra
tersebut. Otak kanak-kanakku tertarik dengan mantra seperti aku tertarik pada
kembang gula sehingga dengan sabar aku menunggu ibu memberitahukan rahasia itu.
Masih berbisik ibu memberitahukan rahasia itu langsung ke arah telingaku. Kata
ibu mantra itu “uang...uang...uang”.
Ibuku seorang mamak paraji. Dia tidak menTuhankan uang, tidak
menganggap kalau uang adalah sumber segala kebahagiaan. Ibu pernah bilang kalau
kita melayani dengan tulus dan iklhas maka uang akan mengikuti sebagai imbalan.
Setimpal dengan kerja keras yang sudah kita lakukan. Itu yang terus diajarkan
ibu kepadaku. Uang bukan segala-galanya, tapi melihat kebahagiaan di wajah
orang-orang yang sudah terlayani dengan tulus akan membuat semuanya lebih
mudah. Membuat semua kesukaran akan menemukan jalan keluar termasuk
penghidupan.
Ibuku seorang mamak paraji, dari tangannya mungkin sudah
ribuan bayi diperkenalkan pada dunia luar. Tapi meskipun demikian, dia belum
pernah menolong seorang bayi yang sampai kini masih diidam-idamkannya. Bayi
mungil dimana ada darahnya yang ikut mengalir di dalam arteri dan aorta bayi
tersebut. Bayi yang pastinya lucu. Bayi yang merupakan sumber banyak
kebahagiaan. Bayi yang akan meneruskan silsilah keturunannya. Anakku. Cucu ibu.
Hari ini ibukku yang seorang mamak paraji merayakan hari
jadinya yang ke-54. Dan sampai hari ini pula aku masih menyesal karena belum bisa
memberinya seorang keturunan. Memang ibuku yang seorang mamak paraji tidak
menuntutku berlebihan, tapi aku tahu kalau dia diam-diam menginginkannya. Tidak
banyak bicara tapi aku yakin kalau ada keinginan itu terselip diantara
doa-doanya.
Selamat ulang tahun mamak paraji. Semoga umurmu dipanjangkan
oleh Allah SWT, dilimpahi banyak kebahagiaan dan diberikan keberkahan lewat
tanganmu yang tidak pernah berhenti menolong orang. Tidak banyak yang bisa aku
berikan, hanya setangkup doa agar sisa umurmu menjadi berkah yang akan
membuatmu menjadi bagian dari orang-orang yang mulia. Amin.
Tiap tahun aku tidak bosan untuk juga meminta dimaafkan atas
segala kesalahan dan ketidakmudahan selama aku menjadi anakmu. Atas kesabaranmu
mendidik dan membesarkan aku. Kesabaran menunggu aku memberimu cucu. Ah
sudahlah, bukankah semua itu pasti ada waktunya, aku hanya sedang menunggu
giliran seperti apa yang sering engkau bilang. Yang pasti aku akan terus
berusaha membahagiakanmu. Dengan caraku.
Ibuku seorang mamak paraji, dan hari ini dia sedang berulang
tahun. Meskipun demikian dia tidak berhenti dari kegiatannya menolong orang
yang sedang mengejan sambil merapal mantra andalannya. Uang...uang..uang...
2 komentar:
mamak paraji tuh istilah dari mana ya??
@sam : kayaknya sih istilah dari sananya. hehehe
nggak ngerti juga sih, di sunda disebut paraji a.k.a dukun beranak. Tau deh di daerah lain :)
Posting Komentar