Halaman

Selasa, 02 Desember 2014

Hello

Hai, sini duduk di sebelahku. Sudah lama kita tidak berbincang intim macam dulu. Sudah banyak drama di dalam kepala yang tidak menemukan cerita. Bermuara begitu saja tanpa sempat mengecap gegap gempitanya cerca. Menguap sebelum aksara dan kata bercumbu menghasilkan melodi yang akan menghiasi megahnya sebuah panggung pertunjukan.

Tidak ada cerita berarti tidak ada penonton yang biasanya riuh rendah bertepuk tangan atau paling tidak menggerutu karena jalinan cerita yang terhidang tidak seperti yang mereka inginkan. Kursi penonton berdebu, seperti halnya karat yang terbentuk di dalam kepala saking jarangnya sesuatu keluar dalam bentuk diorama atau melodrama. Bisa dilihat hiasan satu-satunya mungkin hanya serupa jaring laba-laba di setiap sudut ruang yang terpintal tanpa pola dan aturan.

Aku kini kembali, menyapa udara hampa yang mengisi ruang kosong setelah beberapa lama ditinggalkan. Tidak bisa aku janjikan kalau pertunjukan akan dihidang sesering dulu ketika hati sedemikian kerontang. Tidak bisa aku pastikan kalau aku akan datang mengirim kabar tentang kesedihan atau menjadi selingkuhan atau cinta yang tak terbalaskan. Masa-masa itu sudah terlewatkan, terpintal dalam berrol-rol kenangan usang yang seharusnya dienyahkan. Sayang aku tak ingin kehilangan itu sehingga semua dijejalkan dalam satu jambangan untuk suatu hari dikenang kala sedang bosan.

Terus apa yang akan diceritakan? Drama tanpa bumbu sedih percintaan seperti tidak lengkap dan tidak mengundang decak kasihan. Katanya aku akan kehilangan simbol ketika yang aku ceritakan bukanlah kepedihan. Tapi inilah hidup, tidak selamanya aku harus hidup dalam lingkaran kesedihan yang terus berputar-putar tanpa menemukan jalan keluar. Hidup selalu mengantarkan kita pada berbagai macam pemberhentian. Kemarin aku berhenti di ceruk kesedihan sedemikian panjang hingga banyak babak yang berhasil dipertontonkan. Sekarang aku keluar dari sana tanpa lagi ada drama sehingga sulit sekali menggagasnya dalam bentuk prosa. Bahkan ketika kepala dipaksa untuk mereka-reka. Tidak bisa.

Aku datang hanya ingin berkabar. Membewarakan kalau aku baik-baik saja meskipun jarang menorek cerita dalam lembaran lontar. Aku masih aku yang dulu, tidak ada yang berubah. Hanya saja drama di dalam kepala tidak lagi bersahabat untuk diumbar sedemikian terbuka. Drama-drama yang ada bisa terselesaikan tanpa harus dibahas dalam sebuah pertunjukan tanpa jeda iklan. Drama-drama yang ada bisa dibereskan lewat perbincangan panjang lewat perantaraan hitungan mundur pulsa yang selalu berkurang. Disudahi karena masing-masing mengalah demi akhir yang sudah disepakati. Tidak menodai janji.


Mungkin aku akan sering datang. Atau bisa jadi Jarang. Tapi tolong didoakan semoga saja nanti, sebentar lagi, aku akan berkabar dari negeri sebrang.