Saya bukan cina. Dan kalaupun ada darah cina yang (masih) mengalir dalam tubuh saya, itu sudah mengalami pengenceran beberapa kali sampai kadarnya mungkin tidak bisa terdeteksi lagi. Memang ada jejak yang masih terekam seperti prasasti di bagian mata, membuatnya tidak sebesar orang kebanyakan, tapi itu tidak lantas menjadikan saya terlihat seperti cina. Banyak pribumi yang matanya seperti orang keturunan, dan itu tidak menjadikan mereka seperti cina.
Bukan saya tidak bangga dengan (sedikit) darah cina yang mengalir dalam pembuluh darah saya. Bukan saya tidak mengetahui bagaimana silsilah atas kelahiran saya terbentuk secara pasti dan tidak terbantahkan. Saya hanya sudah tidak merasakan bagaimana aura kecinaan dalam diri saya bisa saya umbar karena konsentrasinya yang bisa disebut minim. Tapi bagaimanapun saya tetap bangga. Saya bangga nenek saya seorang cina tulen, saya bangga ibu saya setengah cina. Dan saya bangga menjadi seperempat cina.
Saya bangga menjadi seperempat cina selayaknya saya bangga menjadi seorang sunda. Darah sunda yang kental membuat penampakan saya menjadi sangat indonesia meskipun tidak bisa dibilang “terlihat” seperti sunda sejati. Melanin yang diwariskan turun temurun sebagai pigmentasi dalam kulit saya berkadar lebih dari orang sunda kebanyakan, menjadikan saya “murtad” dari kekhasan orang sunda itu sendiri yang kebanyakan berkulit bersih.
Kulit saya juga bersih, tapi hitam bersih. Sesuatu yang kadang membuat orang salah tafsir mengenai asal usul saya. Tidak nampak seperti cina, dan tidak nampak seperti sunda. Kemudian bolehlah saya mengkatagorikannya sebagai unik, keunikan yang sering saya tertawakan sendiri ketika saya sedang bercermin. Hal yang mulai sering saya lakukan ketika saya sudah mengerti bagaimana pohon keturunan atas saya terbentuk. Mentertawakan keunikan saya, yang seperempat cina dan tiga perempat sunda tetapi tidak mewakili keduanya.
Hal itu tidak membingungkan saya, saya hanya terlahir seperti ini. Born this way. Tetapi yang membingungkan saya adalah ketika ada orang yang tidak saya kenal kemudian menebak kalau saya memiliki keturunan cina. Beberapa hari yang lalu, saya sedang berkumpul dengan teman-teman cina saya, yang pasti akan membuat saya semakin terlihat “berbeda” dari mereka. Dan ketika saya pulang dari toilet dan sedang berjalan ke arah meja kami seorang bapak-bapak cina menyapa saya dan bertanya, “Kamu masih ada keturunan cina yah?” Seketika saya bengong, dan hanya “Hah?” yang muncul dari mulut saya.
Bagaimana si Bapak bisa membaui kalau saya masih ada keturunan cina walau encer? Padahal saya merasa sudah tidak nampak cina sama sekali malam itu, jangankan nampak, darah “pelit” dan “irit” khas golongan cina saja sudah hengkang dari darah saya. Bukan rasis, tapi saya banyak belajar dari teman-teman cina dan nenek saya tentang “kepelitan” mereka. Jadi bagaimana Bapak itu menerka kalau saya masih ada keturunan cina? Apa karena teman-teman gaul saya malam itu semuanya cina? Tapi bukankah kalau seperti itu saya malah nampak menonjol seperti dakocan di tengah area salju. Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.
Saya seperempat cina. Tetapi saya merasa sudah kehilangan esensi dari menjadi seperempat keturunan ras itu. Sudah tidak ada ciri menonjol yang bisa saya guar berlebihan karena saya memang tidak punya. Kalaupun ada yang masih melekat erat di darah saya mengenai kecinaan itu, itu hanya karena saya lebih menyukai cina. Sekiyan.
11 komentar:
mengkonotasikan cina itu pelit dan irit, (bahkan menyebutnya dalam satu kalimat yang sama) identik dengan mengkonotasikan orang jerman adalah nazi, orang irlandia adalah teroris, pribumi indonesia pemalas, spg di mall2 mudah ditiduri, orang india itu bau, orang aborigin bodoh, orang jepang atheis, muslim yang pakai jubah itu fanatik, orang inggris lamban, orang batak itu kasar....
salah! salah banget.
rasis? rasis banget.
Paulus: punya kakek china totok tapi dikenal sangat dermawan, punya banyak teman pribumi indonesia yang ulet luar biasa, punya banyak teman orang batak yang luar biasa lembut, punya banyak teman muslim yang pakaiannya arab banget tapi juga sangat toleran, belum ke India tapi tahu orang India gak bau.
jujur, saya marah dengan posting ini.
koreksi identitas:
paulus = pras solo
Kamu sepertinya sedang gusar dengan silsilah atau darah yang sedang mengalir dalam tubuhmu. Ada semacam penolakan dari dalam jiwamu sendiri.
Maaf, Pis. Bukan gue bermaksud menggurui ya. Harusnya kita bangga dengan apapun yang telah Tuhan berikan untuk kita.
Kalau dogma Cina itu pelit dan medit, memang ada benarnya. Tapi nggak semua begitu. Suku Jawapun terkenal dengan sifat munafiknya yang kental. Walau tak suka masih juga bilang suka. Inggih tapi nggak kepanggih.
Sekarang tergantung pribadi kita masing-2. Kalau kita punya plan menjadi pribadi yang lebih baik dari asal-usul (suku) kita, itu akan menjadi nilai tambah.
C'mon, You Can do it.
aku juga punya keturunan yang sudah campur aduk. even yang lebih dominan chinese, tapi tetap secara fisik aku juga tidak terlalu chinese. tapi bagaimanapun aku bangga menjadi diri aku sebagaimana apa adanya.
Apis memang bukan China (karena China itu negara he he he...), tapi tidak bisa dipungkiri kalo Apis punya darah etnis Tiong Hoa.
Dear Bapak Paulus,
Terima kasih atas apresiasinya terhadap tulisan saya ini. Sangat berarti untuk saya, dan saya memintakan maaf apabila tanpa sengaja ternyata tulisan saya menyinggung perasaan Bapak dan Kakek Bapak yang seorang cina Dermawan.
Jujur, tidak ada niat sedikitpun untuk menyinggung siapapun dalam tulisan ini. Kalaupun ada, itu murni kesalahan saya yang telah menggeneralisasi secara salah mengenai sifat suatu ras. Sekali lagi saya meminta Maaf.
Tidak ada alasan untuk saya membela diri, karena di awal tujuan penulisan ini saya tidak pernah berfikir kalau saya akan kebablasan seperti itu. Bahkan penggunaan tanda kutip di kata pelit dan irit maksud saya adalah menyiratkan makna khusus.
Mungkin Nenek saya yang cina thotok tidak sedermawan Kakek Bapak yang juga cina, Tapi nenek saya memang "pelit" dan "irit" dan menurut saya itu adalah hal yang positif, karena dengan kebijaksanaannya mengatur keuangan, usahanya bisa berjalan lancar dan dapat menyekolahkan anak-anaknya. Sekali lagi saya meminta maaf telah menyinggung perasaan Bapak.
Saya sudah menyampaikan ungkapan maaf saya secara pribadi kepada Bapak melalui SMS, tapi saya merasa memiliki kewajiban untuk meminta maaf secara terbuka di postingan ini. Sekali lagi saya minta Maaf. Sangat. Dan jangan khawatir Pak, saya tidak terkenal jadi tulisan ini pasti hanya akan dibaca oleh segelintir orang dan tidak akan menimbulkan polemik berkepanjangan, seperti yang saya harapkan.
Sekali lagi saya memintakan maaf dengan segala kerendahan hati saya. Maaf telah menyinggung perasaan Bapak. Maaf.
Oh iya, soal koreksi identitas sebetulnya tidak perlu bapak utarakan. Saya mengenal Bapak, dan saya luput kehilangan Bapak. Setidaknya dengan postingan ini dan komentar Bapak, saya tahu kalau Bapak masih mengenal saya dan masih menyambangi saya dari jauh. Terima kasih.
@Mas Arik: saya tidak sedang gusar Mas, sumpah. Dan tidak ada sedikitpun perasaan kalau saya tidak bangga menjadi diri saya yang sekarang.
Berkat silsilah saya tersebut, saya jadi apisindica yang Mas kenal.
Dan saya bangga menjadi seperempat cina seperti yang saya tuliskan berulang-ulang di postingan tersebut.
Tapi terima kasih atas apresiasinya, dan Insya Allah jadi perbaikan untuk saya ke depannya. Terima kasih sudah diingatkan.
-salam-
@farrel: sesama warga ketururnan dilarang saling mendahului yah. hehehe.
Eh maaf yah kalau (ternyata) aku juga menyinggung perasaan kamu. Nggak ada maksud. Maafkan!
Dulu waktu aku kecil, aku juga sering dikatakan sebagai Cina. Padahal ayah dan ibuku bukan orang Cina. Tapi ya udahlah, gpp asalkan mereka gak kurang ajar, aku juga gak marah.
TO ALL my readers,
Maaf kalau saya mengecewakan kalian melalui tulisan saya yang ini. Tidak ada secuilpun niatan untuk menyakiti ataupun mendeskriditkan pihak manapun. Murni ini kesalahan saya.
Saya seperti diingatkan. Terima kasih.
Berkat tulisan ini dan kontroversinya, saya semakin tahu dalam ranah apa saya harus menulis. Tulisan macam apa yang harus saya umbar dan tulisan macam apa yang tetap harus saya biarkan tumbuh subur di kepala.
Jujur, kali ini saya seperti remaja yang dimarahi orang tuanya karena tulisannya tentang mereka di buku harian pribadinya dengan sengaja dibaca.
Apa saya kecewa? tidak. Apa saya akan berhenti menulis? jawabannya tetap tidak.
Terima kasih semuanya.
Frankly speaking, Apis itu agak terobsesi dengan cina. Lihat paragraph terakhir dari postingannya. Beberapa mantan dan cem2-annya juga cina. Sebenarnya posting ini justru posting yang memperlihatkan sosok apis sebenarnya, berbeda dari beberapa postingannya yang lebih banyak bertopengkan aksara. Memang dia agak terpeleset dengan generalisir sifat cina itu, tapi bukankah kita semua adalah manusia yang pernah punya salah?
@yesiknowwhoyouare: cuma lo yang dengan jeli bisa tau apa maksud dari postingan gw kali ini.
Susah yah bo jadi orang tenar, nulis opini pribadi di site pribadi aja bisa jadi huru-hara.
tapi terbukti kayaknya lebih aman ketika gw nulis pake bahasa manis-manis ketimbang pake bahasa gw sehari-hari. Lebih aman. Lebih banyak yang nggangep kalau gw orang baik-baik.
Posting Komentar