
Apis, nampaknya masa-masa kejayaan taman aksara sudah mulai sirna yah? Memang sih lo masih produktif seperti dulu tapi coba lo lihat jumlah yang komen ditiap postingan yang lo buat. Makin hari makin berkurang, bahkan tidak menutup kemungkinan kalo suatu hari nanti nggak bakalan ada yang komen. Hehehe, knock on wood. Mudah-mudahan sih nggak. Becanda gue...
Pada kemana temen-temen lo yang dulu rajin drop komen itu? Kalo gue kan konsisten yah, dari pertama nemu blog elo emang nggak pernah komen. Tapi temen-temen lo yang dulu ngeramein jagad perblog-an kok jadi jarang kelihatan. Jangan bilang mereka udah nggak aktif di blog karena gue masih bisa lihat jejak MEREKA di blog-blog lain. Mereka drop komen disana, tapi nggak di blog lo. Ada apa yah? Lo sekarang musuhan sama mereka?
Hehehe, maafkan. Gue Cuma kepo. Tapi tenang, gue bakalan setia jadi pembaca blog elo kok mesti tetep bakal konsisten nggak pernah komen. Keep on writting yah lebah maduku....
Love,
Beruang Sirkus
Saya setengah ngakak selesai baca email dari teman yang memang terkenal kepo itu. Geli. Dia mengaku pembaca setia blog saya tapi sepertinya dia melewatkan beberapa bagian yang justru penting tentang blog ini. Bagian dimana saya hidup didalamnya, bagian dimana saya sudah berkomitmen dengan apa yang saya lakukan. Menulis.
Buat saya menulis bukan lagi menjadi suatu sarana untuk mencurahkan perasaan, bukan lagi cara untuk mengumbar sesuatu dengan deretan kata berirama. Buat saya menulis itu adalah kebutuhan. Menulis membuat saya lengkap sebagai manusia. Menulis membuat saya menghargai lebih diri saya sendiri, tanpa orang lain sebagai tolak ukurnya.
Menulis membuat saya belajar menjadi diri sendiri.
Soal taman aksara blog saya, saya tidak pernah merasa bahwa itu pernah mengalami kejayaan kemudian sekarang mengalami kemunduran. Blog saya memang mengalami metamorfosa karena saya juga tumbuh dewasa. Cara pandang saya terhadap sesuatu berubah seiring pertambahan usia. Memang masih sering saya kuak mengenai cinta, masa lalu, kesedihan dan perasaan terabaikan, tapi saya memandangnya dengan perspektif yang tidak lagi sama. Saya banyak belajar dari masa lalu, jadi ketika saya menulis tentang itu semua, saya seperti sedang memberikan testimoni dalam perjalanan hidup saya. Memberi nilai lebih atas apa yang pernah saya alami.
Saya bertanya pada benak saya, adakah keinginan untuk dikomentari ketika saya mempublish sebuah tulisan? Tidak. Hati saya menjawab tegas. Saya menulis untuk diri saya sendiri, bukan untuk orang lain. Ketika saya berbagi dengan orang-orang yang kebetulan membaca, saya hanya berharap mereka ikut belajar sesuatu bersama saya. Mungkin tidak bernilai, tapi tamasya hati tanpa disadari akan menimbulkan semacam turbulensi. Memporak-porandakan dengan ujung sebuah kelegaan.
Komentar saya anggap sebagai apresiasi lebih dari apa yang hati saya ingin utarakan. Komentar saya jadikan pemacu semangat untuk terus menulis. Tapi mohon diingat, saya tidak akan pernah berhenti menulis meskipun tulisan-tulisan saya tidak ada yang membaca ataupun mengapresiasi perantara komentar. Itu janji saya pada diri saya sendiri.
Mengenai teman-teman blog yang dulu, mereka masih ada di dekat saya. Mengerubungi dengan cara yang tidak biasa. Menjauh untuk kemudian melekat di hati selamanya. Memberi noktah-noktah warna pada transformasi saya sebagai anak manusia. Dan meskipun mereka teman-teman saya, tidak ada hak saya untuk menyuruhnya memberikan komentar dari apapun yang saya tulis. Mereka hidup dengan dunia mereka sendiri, ketertarikan sendiri terhadap ragam tulisan yang banyak dihidangkan tidak hanya oleh saya. Semua berdasarkan selera. Semua memiliki pangsa.
Karenanya saya tidak cemburu melihat mereka aktif di blog orang lain sementara tidak di blog saya. Cukuplah saya hidup dengan komitmen untuk terus berkarya. Menyulam kata dan menjadikannya sebuah prosa. Untuk saya. Selamanya.
Beruang Sirkus, terima kasih telah mengingatkan saya mengenai komitmen dan konsekuensi bukan sekedar mengenai tulisan dan komentar. Saya benar-benar berterima kasih.