Halaman

Jumat, 22 Mei 2009

Ambigu


Panggil saja aku ambigu karena tidak ada kata yang menggambarkan siapa diriku selain ambigu. Aku lahir dari dunia yang nyata, dibesarkan dengan cara yang nyata tapi aku tumbuh dalam keambiguan. Karenanya aku merasa aku ambigu.

Awalnya aku merasa diriku tidak ambigu. Aku sama dengan anak-anak lain yang sering bermain di pekarangan depan atau taman belakang rumahku. Aku tidak berbeda dengan mereka, meski kadang mereka kemudian merasa kalau aku berbeda dan meninggalkanku sendirian. Apa aku sedih? Awalnya, tapi setelah itu tidak. Kukunci pintu pagarku, kemudian kukeluarkan ratusan mainan yang dibawa pulang oleh orang tuaku ketika mereka bertugas ke luar negeri sebagai oleh-oleh. Kugelar semuanya berantakan. Dan ketika mereka, teman-teman itu melongok dari terali pagar ke arah mainan, maka dengan sombong aku akan membereskan semuanya ke dalam kotak dan masuk ke rumah dengan perasaan menang. Lihat, dari kecil aku sudah bisa menyiasati bagaimana menghadapi mereka yang memandangku ambigu. Entah siapa yang mengajarkan.

Kesendirian dan kesepian kadang menjadi pupuk bagi kemabiguanku. Kesendirian membuatku merasa nyaman dengan dunia penuh ilusi, penuh pengharapan, penuh warna yang tidak hanya ada biru dan kuning. Sementara kesepian membuatku menkritisi arti ambigu yang setelah kutemukan artinya, aku semakin menikmatinya. Kesendirian dan kesepian ternyata tidak membunuhku, hal-hal itu justru membuatku menjadi seseorang dengan hati yang tertempa.

Sampai saat ini aku tidak mengerti kenapa aku nyaman dengan perasaan ambigu ini. Aku merasa ambigu bukanlah hal nista karena aku tetap bisa tumbuh jadi sosok yang menurutku tidak memalukan. Aku bisa membawa diriku ke jalan yang semua orang tidak bisa. Mungkin memang itu semua hanya keberuntungan, semua kesenangan yang aku alami hanya berupa keberuntungan. Apakah kemudian ambigu bagiku juga merupakan sebuah keberuntungan? Aku tidak tahu.

Dulu aku merasa bahwa yang ambigu hanya aku dan duniaku. Makanya kadang aku merasa terasing dengan lingkungan sekitarku, merasa marginal meski aku tetap bahagia. Selayaknya anak autis yang tetap bersemangat dalam dunia kaca kehidupannya. Tapi ketika aku membuka mataku lebar-lebar ternyata banyak juga yang ambigu sepertiku, bahkan jauh sebelum aku merasa bahwa aku ambigu. Mereka sudah berada di dunia mereka yang sekarang ternyata sedikit banyak bersinggungan dengan duniaku.

Keambiguanku semakin bertambah ketika aku bertemu kemudian jatuh cinta dengan seseorang yang ambigu juga. Jatuh cinta tetap indah, meski kata orang cinta kami aneh, cinta kami tidak lazim, cinta kami salah. Siapa yang berani menggugat cinta? Apa karena mereka merasa mereka tidak ambigu kemudian mereka merasa yang paling benar dan menyalahkan cinta kami. Sekali lagi cinta tidak bisa digugat. Biarkan kami merasakan cinta meski menurut kalian itu salah. Bagi kami, cinta kami tidak salah, cinta kami seperti juga cinta kalian. Tulus dan tidak membebani.

Aku tidak merugikan kalian semua meskipun aku dicap ambigu. Aku tidak lantas mejelma menjadi orang yang jahat dan berhati busuk meskipun memiliki cinta yang selalu kalian cerca. Aku manusia biasa, meski ambigu. Aku masih berhak memutuskan jalan kehidupanku sendiri walau kalian tetap melihatnya salah. Aku akan tetap menjadi aku yang ambigu.

Kalau kalian mau bersikap adil padaku, cukup buka mata kalian lebar-lebar. Yang menurut kalian ambigu hanya satu dari sekian aspek yang bisa kalian nilai atas kehidupanku. Tidak adil rasanya kemudian jika kalian menggeneralisasi semua tentang aku hanya dari sisi itu, yang kebetulan ambigu. Anomali dalam perspektif kalian. Tapi yakinlah meskipun aku mabigu dan anomali, aku tetap memiliki hati yang sama seperti kalian. Hati untuk berbagi. Hati untuk saling berjabatan tangan dan bergandengan dalam persahabatan dan damai.

Hari ini, aku yang ambigu, yang memiliki perspektif lain tentang makna sebuah cinta hanya ingin berteriak lantang. Aku bangga menjadi aku yang ambigu, karena meskipun kalian seringnya merendahkan keambiguanku, aku tetap bisa mengalahkan kalian yang menurut kalian sendiri normal dan tidak ambigu dalam beberapa hal. Tidak semua memang, tapi aku tetap saja bangga. Aku bangga menjadi aku yang ambigu. Sekarang, besok dan nanti.

Sekali lagi, panggil saja aku ambigu….

Rabu, 20 Mei 2009

Perantara Mimpi


On the phone with my mom:

Mom: Apis, itu temen kamu yang cina itu kemana sih? Kok jarang keliatan

Apis: Temen cina yang mana sih Mom? (padahal hati gue deg-degan)

Mom: Itu lho, yang sering maen ke rumah. Yang waktu itu ngasih mommy bingkisan buah
Apis: Oh, si mata segaris yah? Emangnya kenapa Mom?

Mom: Perasaan kok jadi jarang liat. Kalau kamu di Bandung juga dia jadi jarang maen ke rumah. Sakit dia?

Apis: Emang kenapa sih Mom? Kok tiba-tiba nanyain dia? (hati gue makin nggak karuan)

Mom: Udah dua hari berturut-turut mommy mimpiin dia. Aneh aja, makanya nanya sama kamu

Apis: Hah mommy mimpiin dia? Kok bisa? Mimpiin gimana sih mom? (gue bener-bener kepo!)

Mom: Jadi mommy tuh mau praktek, tapi yang nyetirin dan nganter-nganter dia. Yang nggak bisa mommy lupa itu senyumnya. Tulus banget, kayak yang sayang gitu sama mommy…

Apis: Ih, mommy genit. Mommy jatuh cinta kali sama dia. Adoooooh……

Mommy: Orang gila! Bukan, kok yah aneh aja mommy bisa mimpiin dia. Sampe dua hari berturut-turut. Makanya mommy nanya sama kamu, dia kemana? Takutnya ada apa-apa

Apis: Dia udah pindah Mom, pindah ke Singapur, nerusin bisnis papihnya. Udah mau dua minggu.

Mommy: Kok pindahan nggak pamitan sama mommy? Gimana sih tuh anak..

Apis: Dia asalnya mau pamitan, tapi waktu itu kan mommy lagi ada seminar di Bali, jadi nggak sempet ngomong langsung. Mungkin dia dateng di mimpinya mommy karena dia mau pamit kali, sekalian mau bilang kalau dia sehat-sehat aja.

Mommy: Iyah kali yah, tapi kok sampai dua hari berturut-turut yah?

Apis: Mungkin dia mau bilang juga kalau dia sayang sama mommy..

Mommy: Hahahahahaha. Sayang sama mommy? Masa sih. Sama kamu sayang nggak dia? (GUBRAK!!!)

Apis: Apaan sih Mom, suka asal deh ngomongnya!

Mommy: Ya udah, nanti kalau kamu telpon-telponan sama dia, bilang mommy kangen. Suruh ketemu mommy kalalu kapan-kapan dia balik ke Indo

Apis : Iyah Mom, ntar Aku bilangin.


Cinta, orang bilang mimpi itu hanya bunga tidur, hanya hiburan saat mata tak terjaga. Tapi aku yakin bahwa kadang mimpi juga merupakan sebuah pertanda, sebuah isyarat hening. Mungkin tidak bisa dipercaya sepenuhnya, tapi aku yakin bahwa ada maksud di semua pertanda yang hadir perantaraan mimpi.

Lihat, kamu sudah sedemikian rupa mengambil hati mommy. Nggak hanya waktu kalian bisa bertatap muka langsung, tapi disaat jauhpun kamu masih saja berusaha mengambil hati mommy dengan menunggang mimpi. Bahagia rasanya menyaksikan bahwa kamu tak juga lelah mencoba untuk berusaha agar kamu bisa diterima di hati mommy. Apapun usahanya itu, aku sangat menghargainya.

Mungkin mommy ku bukan mami kamu yang dengan sangat terbuka menerima aku di tengah keluarganya, di hatinya. Menyayangi aku seperti anaknya sendiri. Mungkin mommyku bukan mami kamu yang sudah dengan sangat terbuka menerima hubungan kita, bahkan ikut merasa berkewajiban menjaga hubungan ini. Tapi yakinlah, mommy ku pasti akan bisa menerima semuanya, meskipun entah kapan. Itu nggak penting, yang paling penting kamu ada di hatinya mommy. Setidaknya datang melalui mimpi adalah cara yang paling tepat untuk tetap mengingatkannya tentang kamu.

Sayang, terima kasih untuk selalu berusaha membuat semuanya semakin mudah. Membuatnya semakin jelas untuk dijalani. Yang perlu kita lakukan sekarang hanya berusaha, berusaha mempertahankan apa yang memang patut untuk kita pertahankan, karena percayalah bahwa ini semuanya indah. Cinta kamu indah, cinta aku indah, cinta kita indah. Semoga indah dan kekal untuk selamanya.

Tapi kamu curang….Kenapa kamu hanya datang di mimpinya mommy? Tak inginkah kamu menyambangiku dalam mimpi? Aku rindu tau, dan aku berharap dengan memimpikanmu bisa mengikis sedikit rindu yang ada disana. Di hati aku.

Datanglah dalam mimpiku malam ini, besok malam dan selamanya. Sampai kita akhirnya bisa bersama kembali suatu hari nanti. Aku mencintaimu….

Selasa, 19 Mei 2009

Nuhun


Kemaren baca postingannya Fa yang terbaru yang judulnya sorrow. Gue kok ngerasa banyak kemiripan yah sama ceritanya itu, kebetulan mirip banget sama cerita gue yang ditinggal si mata segaris itu pindah ke luar negeri. Tapi jangan pikir yang diceritain Fa itu gue, gue nggak kenal sama Fa, jadi mana mungkinkan Fa nyeritain gue.

Membaca tulisan Fa, membuat gue sadar bahwa gue juga sedemikian beruntungnya punya temen-temen yang perhatian, yang seperti Fa tunjukkan sama temennya itu. Memberikan perhatian, memberikan dukungan, penguatan dan menemani saat gue nangis nggak berhenti.

Fa mengingatkan gue untuk mengucapkan terima kasih dan tersungkur dalam rasa syukur yang teramat dalam. Kemaren-kemaren gue mungkin keasyikan tenggelam dalam kesedihan, berenang dalam air mata dan lupa akan keadaan sebenarnya bahwa banyak teman yang peduli. Dan gue lupa itu. Maafkan teman, gue kemaren bener-bener dibutakan pedih, ditulikan sakit. Tapi saat ini gue udah sadar, udah bangkit, udah gak terlalu sedih lagi, karena seperti kalian bilang bahwa hidup tetap harus berjalan.

Izinkan gue mengucapkan terima kasih karena sudah tetap berada disana, berdiri menemani meski jauh. Terima kasih untuk sms-sms yang memberikan dorongan di malam terakhir gue bisa merengkuh nyata si mata segaris. Terima kasih sudah menawarkan diri untuk menemani gue mengantarkan si mata segaris ke bandara. Maaf, bukan tidak mau ditemani, tapi waktu itu gue hanya ingin berdua. Terima kasih sudah menelpon untuk menanyakan keadaan gue sesaat setelah pesawatnya lepas landas. Terima kasih sudah menemani gue menangis ketika gue nggak tahu apa yang harus diucapkan. Terima kasih sudah menculik dan membawaku jalan-jalan meskipun hanya sekedar makan. Semuanya berarti, dan untuk itu gue mengucapkan banyak terima kasih.

Apalah artinya gue tanpa kalian, teman-teman yang gue sayang. Yang tanpa kehadiran kalian membuat gue merasa tidak utuh dan tidak lengkap. Sekali lagi izinkan gue mengucapkan terima kasih atas apa yang sudah kalian lakukan. Berkat kalian juga gue bisa bangkit. I love you all….NUHUN PISAN!

Tingkah Kocak


My dear gay friend memutuskan buat move on setelah sekian lama terjebak dengan cinta masa lalunya yang katanya sebegitu indah dan berkesannya sampai-sampai dia tidak bisa telepas dari stereotype pacarnya itu.

What a great. Nggak ada yang bikin gue seneng selain keputusannya itu. Akhirnya dia bisa beranjak, mencari cinta lain yang menurut gue pasti masih banyak di luaran sana asalkan dia mau membuka diri. Dengan mengambil keputusan buat move on adalah langkah awal yang paling baik buat mengisi hatinya lagi. Dengan cinta.

Entah apa yang membuatnya mengambil keputusan itu, padahal pas terakhir ketemu dia masih keukeuh buat mempertahankan keputusannya untuk tetap menunggu. Tapi apapun itu alasannya gue udah gak peduli. Gue bener-bener seneng dengan keputusannya. Setidaknya dia berusaha keluar dari lingkaran masa lalunya.

Yang bikin gue bertanya-tanya adalah apakah ketika seseorang sudah sedemikian lamanya tidak membuka hati, orang tersebut kembali menjadi silly, konyol atau kocak ketika pertama membuka diri dan berkenalan dengan orang lain?

Mungkin susah untuk bertemu dengan orang baru apabila tidak dikenalkan oleh lain. Makanya my dear gay friend ini memutuskan untuk kembali mencoba mencari di dunia chatingan, meskipun dia sembunyi-sembunyi dari gue. Ngomongnya sih dia chating di YM, tapi pas gue perhatiin kok pake tukeran no Hp dan saling melihat foto di manjam yah. Bukannya kalo chating di YM, kita setidaknya udah kenal itu orang. Makanya saking keponya gue, gue deketin laptopnya. Dan ternyata donkkkkkkk, chatnya di #gim aja. Huahahahaha. Masih musim bang………………..

Nggak masalah deh dia mau dapet kenalan dari mana, toh orang-orang di #gim juga gak semuanya peres, nggak semuanya jayus. Kalau sedang beruntung, bisa aja ada orang yang berkualitas nyasar di #gim dan mencari orang yang berkualitas juga. Jadi nggak ada salahnya nyari datingan di situs itu. Gue berharap semoga dia mendapatkan apa yang dia cari, karena gue yakin temen gue itu nggak sembarangan juga nyari temen buat prospekan. Dia tahu apa yang dia mau.

Kenapa gue bilang silly, konyol dan kocak, karena kemaren itu gue lihat dia dapet prospekan. Langsung telponan 2 jam-an aja donk. Gue tinggal tidur sampe gue bangun lagi masih aja telpon-telponan. Tiap gue terjaga dia masih aja dong telpon-telponan, dan posisinya berubah-ubah. Di luar kamar, masuk kamar mandi, jongkok, berdiri, nungging, jongkok lagi tetep telpon-telponan aja. Mereka kelar karena salah satu dari mereka batere HPnya mati.

Yang gue nggak berenti ngakak dalam posisi tidur gue, adalah my dear gay friend itu mencoba menggali wawasan dari si prospekannya itu. Dia sempet nanya tentang pendapat prospekannya itu tentang fenomena gay married. Dieksplorelah wawasan si prospekkan. Gila aja, baru nelpon pertama udah berat omongannya. Gue sampe mikir gokil, kenapa nggak sekalian ditanyain aja pendapat si prospekkan tentang masalah SBY yang memilih budiono sebagai calon wakil presidennya. Wakakakakakak….

Ada lagi yang bikin gue terlempar ke beberapa tahun kebelakang lihat tingkah temen gue itu. Waktu masih telpon-telponan gitu, entah temen guenya entah si prospekkan itu, tapi mereka memutuskan buat ketemuan. Dan dengan polosnya, temen gue itu bilang : “Lu udah liat manjam gue kan? Gue jelek lho”. Gue ngakak sampe guling-guling donk. Gila, masih musim yah gak pedean kayak begituan. Itukan jaman-jaman gue dulu banget, jaman kegelapan, jaman bego. Sekarang musimnya udah ngomong gini: “jangan macem-macem yah, sini cantik lho!”. Gyahahahahahahaha.

Ini yang gue rasa paling spekta. Abis nelpon itu, my dear gay friend ngedumel-dumel dan agak-agak complain. Dia ngerasa udah agak klik dengan si prospekannya itu, tapi menurut dia masih ada satu masalah yang sulit buat dia untuk melangkah lebih jauh. Waktu gue tanya apa masalahnya, dia bilang ini masalah perbedaan agama. Gue ngagak gak guling-guling lagi tapi ampe jungkir balik koprol. Bo, cinta sama laki aja udah salah, ngapain juga mempermasalahkan perbedaan agama. Dia bilang lagi, dia nggak mau dalam satu hubungan ada perbedaan prinsip. Adooh, situ mau kawin yah?. Kikikikikikik

But apapun itu, gue bakal dukung semua keputusan dari my dear gay friend itu. Dia tahu yang terbaik buat dia, dia cukup menjalani apa yang dia percaya. Tugas gue cuma mendukung, mengingatkan. Sebatas itu, makanya gue juga gak boleh judgmental. Tapi please bo, jangan terlalu naïf. Umur kita udah berapa, janganlah kayak ABG baru meletek donk ah! Kata dia, dia kan telat mekar. Peres deh, makanya gue bilang dan sekalinya mekar, mekarnya di got. Hehehehe. Becanda sayang. Maaf yah kalo kemaren itu gue ngetawa-ngetawain lu. Nggak maksud apa-apa kok, cuman takjub aja.

Ketemuaannya tadi gimana yah? Adooh, kepo deh gue. Besok Tanya ah…….

Minggu, 10 Mei 2009

Berpisah di Bandara


Pekat masih asyik mencumbui malam saat aku terjaga kemudian menuju ke batas asa. Cahaya belum sedikitpun luruh ke bumi, tapi aku harus beranjak ke sebuah akhir cerita. Aku benci sebenarnya hari ini. Andaikan aku punya kekuatan untuk menghentikan hari, ingin rasanya hari berhenti di saat kemarin dan tak beranjak lagi. Aku benci waktu yang mengalir dan mengantarkanku pada saat sekarang, aku ingin terikat diam dengan kemarin dan hari-hari sebelumnya. Aku hanya ingin diam. Denganmu.

Tanpa terasa hari ini datang juga, hari dimana aku harus melepas kepergianmu. Aku serasa kehilangan separuh nyawa, rasanya setiap kali aku melihatmu pagi ini seperti mendengar hatiku robek. Perih. Kehilanganmu terus terang rasanya seperti meniti jalanan berbatu, aku tahu pasti terasa sakit di telapak kaki, tapi tetap harus dilakoni. Semua sudah digariskan, ditakdirkan dalam buku biru perjalanan cintaku. Cinta yang kusemai di taman indah hatinya, cinta yang kemudian bersemi di ladang hati kami berdua. Cinta yang ternyata kemudian harus dipisahkan oleh jarak.

Rasanya tidak ingin lepas berpelukan seperti semalam, berharap tubuh ini berlekatan dengan tubuhnya. Hanya untuk saling mendekatkan hati, membuatnya berbicara satu sama lain tanpa bantuan suara. Suara hanya menggangu keintiman, karenanya semalam telah kubiarkan sunyi bergelayut diantara kami. Kuberharap dengan sunyi semua bisa disampaikan dengan tamat, tanpa sisa cerita yang menggantung membingungkan. Semuanya sudah diujarkan tanpa lisan, semua rasa tuntas dikeluarkan tanpa kata. Sekali lagi kubiarkan senyap melingkupi hati kami berdua untuk mengentaskan semua asa.

Pagi ini, di bandara, saat air mata tak lagi bisa kubendung, saat waktu seakan tidak berkompromi dengan keinginan, saat kamu memeluk aku untuk yang terakhir kalinya, karena entah kapan lagi aku bisa menyelusup di dadamu seperti itu. Aku seperti mati rasa, aku kehilangan arah. Tidak tahu apa yang kurasakan sebenarnya. Ketika kamu memunggungiku kemudian beranjak menjauh, aku hanya bisa diam dalam kesakitan. Bertafakur dalam keheningan. Aku merasa kehilangan jalan pulang, melayang dalam bayang-bayang kerinduan .

Cinta, rinduku padamu akan menetes sebanyak tetes gerimis. Tidak butuh kertas, atau corengan garis untuk menghitungnya. Genggamlah jantungku dan hitung denyutannya. Sebanyak itu aku akan merindukanmu.

Kamis, 07 Mei 2009

B-E-T-E


Kenapa dia kalau marah nggak mau angat telpon gue? padahal kan itu yang biasa gue lakuin kalo gue lagi marah….

Kenapa dia kalau kesel nggak mau bales sms gue? padahal kan itu yang biasa gue lakuin kalo gue lagi kesel….

Kenapa dia selalu menghindar saat dia sedang merasa bahwa gue tidak begitu mempedulikannya? Padahalkan itu juga yang biasa gue lakuin saat gue merasa diabaikan oleh seseorang.

Kenapa dia berubah menjadi dingin, menjawab seperlunya, tak acuh ketika gue menyapanya kembali setelah semalam gue lupa mengirimkan sms selamat tidur? Padahal gue yang biasanya berlaku seperti itu.

Kenapa dia menjadi sok jual mahal ketika aku mengucapkan maaf karena kesalahan kecil yang menurut gue nggak penting? Padahal itukan kebiasaanku.

Arghhhhhhhhhhh CEWEK ini bener-bener bikin ribet deh. Ngambekan, padahal untuk hal-hal yang sepele. Yang menurut gue bisa dibicarakan dengan ringan. Nggak perlu pake hati. Bener-bener bikin minggu gue jadi suram. Nggak tahu apa kalo gue akhir minggu ini justru akan kehilangan si mata segaris.

Cewek taarufan gue ini orangnya ambekan, sedikit-sedikit ngambek. Dan kalau ngambek adooh, bikin gue kebakaran jenggot deh. Ditelpon nggak mau diangkat, disms berlembar-lembar sekali ngirim juga gak pernah dibales. Minta maaf nggak pernah dimaafin dengan gampang. Maunya apa sehhhh?

Kemaren dia marah karena di Fb, gue mengupload foto gue berdua sama CEWEK. Iyah sih memang fotonya agak-agak mesra gitu, fosenya latihan prewed. Tapi please deh, secara udah gue bilang kalo itu cuman temen. Kok marahnya kayak gue berselingkuh. Lagian, Halooooooo, kita kan belom pacaran. Kalo belom pacaran aja udah bikin gue sengsara gini, gue kan jadi mikir-mikir. Huahahahha. Lariiiiiiiii, mumpung ada kesempatan!

Dia nggak tahu apa kalau minggu ini sebenernya gue lagi mellow banget, gue lagi sedih karena si mata segaris mau pindah ke Singapur. Gue lagi sibuk menata hati, eh si Cewek ini malah bikin perasaan gue tambah runyam. Perlu minta maaf pake cara apa lagi sih? Diajak jalan juga berkelit dengan berbagai alasan menghindar. Bete deh. Gue lagi sedih, jangan bikin hidup gue lebih sengsara dong! Gue tahu kita sedang menjajaki hubungan yang kedepannya juga gue nggak tau gimana, tapi jangan bikin gue jadi berfikir untuk mundur. Kasih gue kesempatan belajar jatuh cinta sama kamu, cewek taaruf! Please, sekali lagi kasih gue kesempatan belajar.

Pas gue cerita sama si mata segaris, dia ngakak donk. Katanya si cewek taarufan itu sifatnya kayak gue kalo lagi ngambek. Nggak mau angkat telpon. Nggak mau bales sms. Suka menghidar. Dingin dan tak acuh. Sok jual mahal saat dimintain maaf. Pokoknya sama persis. Adooh masa gue gitu sih? Mungkin karena gue suka berasa Ratu. Hahahahahahaha. Apa si cewek taarufan itu juga yah, ngerasa dia Ratu?

Arghhhhhhhhhhhhhhhhhhh……..BETE!

Rabu, 06 Mei 2009

Merebahkan Asa


Sepanjang weekend kemaren, aku benar-bener melihatnya dengan perspektif yang berbeda. Mulai dari awal melihatnya menjumputku sampai saat memunggungiku pergi ketika megantarkanku pulang. Aku mempunyai cara pandang baru terhadap dia. Orang yang kucintai.

Aku bisa dengan jelas melihat ceruk berisi kesedihan menggenang di matanya. Awan kelabu yang menggelantung berat di setiap perkataannya. Aku merasakan hal lain tentang cinta, tentang arti dari bagaimana beratnya berpisah. Argh…menuliskan kata berpisah saja rasanya berat dan sakit, apalagi membayangkan kenyataan yang sudah menghadang di depan mata. Kenyataan yang tidak bisa lagi disangkal, tidak bisa dihindari. Semua sudah diputuskan, dan aku yakin itu jalan yang terbaik. Buat dia, buat aku, buat kami berdua.

Melihatnya kemarin seperti memaksaku untuk menghitung mundur hari-hari yang tersisa. Aku tahu kita tidak berpisah dalam konteks yang tidak akan bertemu lagi, kita hanya dipisahkan oleh jarak, dan jarak bukan masalah katamu. Jarak bisa diakali, jarak bisa dimanipulasi. Mungkin jarak memang bisa diakali dan dimanipulasi, tapi bagaimana dengan rindu? Aku akan sangat merindukan matamu yang hilang saat tersenyum. Merindukan bijakmu ketika aku merasa bahwa hidup ini seakan tak berpihak kepadaku. Apa itu bisa diakali? Perasaan tak mungkin bisa dimanipulasi, karenanya sakit akanlah tetap sakit.

Mungkin di mulutku selalu berujar kalau aku siap kehilangan atau tepatnya terpisah darimu, tapi hati tak bisa dibohongi. Rasanya seperti digerogoti kanker stadium sekian yang membuatku hanya bisa terkulai lemas. Tapi semua itu tidak berarti aku menghalangimu untuk melangkah. Aku tahu semuanya demi masa depan, dan mudah-mudahan demi masa depan kita. Aku hanya sedih, dan menurutku itu wajar karena berpisah dengan seseorang yang kita cintai adalah sesuatu yang berat. Mungkin dengan sedikit sedih, dengan sedikit air mata itu bisa menguatkan.

Sayang, jangan khawatirkan aku. Aku siap menghadapi semuanya. Kita hanya dipisahkan jarak, tapi kita harus yakin kalau hati kita berlekatan satu sama lain. Kuharap hati kita tetap mendendangkan lagu isyarat cinta, mejaganya tetap bernada merdu. Jangan risau melihat air mata ini, karena air mata ini akan kutampung dalam berlembar-lembar surat cinta. Akan kusimpan suratnya kemudian di dekat buritan, berharap suatu saat gelombang mengenyahkannya jauh dan membentur karang di negeri seberang. Tempat dimana kamu menungguku dengan peluk tanpa syarat.

Izinkan aku rebah di pundakmu dalam hari-hari terakhir kita berdekatan. Biarkan aku mendengar jelas detak jantungmu dan merasakan darah yang mengalir di nadimu. Aku berharap kita bisa lebur dalam perasaan bahagia, meskipun sambil menghitung mundur hari yang tersisa.

Aku mencintaimu dalam indah, selamanya!