Pagi itu seperti biasa, kita bertemu dalam posisi aku duduk dan kamu berdiri. Ini sudah kesekian kalinya kita bertemu dalam kondisi yang sama. Kadang kita berdekatan, tapi kadang juga berjauhan meski dalam posisi yang itu-itu juga. Aku duduk dan kamu berdiri.
Aku tahu kamu sering mengamatiku seperti kamu juga tahu kalau aku diam-diam mengamatimu. Radar kita tidak hanya menyala, tapi sudah berteriak-teriak dengan kencang. Sayang belum ada keberanian dari aku maupun dari kamu untuk sekedar menyapa, atau setidaknya tersenyum ramah. Kita sudah dipertemukan oleh waktu yang selalu berpihak, tapi kita tidak pernah berusaha mencoba untuk memanfaatkan waktu itu.
Aku heran, kenapa dari sepuluh gerbong yang ada, aku dan kamu selalu memilih di gerbong yang sama, dan selalu dalam kondisi aku duduk dan kamu berdiri. Mungkin kamu harus datang lebih awal supaya setidaknya kita bisa duduk sebelahan atau berhadap-hadapan. Atau mungkin nanti bila ada kesempatan lain, aku harus menawarkanmu duduk di tempatku. Aku harus mencari cara untuk paling tidak membuka sedikit percakapan.
Aku bisa melihat dengan jelas sesuatu dibalik tatapan itu, tatapan yang ketika kupergoki akan kamu alihkan ke luar jendela atau ke koran yang sedari tadi kamu pegang. Rasanya lucu, melihatmu kikuk seperti pagi itu. Rasanya hangat ketika untuk beberapa detik pandangan kita beradu, meski akhirnya kita sama-sama membuang muka karena malu. Aku tahu kamu merasakan hal yang sama. Sayang, kita hanya berkomunikasi perantaraan udara.
Cara kamu berpakaian selalu menarik perhatianku. Kadang kamu bisa sangat rapi tapi tak jarang juga kamu bergaya sangat cuek. Kamu ingat ketika jumat itu, ketika untuk kesekian puluh kalinya kita bertemu dalam posisi aku duduk dan kamu berdiri, kamu hanya mengenakan polo shirt putih yang dipadukan dengan jins belel itu? Kamu benar-benar menyihirku, memantraiku untuk selalu mencuri pandang ke arahmu, dan kamu dengan cekatan selalu memergoki ketika aku memandangmu. Kamu manipulatif, kamu tahu apa yang akan terjadi dan kamu memanfaatkannya.
Satu hal yang selalu tergambar dengan jelas dalam otakku selain sorot matamu yang penuh makna, kamu kurus. Untuk ukuran tinggi sepertimu, kamu terlalu kurus. Makanya berbincanglah kapan-kapan denganku di kereta pagi yang biasa kita naiki, kita berteman. Nanti akan aku temani kamu makan, aku menontonmu makan maksudku. Atau aku akan menemanimu makan dengan takaranku, setengah porsi untukku, satu setengah porsi untukmu.
Pagi itu, dalam posisi aku duduk dan kamu berdiri, di atas kereta pagi yang membelah Jakarta, aku mengirimkan banyak isyarat melalui udara. Berharap kamu menangkap dan memahaminya.
11 komentar:
Caranya gampang.. Tinggal disenyumin. Kalau dia senyum balik, besoknya senyum lagi. Pasti ntar ngobrol. Percaya deh...
SEMANGAT!!!!
aduuuh yg lagi naksir seseorang di keretaaa...
so sweet
semangat!
:D
ah, jadi inget lagunya ello neh bro yg 'keretamu'.. hehe..
'serendipity'-kah bro?
@days: oo, begitu toh caranya kamu mendapatkan si dia itu. Hihihi, baiklah nanti gw coba!!
@Lucky: SEMANGAT!!!
@Enno: kayak ABG aja yah gw? wkwkwkwk
@Pohon: ada yah lagunya ello yang "keretamu"? kok gw gak tahu. ;)
Mungkin bisa jadi serendipity...
duh, serendipity kayak gini kalo berlanjut sampe jadi cerita cinta, mantep banget tuh pis...
semoga besok bisa duduk bersebelahan...
ganbatte ne...
belum butuh bantuan comblang kan??? kalo butuh segera hubungi saya.. wkwkwkwkwk
ayoo dong, ngasih senyum mautmu biar dianya juga penasaran sama kamu. hehehehe
@alil: hahahaha, amieeeen. Tapi nggak berharap banyak ah, takut gila. ;)
@Brencia: belum butuh mba...nanti yah kalau senyum maut saya belum berhasil saya hubungi mba. hehehehe
ah....biasa naek kereta jg sering memperhatikan orang2....
andai saya punya keberanian utk menatap matanya dan tersenyum; biasa pasti langsung menunduk malu ketika dia melihat
@kotakitem: hahaha, yuk kita sama-sama mempersiapkan keberanian lebih dan menebarkan senyum. Hehehehe.
mari *senyum mesem2*
btw biasa naek kereta ke mana?
Posting Komentar