Halaman

Kamis, 30 Oktober 2008

Elegi Gerimis


Hari ini gerimis datang lagi. Rinainya menyapa jutaan kuncup bunga, mencumbunya kemudian jatuh ke tanah, menghapus jejak yang tersisa. Aku benci gerimis meski orang bilang gerimis itu romantis. Aku benci gerimis, karena gerimis mengingatkanku padamu. Gerimis hanya mengungkit cerita lama, cerita getir, cerita penuh air mata. Cerita antara aku dan kamu.

Aku benci gerimis karena biasanya gerimis hanya datang sesaat. Aku benci gerimis karena kesesaatannya itu tetap menghasilkan jejak. Jejak air mata. Aku kadang berharap yang muncul hujan besar bahkan badai dan bukannya gerimis. Aku lebih memilih terporakporandakan badai daripada terkoyak gerimis. Gerimis itu getir. Gerimis itu darah. Gerimis itu luka. Aku benci gerimis, karena gerimis hanya menyingkap tirai masa lalu. Masa dimana ada aku dan kamu. Sayang gerimis hanya sesaat, hanya mampu mengoyak. Tidak memporakporandakan.

Ingatkah kamu saat kau memintaku untuk tidak membencimu? Saat itu gerimis. Rinai itu jadi saksi. Katamu aku boleh melupakanmu, tapi jangan membencimu. Katamu benci hanya akan menutup pintu maafku padamu. Saat itu gerimis, dan gerimis tak datang sekali. Bagaimana aku bisa melupakanmu kalau tiap gerimis datang yang terbayang hanya kamu. Aku benci gerimis, karena gerimis membuatku selalu ingat kamu. Mengingatmu berarti menyobek hatiku. Aku benci mengingatmu.

Di depanku jalan tak hanya lurus, tapi ada juga ke kiri dan ke kanan. Aku tinggal memilih mau kemana . Tapi kenapa ketika gerimis datang, aku memilih berjalan ke belakang, bukannya lurus ke depan atau belok ke kiri dan ke kanan. Berjalan ke belakang, mengingatmu yang telah menyakiti hatiku. Aku benci gerimis, karena gerimis membuatku tak punya pilihan. Aku mengutuki langit yang menurunkan gerimis. Mengutukimu yang datang menunggang gerimis.

Masih perlukah sebuah kata maaf terucap? Masih perlukah pintu maaf terbuka? Kamu bilang jangan membencimu, karena benci menutup pintu maafku. Aku benci pernah mencintaimu, karena mencintaimu membuatku rela menjadi yang kedua, menjadi selingkuhan dan menjadi yang marginal. Aku tidak bisa memilikimu sepenuhnya, tidak seperti bumi yang berhak atas langit. Mencintaimu membutakan aku, seperti matahari yang dibutakan malam.

Saat gerimis kamu memutuskan untuk memilihnya, berlari ke arahnya kemudian memeluknya. Kamu meninggalkanku yang mengigil di tengah gerimis. Meninggalkanku dengan harapan agar aku tidak membencimu, karena kamu masih mengharapkan sepenggal maaf. Kalaupun aku memaafkanmu, aku akan tetap membencimu karena gerimis. Gerimis membuatku teringat padamu, dan aku benci itu. Aku benci gerimis.

Gerimis……. Aku sudah lelah. Jangan kau siksa aku dengan rintikmu. Aku lelah terpenjara dalam asa. Aku lelah mengingatnya karenamu.

Selasa, 28 Oktober 2008

Eits.....Ada yang Flirting!!!!!


Kemaren gue sama temen-temen jaman kuliah ngumpul lagi di Bale Pare Kota Baru Parahiangan. Sekedar melepas kangen, napak tilas kegilaan-kegilaan kita dulu. Sekarang udah banyak yang gak mau diajak dugem, alesannya udah nggak umurnya lagi, jadi kita memilih kongkow-kongkow di café atau tempat makan yang tetep ada live musicnya. But wait, dugem udah nggak umurnya lagi? Come on honey, we are still 26. Masih muda untuk sekedar bersenang-senang melepas stres di tempat clubbing. Salah satu pembenaran tipe gue.

Waktu kita lagi ketawa-ketawa dan cerita-cerita soal hidup, soal kerjaan, hubungan, rencana pernikahan, tiba-tiba gue melihat seseorang di meja pojok sedang menatap tajam ke arah meja kita. Tepatnya ke arah gue. Igh, siapa sih dia? Gue bener-bener nggak kenal, atau lupa yah. Tapi gue kan tipe orang yang lupa nama seseorang mungkin, tapi untuk lupa wajah biasanya nggak. Makanya ketika gue membongkar ingatan gue tentang orang itu, gue nggak nemu filenya. Pas gue bales tatapannya, dia tersenyum samar kemudian mengedipkan sebelah matanya. Kok dia tempting?

Gue cuekin aja, nampak nggak penting juga. Terus lagi males, coba kalo nggak lagi males, pasti dah gue samperin. You wish…Mana mungkin gue berani berlaku seperti itu, secara gue orangnya pemalu. Dia masih tetep liatin gue. Hati gue bilang kalo kayaknya gue kegeeran, bisa aja dia ngeliatin salah satu temen gue. Di meja itu kan bukan cuman gue doang, lagian temen-temen gue lebih spekta deh dandanannya. Maksimal abies.

Temen gue bilang katanya orang di meja sana kayaknya ngeliatin kita terus. Kita jadi pada ribut, berebut pengen liat siapa yang ditunjuk temen gue itu. Gue juga pura-pura bego dengan sok sibuk penasaran, padahal gue udah engeh dari pertama gue duduk. Tampangnya lumayan sih, di atas rata-rata kalo di range penilaian gue. Bodinya juga oke. Tapi seperti gue bilang tadi, gue lagi males. Sok ribut aja bareng mereka.

Eh, kok tiba-tiba orang itu berdiri dan berjalan ke arah kita. Waduh, berani amat yah dia, nyatronin kita-kita yang berjumlah lebih dari 5 orang. Dia juga ditemenin temen-temennya sih. Temen-temen gue pada ribut sambil cekikikan, nunggu apa yang akan dilakukan orang itu. Bener aja, dia nyamperin meja kita trus bilang kalo dia mau kenalan. Waktu temen gue nanya mau kenalan sama siapa, dia jawab sama semuanya tapi khususnya sama yang ini sambil nunjuk gue. Wah…..maksudnya? jadi nggak enak ati.

Am I seem so obvious? Am I seem so desperate? Terlihat baru putuskah gue? Kok dia bisa smell mile away my aura. Salah menyalakan aura kali neh gue. Ya memang sih gue baru putus, tapi nggak seputus asa itu kok. Masa sih sebegitu kelihatannya, sampai-sampai dia bisa menangkap sinyal feromone yang gue keluarin.

Yang gue bingung, kok dia bisa pengen kenalan sama gue yah? Padahal sumpah, malem itu gue biasa banget. Waktu ngobrol juga, gue lebih banyak jadi pendengar ketimbang pembicara. It means kalo gue nggak menonjol diantara hiruk pikuk temen-temen gue yang asyik bercerita ini itu. Tapi kok bisa yah? Kenapa musti gue? Bukannya nggak boleh, cuman aneh aja. Padahal kalo gue aktif ngomong di acara ketemuan gini nggak pernah ada yang ngajak kenalan, tapi kalo gue cenderung diem aja, kok jadi ada yang tertarik yah. Berani ngajak kenalan lagi. Hebat.

Mungkin mulai besok gue mau lebih banyak diam aja, biar lebih banyak yang ngajak kenalan. Yeeeeeeeeee, gue ngarep!!

Minggu, 26 Oktober 2008

Akhirnya Aku Menyerah


“Lupakan aku……….” Sepenggal kalimat yang kemudian menotok pertahanan semua sarafku. Lemah. Tak berdaya, tak bisa malakukan apa-apa.

“Aku mohon jangan menyerah!” Pintaku. Sayang sepertinya dia tidak akan mendengar permintaanku, karena justru kalimat itu terucap setelah telepon tertutup. Atau mungkin sesaat setelah dia menutup hatinya untuk kehadiranku.

“Aku tahu kita pasti bisa melewatinya, makanya jangan menyerah. Jangan sekarang” Kalimat itu kuucapkan meski aku tahu semuanya sia-sia. Semuanya sudah berakhir pada titik nadir yang dibuatnya. Kumpulan titik yang membangun garis-garis samar untuk kemudian menjelma menjadi nyata dan memisahkan aku dengannya.

Aku diam. Hening. Aku membiarkan pikiranku menjuntai, bergulung-gulung luruh ditelan pahit dan perih. Pikiranku kemudian menemukan jalan buntu, tapi aku menyuruhnya terus melaju. Biarkan saja pikiranku menabrak semua yang menghalangi jalannya, biarkan merayap, menyelusup melalui liang yang ada. Setidaknya tidak diam, karena dengan diam berarti stagnan. Dan stagnan berati mati, sementara aku tidak mau pikiranku mati. Mati berarti menyerah, dan aku tidak menyerah.

Pikiranku berhenti di salah satu pusaran yang kemudian melingkarkanku untuk mengingat suatu percakapan yang aku tak ingat dimana pernah mendengarnya. Tepatnya pikiranku membelot untuk tidak mengingatkanku akan hal itu. Lamat-lamat percakapan itu menjelma menjadi sangat nyata, bahkan setiap detail kata yang terucap membahana di ruang pikiranku yang menjuntai dan bergulung. Pikiranku memaksaku untuk mendengarkannya berkali-kali, entah apa maksudnya. Tapi aku seakan berada di titik yang itu-itu juga, berputar-putar dan kembali ke titik yang sama.

“Jangan menyerah. Aku mohon jangan menyerah!”
“Apa karena aku bodoh? Aku akan dengan giat belajar agar menjadi pandai dan tidak mempermalukanmu di depan teman-temanmu”
“Apa karena aku nista? Aku akan berdiri setia hanya padamu sampai kapanpun”
“Apa karena aku miskin? Aku akan giat bekerja agar tidak selalu menyusahkanmu dan bergantung padamu”
“Makanya aku mohon jangan menyerah!”

Kalimat-kalimat itu terus menggema di dalam pikiranku yang menjuntai dan bergulung. Semakin bergulung, semakin membuatku oleng. Aku limbung. Aku pusing, kemudian pikiranku menghilang. Aku tak sadar. Apa aku mati? Aku tidak mau mati, karena aku masih mau berjuang seperti kalimat-kaliamat percakapan tadi yang gaungnya kian kencang bahkan ketika aku merasakan bahwa aku telah mati.

Saat gulungan pikiranku berhenti bergerak, aku tersadar. Aku bangun meski tertatih, aku berontak meski tak bertenaga. Aku hanya ingin berjuang. Memperjuangkan cinta yang dulu kita bangun berdua. Aku tak sanggup berjuang sendirian sementara kamu selayaknya prajurit yang mengaku kalah padahal perang belum juga usai. Menyerah untuk tidak berjalan bersamaku lagi. Kenapa?

Aku tidak bodoh, yang artinya aku tidak akan mempermalukanmu di depan teman-temanmu. Aku tidak nista, tapi meskipun begitu aku akan berdiri setia hanya padamu sampai kapanpun. Aku tidak terlalu miskin, aku punya pekerjaan yang menjanjikan, artinya aku tidak akan terlalu menyusahkan dan bergantung padamu. Tapi kenapa kamu tetap menyerah? Sudah terlalu beratkan beban yang kau pikul untuk sekedar berjalan beriringan denganku? Aku tahu setapak itu berbatu dan seringkali membuat kaki kita terluka sampai berdarah. Tapi kalau kita bersama, kita akan bisa melewatinya, menyongsong jalan besar tak terjal yang terpampang mengundang. Tak peduli aku harus memapahmu sampai jauh, menggendongku saat kamu sama sekali tidak bisa berjalan. Aku rela menjadi titian langkahmu untuk mengenyahkan sakit yang mungkin datang. Aku rela.

Aku hanya ingin kamu tidak menyerah. Tidak seperti ini, karena aku masih kuat menerima dera. Aku akan berdoa agar aku bisa menggatikanmu untuk menerima sakit, perih dan luka yang mungkin ada. Aku rela. Percayalah aku rela.

Sayangnya kamu sudah tidak percaya padaku, bahkan pada kemampuanmu sendiri. Aku bisa apa? Sekuat apapun aku berjuang tapi ketika kamu memutuskan untuk menyerah maka perjuangan akan sia-sia. Cinta tak bisa diperjuangkan hanya oleh aku sendiri, aku tak akan sanggup. Mungkin aku seharusnya mengikuti caramu menghindar dari semua kenyataan ini. Mungkin sudah saatnya bagiku juga untuk menyerah.

Terima kasih telah mengajarkanku menjadi kuat dengan caramu. Terima kasih telah menjadikanku dewasa lewat pembelajaran yang luar biasa. Aku berhutang banyak padamu. Aku mungkin tidak akan bisa membayarnya sampai kapanpun, karena kini aku juga menyerah. Aku menamatkan peranku di kehidupanmu. Titik.

Yuda : Setidaknya aku pernah berjuang.

Topeng, Cermin dan Jati Diri


Gue sedemikian terkejutnya ketika berdiri depan cermin. Kenapa bayangan yang terbentuk justru bukan gue, kenapa orang lain? Bahkan gue tidak mengenal siapa dia. Orang asing yang muncul ketika gue berkaca.

Gue masih penasaran. Gue berlari ke ruangan lain yang juga ada cerminnya. Gue berkaca, dan gue tambah terkejut karena yang terlihat masih orang asing. Tapi bukan orang asing di ruangan pertama. Siapa mereka? Mengapa meraka yang muncul ketika gue berkaca. Gue kemana?

Dengan perasaan takut gue mengeluarkan cermin lipat dari dalam tas. Gue masih penasaran, mungkin tadi karena efek ruangannya atau entah apa. Yang pasti gue bingung, karena gue yakin gue yang berkaca, tapi kenapa yang muncul mereka. Perlahan gue melihat ke dalam cermin kecil itu, sesaat muncul bayangan yang untuk ketiga kalinya ternyata bukan gue. Bukan juga orang asing di ruangan pertama, bahkan bukan dia yang muncul di ruangan kedua. Siapakah mereka?

Seharusnya gue tidak terlalu terkejut melihat kenyataan itu. Sangat manusiawi. Gue yakin semua orang pasti pernah bahkan sering mengalaminya. Bukan dalam artian kondisi yang sebenarnya ketika kita berkaca yang muncul orang lain, tapi dalam arti kondisi kiasan. Kita sering dengan atau tanpa sadar memainkan peran atau berpura-pura menjadi orang lain. Untuk berbagai alasan yang kebanyakan untuk menguntungkan posisi kita. Kita sering tiba-tiba menjadi baik, menjadi jahat, menjadi lemah-lembut, menjadi beringas yang ternyata bukan sifat kita yang sesungguhnya.

Kalau gue kemudian ditanya, biasanya kapan gue memakai topeng, berpura-pura menjadi orang lain sehingga ketika bercerminpun gue tampak menjadi seseorang asing? Gue akan menjawab dibeberapa kondisi berikut ini :

1.Di depan para siswa atau mahasiswa gue. Nggak mungkin juga kan gue bertingkah aneh-aneh, banyak cekakak-cekikik, ngomong pake bahasa indonesia yang sangat tidak baku, yang baru didengar ketika kita berada di mall atau di tempat dugem. Bisa rusak reputasi, atau parahnya tidak dipercaya lagi menjadi pendidik. Sekali-kali lupa bolehlah, mereka juga akan menganggapnya sebagai hiburan. Bukan kebiasaan.

2.Di depan bos gue di kantor. Dia membayar gue atas keilmiahan dan titel yang gue punya. Makanya gue harus bertindak sesuai dengan kaidah ilmiah (alah…..). Gue merasa ketika sangat ilmiah, justru itu bukan gue yang sesungguhnya. Trus buat apa kuliah sains yang ngejelimet? Mungkin dulu gue lagi khilaf.

3.Di depan orang baru. Gue nggak pengen orang salah persepsi sama “kegilaan” gue. Gue baru bisa melepas topeng setelah merasa nyaman. Kata temen gue, bertingkahlah serius dulu, nanti “kegilaan” lo jadi bonus buat dia.

4.Di depan gebetan gue. Tapi yang ini awalnya aja, biar nggak ilfil di pertemuan pertama. Setelah itu dia harus menerima gue apa adanya. Take it or leave it. Habis perkara.

Gue merasa beruntung memiliki teman-teman yang sangat pengertian yang mau menerima gue apa adanya. Tapi bukankah pertemanan harusnya seperti itu? Justru gue yang musti belajar menerima temen-temen gue apa adanya. Mencoba lebih mengerti mereka, bukannya ngebetein mereka ketika gue berfikir mereka itu nggak seperti yang gue harapin. Gue memang egois, maaf.

Selalu berperan menjadi orang lain dan memakai topeng itu melelahkan. Lebih baik kita belajar menerima dan menjadi diri sendiri. Pasti kita menemukan kualitas lain dari diri kita yang selama ini belum tergali. Kadang menjadi orang lain juga tidak mengenakkan, karena kita lambat laun akan kehilangan jati diri kita.

Gue bercerita sekedar mengingatkan diri gue untuk menjadi diri sendiri, bukan untuk menghakimi kalian yang sering berpura-pura. Nggak maksud dan never been there, karena menghakimi tidak akan membawa kita kemana-mana. Kecuali menghakimi diri sendiri, yang akan membuat kita menjadi manusia seutuhnya yang lebih baik.

Selasa, 21 Oktober 2008

WHEN IT JUST ABOUT SEX


On YM, sore hari ketika kerjaan nggak begitu banyak, gue terlibat percakapan dengan seorang teman yang baru gue kenal beberapa bulan terakhir. Sebenernya dia udah ngajak ngobrol dari siang, tapi gue ignore. nampak males, soalnya dia suka agak-agak maksa, tapi dasarnya gue yang suka penasaran, cuman pengen tahu sejauh mana dia akan bergerak. maka terjadi obrolan bebrapa babak berikut.

Babak Satu
xxx : Hallo bos, pakabar? Lagi apa?
gue : Kabar baik. lagi di kantor lah. kamu?
xxx : Gue lagi di kantor juga. Kok gue ngajak ngobrol dari tadi nggak ditanggepin?
gue : Sorry, lagi banyak kerjaan
xxx : Gimana hubungan lo sama pacar lo itu?
gue : Baik-baik aja. Thank for asking
xxx : Gue lagi bosen nih. Pacar gue ngebetein akhir-akhir ini. lagi pengen wisata
gue : Ya ambil cuti, terus liburan
xxx : Ini wisatanya beda. Gue pengen wisata sex. Lo mau gak ML ama gue?!
gue : HAH?!!!!!!!
xxx : Beneran gue. Mau nggak?! Gue nggak bakalan bilang sama pacar lo deh. Cuman kita berdua aja yang tahu
xxx : Gimana?!


Babak Dua
xxx : Hallo.......Hallo................
xxx : Kok nggak dijawab? Kita udah sama-sama dewasa, tau sama tau lah. I need sex
xxx : Are you still there?
xxx : Gue jamin pacar lo nggak bakalan tau selama lo nggak bilang dan lapor sama dia
xxx : Gimana?
Silent......Hening.....Gw nggak tanggepin

Babak Tiga
xxx : Heh....Diajak ngomong kok diem aja
xxx : Gimana?
Gue : Apaan?
xxx : Itu, yang tadi
gue : Yang mana?
xxx : Jangan belaga bego deh. Gue yakin lo nggak sebodoh itu
xxx : Mau yah!
gue : Mau apaan sih?
xxx : ML ama gue!!
Gue cekikikan, bener-bener langsung pada sasaran. Nggak gue jawab juga

Babak Empat
xxx : Gimana? Mau yah?
xxx : Say Yes
xxx : Please!!!
gue : No thanks!
xxx : Why? BIG why?
gue : Lo dah punya pacar, gue juga. Bukan saatnya maen api. Lagian gue lagi pengen setia sama pacar gue.
gue : Kalo lo pengen, minta dong sama pacar lo. jangan sama gue
xxx : Kan gue dah bilang kalau dia ngebosenin
xxx : Gue pengen nyari selingan segar. Just for some intermezzo
xxx : Jadi gimana? mau yah?!
gue : No thanks
Diam......................Lama...............

Babak Lima
xxx : Kenapa sih lo pengen setia sama pacar lo?
xxx : Lagian belom tentu juga pacar lo itu setia sama lo
xxx : jangan munafik deh!
gue : Gue? Munafik? Maksudnya?
xxx : Iya, gue tau padahal lo mau juga kan? sok bawa-bawa isu setia
xxx : Di dunia kita ini, setia hanya slogan. Prakteknya non sense
xxx : Jadi gimana? Please!!
gue : No thanks
Gila kali nih orang, nggak ngerti penolakan. Gue diemin aja lagi.........Lama...........

Babak Enam
xxx : jangan sampe lo kemakan omongan sendiri ya!
gue : Maksudnya?
xxx : Iya tiba-tiba lo selingkuh, nggak setia sama pacar lo
gue : Kalaupun itu kejadian, mungkin nggak sama lo
xxx : Emang kenapa sama gue?
L-A-M-A........
xxx : Emang kenapa sama gue?
xxx : Emang kenapa sama gue?
xxx : Emang kenapa sama gue?
Di ujung sana, gue cuman bisa geleng-geleng kepala sambil bergumam. Tau....Pikir aja sendiri

Babak Tujuh
xxx : Mau yah!
Gue : No thanks
xxx : Ya.........Nggak seru lo ah!
Tiba-tiba dia sign out tanpa pamit ama gue. Gue cuman bisa ngakak ngelihat kegigihannya dan juga keputusasaannya. Menyerah juga dia.

Dari obrolan gue sama si xxx itu, gue jadi mikir. Emang salah yah kalau gue pengen setia? Sebegitu sulitkahnya memanggul panji kesetiaan di dunia gue yang kata banyak orang lebih banyak berisi kepalsuan? lagian kalaupun misalnya pacar gue nggak setia sementara gue setia mati-matian, itu masalah dia. Bukan masalah gue. pasti gue putusin sih but sleeping around is totally none of my business. And no Excuse!

For sex reason, kebanyakan orang memang selingkuh di belakang pacarnya. Yang gue bingung, bukannya seks rasanya gitu-gitu aja. kenapa harus mencari selingan segar ketika pasangan lo berubah menjadi membosankan? Mengorbankan suatu hubungan untuk sekedar mencicipi seks yang kemungkinan juga a pitty sex not a great sex, namanya konyol. Totally ridiculous! Gue nggak mau gambling untuk sesuatu yang belom pasti.

Tiba-tiba HP gue berbunyi..................
Hah....si xxx nelpon gue. Ternyata dia belom menyerah!!!!
Pertanyaannya : Would i??

Sabtu, 18 Oktober 2008

THEY WAS BORN


Di rumah bersalin nyokap gue, saat matahari terik banget di hari sabtu yang gerah. Kita sekeluarga ngumpul, nungguin salah satu momen yang memang kita tunggu-tungguin sejak beberapa bulan yang lalu. Hari itu sepertinya akan hadir anggota keluarga baru di tengah keluarga gue. Dari pagi dia memang udah gelisah, bolak-balik nggak karuan, kayaknya mulas udah mendera perutnya. Manja memang sudah menjadi sifatnya sehingga ketika hari ini dia bertambah manja dengan minta terus perutnya gue elus-elus, kita semua tahu bahwa saatnya sudah tiba.

Kita dengan gelisah, bergantian nungguin saat itu tiba. Untungnya keadaan rumah bersalin saat itu nggak begitu rame. Hanya ada pasien satu-dua, sehingga nyokap gue beruntung bisa dengan intens nunggu pasien istimewanya. Begitu istimewanya, sehingga si empunya rumah bersalin yang berniat menolong persalinannya hari itu. Dia memang menjadi istimewa sejak kehadirannya satu setengah tahun yang lalu. Anggota keluarga baru yang meramaikan suasana, membuat riuh rumah kami yang awalnya hanya berisi empat orang.

Nyokap gue tiba-tiba berteriak, “Sudah lahir!”. Kamipun mendengar suara anak yang baru dilahirkan. Gue nggak sabar untuk melihat anak itu, mirip siapakah dia? Tapi belum selesai rasa penasaran gue, nyokap gue teriak lagi, “Ada lagi!....Dan lagi….Ini yang terakhir!”. Hah…… Kami dibuat heran. Ternyata hari ini dia melahirkan anak kembar 4. Yang terbayang di otak gue cuman gimana cara membesarkan anak sebanyak itu. Ngurus dan ngebiayain ibu yang ngelahirinnya aja gue udah begitu bekerja keras, sekarang ditambah lagi dengan 4 orang anak sekaligus. Gue langsung membuat keputusan. Harus ASI eksklusif, selain lebih bagus, hari gini susu mahalnya amit-amit.

Ketika gue berkesempatan untuk melihat anak-anak itu pertama kalinya, gue berdoa dalam hati. Ya Allah, semoga semua anak itu mewarisi semua sifat ibunya! Meskipun sifatnya perpaduan kedua orang tuanya, buatlah semua sifat ayahnya resesif sehingga tidak terekspresikan dalam penampakan fisik anak-anak itu. Aku rela mereka semua mirip ibunya, bukan bapaknya!

Orang pasti berpikir betapa egoisnya gue sehingga berdoa seperti itu. Apa salahnya dengan mirip gue sebagai bapaknya! WAIT……Jangan terhasut, gue nggak ngomongin istri dan anak gue (yang sampai sekarang belum ada keduanya), gue lagi ngomongin kucing persia-anggora gue yang hari ini ngelahirin.

Di salah satu postingan gue beberapa bulan yang lalu, gue pernah ngomel-ngomel karena kucing peranakan anggora-persia gue yang nggak tahu diri. Nggak tahu diri karena dengan berani-beraninya backstreet dan kemudian kawin dengan kucing kampung pincang yang entah darimana datengnya. Sialan tuh kucing gue, merusak silsilah keturunannya sendiri dengan sadar. Dia nggak tahu kalau dia mahal, dan kalau dia mau saja sedikit bersabar, gue pasti bawa dia ke peternakan kucing untuk menjodohkannya dengan pejantan yang juga berkualitas baik bibit, bobot maupun bebetnya (mode ibu-ibu sok ningrat dengan konde segede ban vesva on)

Hari ini dia ngelahirin, dan tanpa ditungguin si jantan yang udah bikin dia bunting. Mungkin gue berharap terlalu lebih. Kucingkan emang gitu, abis ngebuntingan trus lupa deh meski dengan jelas gue sering liat tuh kucing pincang hilir mudik depan rumah gue. Sialan. But what can I do more? Selain bersiap-siap ngeluarin kocek lebih banyak buat beli makanan impor tuh kucing-kucing yang makin mahal gara-gara krisis ekonomi global di Amrik sana. Kok ngaruh yah sama makanan kucing? Ngebetein.

Makanya gue berharap biar semua anak yang lahir hari ini, nggak ada satupun yang mirip bapaknya. Selain bapaknya nggak tanggung jawab, poin pentingnya karena bapaknya itu kucing kampung. Kan kalo mirip ibunya yang anggora-persia, setidaknya punya nilai jual yang lebih. Nilai jual dalam arti kata sesungguhnya karena memang niatnya mau gue jual semua. Lumayan jadi penghasilan tambahan. Sayangnya anak-anak kucing itu masih terlalu dini untuk dilihat mirip siapa, sehingga yang bisa gue lakuin hanya menunggu, setidaknya dua bulan. Kalo mirip ibunya, gue jual. Tapi kalo mirip bapaknya, gue bagi-bagiin aja, dan kalaupun nggak ada yang mau, gue buang semua.

Sepupu gue yang lagi ambil spesialis ginekologi, sms balik waktu gue bilang kucing gue udah ngelahirin. Katanya gue kalah telak sama kucing gue itu. Kucing gue aja yang kualitasnya secara genetik memang bagus, nyari pasangan nggak pilih-pilih, kok gue yang dengan dengan nggak sopannya dan minta ditampar dia bilang kualitasnya aja masih diragukan, nyari pasangan terlalu milih-milih. Makanya nggak kawin-kawin dan punya anak.

Sialan tuh sepupu gue, secara dia juga belom merit padahal umur udah early thirty (jangan-jangan dia homo kali ya?) Upss..Maaf. Jelas beda ama gue yang pilih-pilih dengan berbagai pembenaran versi gue. Pertama, gue kan nggak mau asal comot, asal pilih. Beli baju aja bisa berjam-jam gue pilih dan bolak-balik masuk fitting room, apalagi soal pasangan. Kedua, gue kan anti kemapanan. Jadi bukan nggak pengen cepet merit, secara kehidupan masih gini-gini aja, masih seneng hura-hura, seneng nongkrong di café sampe larut, Menikah kayaknya hanya akan membelenggu kebebasan gue. Ketiga, dia buta kali yah?! Masa nggak bisa liat anak gue lagi lari-lari di taman…………….(taman impian dan khayalan maksudnya!).

Rabu, 15 Oktober 2008

MENYIKAPI KETAKUTAN



Semalem temennya temen sms gue, di tengah malem buta ketika mata berasa di-lem karena seharian nongkrongin mikroskop ngeliatin bakteri yang mau gue identifikasi. Sebenernya bisa aja sms itu nggak gue buka, tapi takutnya dari pacar gue. Dia hobinya sms atau telpon gue tengah malem, sekedar nemenin dia dijemput kantuk padahal kantuk dah hinggap di mata gue dari beberapa jam sebelumnya. Demi cinta. Wait...Cinta apa bodoh yah?

Temennya temen itu sms cuman untuk ngasih semacam pertanyaan yang katanya harus dijawab. Nggak boleh nggak. Katanya lagi dari jawaban gue itu dia bisa nganalisis kepribadian gue. Aduh, tes kepribadian kok tengah malem buta, memangnya nggak bisa besok pagi atau siangan ya? Toh kepribadian gue nggak akan berubah saat pagi, siang, malem bahkan subuh. Gue tetap gue yang seperti sekarang ini. Terkadang menyenangkan, banyakkan menyebalkan. Maaf, it runs on my blood.

Pertanyaan sederhana, tapi susah jawabnya. Kayak dulu waktu jaman kuliah pas ada ujian advanced molecular biology yang open book. Pertanyaannya simple tapi nyari jawabannya yang susah. Di diktat yang lebih tebel dari daftar dosa gue aja, tuh jawaban kagak ada makanya nampak useless bawa buku tebel-tebel. Menyebalkan. Kok jadi ngomongin jaman kuliah, kangeeeeeeeeeen!!!!!

Pertanyaan sederhananya adalah : “Apa yang akan kamu lakukan ketika kamu merasa ketakutan?”

Mungkin buat sebagian orang, jawabnya mudah banget. Tapi buat gue jawabannya agak susah soalnya sepanjang hidup ini kayaknya gue banyak dihantui dengan ketakutan. Takut akan banyak hal, takut untuk bergerak, takut kehilangan, takut ditinggalkan dan lebih parah takut sendirian. Makanya ketika gue merasa ketakutan, gue akan mengambil beberapa alternatif berikut :

1.Berdoa sama Tuhan. Berharap Tuhan bisa menghilangkan ketakutan gue dengan segera. Sayang doa tidak selalu berefek instan. Tuhan mendengar, tapi Tuhan menunggu. Menunggu gue berdoa lebih kerap, mengingat-Nya lebih sering, mengadu lebih intens, dan menyambangi-Nya setiap saat, bahkan saat gue tidak sedang ketakutan.

2.Berlari. Berlari karena sedang ketakutan adalah suatu hal yang paling wajar. Paling lumrah. Semacam pengingkaran diri. Tapi sampai kapan kita akan terus berlari? Itu tidak akan menyelesaikan masalah karena ketakutan itu tidak hilang, tapi justru akan mengikutimu kemanapun kamu berlari.

3.Menghadapinya secara ksatria. Menghadapi ketakutan dengan keberanian mungkin hal yang paling sering harus dilakukan. Berharap dengan menantang ketakutan itu, ketakutan bisa sirna. Melatih dan membiasakan diri kita menjadi lebih kuat agar mampu menghadapi ketakutan apapun, dimanapun.

4.Menghubungi seseorang. Berbagi ketakutan dengan orang lain mungkin tidak akan menghilangkan ketakutan itu, tapi pasti mengurangi kadarnya. Setidaknya ada seseorang yang tahu kalau kita sedang ketakutan. Berharap dia akan meminjamkan selimut keberaniannya untuk sesaat. Mudah-mudahan keberaniannya sedikit menular.

5.Diam dan berfikir. Dengan diam kita akan lebih konsentrasi dalam berfikir kenapa ketakutan itu bisa muncul. Kenapa ketakutan itu senantisa menghantui kita, dan bagaimana lepas dari kungkungan ketakutan tersebut. Kadangkala dengan diam ketakutan itu akan lenyap dengan sendirinya.

Ketakutan memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia di dimensi manapun, menghadapinya adalah sesuatu yang PALING masuk akal untuk dilakukan. So face it! Ketakutan akan membuat kita menjadi manusia seutuhnya karena dengan takut kita akan bertindak jauh lebih hati-hati dan bijaksana.

Tidak ada dalam hidup ini yang jauh lebih indah selain cinta dan berlaku bijaksana.

Selasa, 14 Oktober 2008

PERJANJIAN DENGAN TUHAN


Malem udah beranjak pagi tapi gue masih nggak bisa tidur. Semua buku dah gue baca, makan biar kenyang, dengerin musik mellow, tapi tetep kantuk nggak juga menerkam mata gue. Iseng-iseng gue nyoba menelaah diri gue, ya sekedar merefleksikan apa yang udah terjadi sama hidup gue selama ini.

Mungkin dulu sebelum gue lahir ke dunia yang hingar bingar ini, Tuhan udah bikin semacam perjanjian. Perjanjian yang udah disepakati antara Tuhan sama ruh gue dan bakal terealisasi selama gue hidup di dunia. Sebenernya perjanjian itu rekaan gue aja, hasil ngayal di tengah malam buta saat ngantuk nggak juga tiba. Sebelumnya gue minta ampun sama Tuhan, nggak maksud mendahului atau mereka-reka takdirMu.

PERJANJIAN ANTARA AKU DAN TUHAN (tanda tangan di atas materai nggak yah?)
SATU
Tuhan beri gue otak cemerlang, selalu sekolah di sekolah negeri, selalu jadi juara kelas, kuliah sampai S2, cum laude di tingkat S1 dan S2, tapi Tuhan nggak beri gue mudah dalam dapetin pekerjaan yang gue mau.
DUA
Tuhan beri gue keluarga yang mapan, bokap dan nyokap dengan penghasilan berlebih, semua fasilitas hidup tersedia, tapi Tuhan gak beri gue mudah dalam mendapatkan penghasilan sendiri yang cukup besar.
TIGA
Tuhan ngasih gue banyak temen-temen yang pengertian, yang berada di sekitar mereka selalu bikin gue merasa nyaman, tapi Tuhan gak ngasih gue mudah dalam mendapatkan cinta dan pasangan.
EMPAT
Tuhan ngasih gue kelebihan di mulut. Dari mulut gue bisa keluar apa aja, dari mulai sesuatu yang berkualitas, doa, sampai kata-kata sampah. Buat hal itu Tuhan minta bayaran dengan ngasih gue ketidakpercayaan diri dan selalu ragu-ragu.
LIMA
Tuhan beri gue banyak kesempatan buat merasakan keindahan dunia lewat tangan sahabat-sahabat yang tercipta, sebagai konsekuensinya Tuhan beri gue perasaan selalu kesepian, bahkan dalam keramaian.
ENAM
Tuhan ngasih gue perasaan mudah jatuh cinta, tapi Tuhan bikin gue banyak disakiti
TUJUH
Tuhan bakal mempermudah gue dalam mencapai apa yang gak gue dapet di poin satu sampai enam asal gue senantiasa berdoa dan selalu berada di jalannya.

Gue jadi kepikiran dan tambah nggak bisa tidur. Daripada nggak bisa tidur gini, mending gue nyari lembar penjanjian itu kali yah?! Kalo ketemu, besok gue mau ke notaris ah buat sedikit mengubah isi perjanjiannya. Sapa tau biayanya nggak mahal.

Kok tiba-tiba gelap yah……Ternyata gue keburu tidur sebelom berhasil menemukan lembar perjanjiannya. Yaaaaaaaaa……..tinggal terima nasib berarti.

Tangerang, 14 Oktober 2008 jam 02.00 subuh

Senin, 13 Oktober 2008

CINTA LINGKAR PERUT


Selalu ada alasan buat seseorang jatuh cinta atau putus dengan pasangannya. Kebanyakan sih seseorang jatuh cinta karena penampilan fisik. Cakep lah, lucu lah, putih lah, tinggi lah, bodynya oke lah. Pokoknya semua tentang fisik. Sesuatu yang buat gue justru bukan prioritas utama. Selain karena gue sadar diri dengan penampilan fisik gue yang segini adanya, penampilan fisik banyaknya menipu. Hanya untuk menutupi apa yang memang seharusnya ditutupi.

Gue sebenernya gak adil dengan menyamaratakan yang fisiknya oke pasti dalemnya nggak bagus. Maklum gue seringnya malah terjebak dalam posisi sirik. Nggak bisa kaya mereka yang ternyata punya kualitas lain selain fisik. Tapi yang penting buat gue dalam memilih seseorang untuk menjadi pasangan adalah smart. Kalo pinter, nyambung diajak ngobrol apapun, fisik yang standar bisa diabaikan. Lagian jalan sama seseorang yang ggod looking malah bikin nggak nyaman, apalagi kalo dia sadar banget dengan ke-good lookingannya itu. Makan ati.

Putus juga gitu, selalu ada alasan kenapa hubungan harus diakhiri. Dari mulai alasan yang masuk akal sampai yang mengada-ngada. Gue sih seringnya bilang kalau putus itu karena mau melanjutkan studi S3, nggak dink itumah kalau gue mau keluar kerja. Gue kalo mau putus alesannya apa ya? Tergantung kondisi kayaknya, soalnya kalau bilang soal chemistry kayaknya udah teramat basi. Setelah jalan sekian lama kok baru ketahuan kalo ternyata chemistry antara kita nggak jalan, nampak alasan yang aneh.

Nah kemaren waktu gue sama pacar gue makan di salah satu mall di Jakarta, sampailah kita ke salah satu topik yang sebenernya dimulai karena lewat gerombolan si berat. Empat orang mahasiswa (dari tampangnya) yang badannya super duper gede. Pacar gue bilang katanya kalau gue terlalu banyak makan nanti badannya bisa segede mereka. Knock on wood. Trus dia rada ngomel liat porsi makan gue yang “sedikit” lebih banyak dari biasanya. Ya iyah lah gue makan “agak” banyak secara 1) Kita udah pesen banyak makanan, pacar gue nggak mau makan, katanya nggak enak, trus giliran gue yang bayar, ya udah mendingan diabisinkan? Sayang tau. Mahal. 2) Pacar gue ngajak jalan, muter-muter jakarta dari pagi dan kita nggak makan siang, cuman makan pas sore itu. Terang aja gue “sedikit” kerasukan. Laper banget.

Back to our conversation. Dia bilang kalo gue banyak makan, kurang olah raga kayak yang kejadian sama gue belakangan ini, trus nanti perut gue jadi buncit, dia bakal ninggalin gue.

What??!!!! Ninggalin gue cuman karena perut gue yang membuncit? Yang bener aja. Meskipun kita ngobrolnya dalam konteks becanda tapi tetep bikin gue kepikiran. Masa suka dan sayang sama gue karena perut gue yang rata aja. Banyak kali kualitas lain di diri gue selain perut rata. Sialan. Merasa terhina gue. Lagian kayaknya nampak nggak mungkin kali gue jadi buncit. I'm totally into diet, so kalo gue jadi buncit, kayaknya gue bunuh diri deh. Maaf, mode berlebihan dimainkan. Buncit memang bukan gue banget. Nggak mau pokoknya. Apa kabar dengan baju-baju bodyfit gue? Masa melar di bagian perutnya kalo dicuci karena keseringan kena stretch pas dipake. Tidakkkkkkkkkkkkkkkk!!!!

The point is : Banyak hal-hal bodoh yang pasangan ungkapin ketika mereka pengen putus dari kita. Bukan berarti pacar gue yang ini pengen putus sih, jangan. Jangan sekarang maksudnya. Ini yang harus banyak dipelajari oleh orang, belajar mengeluarkan alasan yang masuk akal ketika kita ingin putus. Alasan yang cantik, yang bikin kita nampak tidak sedang ngibul. Tapi kembali ke peraturan yah. Kalian boleh mutusin pacar kalian tanpa alasan kalau :
1.Pacar lo selingkuh. Nggak ada ampun untuk ketidaksetiaan.
2.Pacar lo ketahuan masih nge-drug. Meskipun awalnya lo tahu dan dia berjanji buat nggak ngulanginnya lagi
3.Pacar lo ringan tangan. Langsung laporin ke polisi!
4.Pacar lo posesif. Ribet.
5.Pacar lo psyco. Serem.
6.Pacar lo tukang bohong. Apa yang kita harapkan dari seorang pembohong.

Tapi kalau ada orang yang mau mutusin gue karena gue perutnya jadi buncit gimana? Nggak masuk akal banget kan karena gue nggak selingkuh, nggak nge-drug, nggak ringan tangan, nggak posesif, nggak psyco, dan bukan tukang bohong. Cinta kok sebatas lingkar perut!!!!!!

Yuda : Mulai nanti malem gue mau mulai ngemil air putih lagi ah.............................

Senin, 06 Oktober 2008

MY MOM WORRIES


Apa sih yang menjadi kebahagiaan seorang anak selain menyenangkan hati orang tuanya? Tentu itu merupakan tujuan akhir dari setiap kehidupan anak manusia. Membahagiaan kedua orang tuanya.

Dulu waktu gue masih kecil, nyokap gue selalu bilang bahwa dengan gue menjadi anak yang penurut, nggak maksa pengen itu-pengen ini, rajin sekolah, rajin ngaji, itu udah menyenangkan hati dia. Terus waktu gue beranjak remaja, nyokap bilang lagi bahwa hal yang bisa membuatnya bahagia adalah melihat gue berprestasi di semua bidang. Tak perlu piala sebagai legitimasi katanya, cukup dengan menunjukkan sikap bahwa kita memang berprestasi itu sudah lebih dari cukup.

Waktu remaja itu gue mati-matian pengen berprestasi di semua bidang yang gue gelutin. Tak lain hanya ingin membuat senang hati nyokap gue, setidaknya bangga. Gue bersyukur bahwa semua keinginan nyokap gue itu nggak gue jadiin beban, karena kalau jadi beban justru akan menberatkan langkah gue untuk mencapai apa yang gue inginkan. Biasanya dengan memiliki beban seperti itu, banyak orang tua yang justru kehilangan anaknya. Anaknya kabur, lari dari rumah, karena merasa bahwa orang tuanya terlalu memaksakan kehendak. Memberi tangung jawab yang memang nggak ingin mereka pikul. Alhamdulillah gue nggak berlaku seperti itu, setidaknya gue punya pelarian cara gue sendiri.

Menjadi dewasa. Itu yang sekarang gue inginkan. Seringkali gue ngerasa bahwa sebenarnya gue hanyalah anak kecil, dan selalu kecil yang terjebak di dalam tubuh orang dewasa. Kekanak-kanakan adalah sifat yang membuatku ketagihan. Entah kenapa pikiran ini nggak pernah mau dibawa dewasa. Melihat sesuatu hanya dari sisi kegembiraan, nggak mau susah, egois, senang-senang, hura-hura. Menjadi dewasa mungkin itu yang diharapkan nyokap gue sekarang. Nyokap gue nggak perlu ngomong, gue udah tahu.

Kemaren di malam lebaran, waktu gue sama nyokap gue ngobrol santai di dapur, nyokap gue bilang. Kalau sikap gue gini terus apalagi soal kerjaan yang selalu pengen pindah-pindah, kapan hidup gue bisa mantap. Katanya lagi kalau hidup gue nggak mantap, nyokap gue itu sedih. Memang katanya semua yang dia dan bokap gue lakuin selama ini, banting tulang, kerja dari pagi sampai pagi lagi, semuanya buat gue sama adek gue. Tapi buat apa kekayaan yang dimiliki sekarang kalau ternyata tidak bisa mengantarkan gue ke gerbang kehidupan yang lebih baik.

Nangis, gue bener-bener nangis denger nyokap gue bilang gitu. Air mata rasanya nggak menjadi jawaban atas permintaan nyokap gue itu. Hati gue perih menerima kenyataan bahwa sepertinya masih ada kebahagiaan yang belom gue berikan sama nyokap gue. Gue tahu nyokap gue secara materi mampu, lebih dari mampu malah. Tapi akankah gue selalu bergantung sama dia? Sampai kapan? Hidup itu siklus, dan siap tidak siap gue akan kehilangan dia suatu waktu. Mungkin memberi kebahagiaan buat dia dengan kemantapan hidup akan lebih memberi arti yang lebih dalam hidup gue.

Mom, you know that I love you so much more than anything in this world. I’m so sorry for making you worries with my unstable live. I’ll try my best to make you proud for having a son like me. Thaks for always being there. Being a best mom, best friend and best companion. All the romantic words wouldn’t be able to express the love that I have for you. Just look inside and you would understand.

KOREAN MOVIE

Im totally not into korean drama movie. That’s why kalo gue belanja DVD ke Kota Kembang atau Pagarsih (semacam Glodok) pasti gue lewatin aja rak yang berisi ratusan DVD drama korea itu. Bukan nggak suka, tapi nontonnya males. Biasanya panjang-panjang dan menguras air mata. Gue emang seneng film yang haru biru, kesannya lebih dalem tapi kalau film korea terlalu sedih. Bosen gue nangis-nangis bombay.

Memang nggak gue pungkirin, gue pernah juga nonton drama korea. Nggak anti-anti banget kok. Film korea yang pertama gue tonton adalah endless love. Serial panjang gitu, yang tiap scene pasti ada nangis-nangisnya. Tapi ceritanya emang sedih banget. Tentang perjuangan seorang anak yang ketuker sejak kecil. Tipikal sinetron Indonesia jaman sekarang deh, tapi dikemas lebih mantap. Lebih bernyawa. Shi*t, film ini bikin gue kecanduan, rasanya pengen terus nonton sampai tamat. Dan parahnya untuk beberapa episode gue ikutan nangis. Hehehehe, cemen banget yah gue?

Film kedua yang gue tonton, tepatnya serial kedua adalah jewel on the palace. Gara-gara nyokap gue nih yang seneng banget sama film ini sampe-sampe gue disuruh nyari dvdnya trus diajak nonton bareng. Katanya nemenin soalnya kalo nonton sendirian nggak seru. Kepaksa deh gue ngendon hampir tiap malem depan tv, tapi filmya memang bagus kok, semi-semi kolosal gitu. Tapi yang gue bete nontonnya lama. Bukan cuman karena episodenya yang banyak, tapi karena tiap ada pasien, nyokap gue nyuruh filmnya di pause. Nggak boleh dijalananin sampe semua pasien yang dateng pada pulang. Tambah lama kan.

Nah kemaren, temen gue bilang katanya dia punya film korea dan dia merekomendasikan gue buat nonton film itu. Katanya menang di Canes film festival. Berarti film bagus donk, and thanks God bukan serial. Judul filmnya no regret. Dan jujur filmya memang bagus, dan sedih. Mungkin gue besok-besok mo ngulang nonton filmya lagi ah. Heheheheh

No regret menceritakan seorang anak yatim piatu yang terpaksa keluar dari panti asuhan karena sudah berusia 18 tahun. Pergi ke Seoul untuk mengadu nasib. Paginya kerja kasar di pabrik, malemnya kuliah. Tapi nasib nggak berpihak sama dia, dia di PHK dan akhirnya dia kerja sebagai male-escort di gay bar. Perjuangan hidup yangh keras karena awalnya tidak sesuai dengan kata hatinya. Bekerja menjual tubuh dan kenikmatan sesaat sampai akhirnya dia berhenti karena bertemu cinta sejatinya, di tempat itu juga.

Gue nggak mau ngomentarin soal gay relationshipnya, cuman takjub aja. Ternyata cinta bisa segitunya. Cinta bisa menembus batas-batas paling marginal dari kehidupan kita. Cinta memang harus diperjuangkan dan kemasan perjuangan cinta di film ini yang mulainya tidak ada sampai menggebu-gebu sangat menarik dan masuk akal untuk dinikmati. Rintangan dan halangan seakan sirna, pupus bertekuk lutut pada cinta yang hakiki. Cinta yang memang pantas diagungkan.

Menyerah adalah hal yang paling dihindari oleh film ini. Menyerah berarti sia-sia dan sang sutradara tahu betul akan hal ini. Nggak heran dia menang sebagai best director. Pokoknya yang belom nonton film ini, buruan nonton. Pantes ditonton kok, recommended movie. Two thumbs up for this movie. Jangan jijik sama tema gay-nya, ikuti jalan ceritanya dengan seksama dan kalian bakal mengerti apa arti cinta itu sebenarnya. Cinta tanpa kepalsuan dan cinta tulus tanpa syarat.

Selamat menyelami indahnya perjuangan akan cinta!

HILANG INGATAN

Menghilanglah dari kehidupanku
Enyahlah dari hati yang tlah hancur
Kehadiranmu kian menyiksaku
Biarkan disini kumenyendiri

Pergilah bersamanya disana
Dengan dia yang ada segalanya
Bersenang-senanglah sepuasnya
Biarkan disini kumenyendiri

Terlintas keinginan tuk dapat
Hilang ingatan agar semua terlupakan
Dan kuberlari sekencang-kencangnya
Tuk melupakanmu yang tlah berpaling

Disini……Kembali
Kau hadirkan ingatan yang seharusnya kulupakan
Dan kuhancurkan adanya

Letih disini…..Kuingin Hilang Ingatan


Syair lagu dari Rocket Rockers, band asal Bandung yang belakangan ini lagi gue suka banget. Kenapa gue suka? Karena temanya dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Kehidupan gue tepatnya.

Ketika ada hal yang tidak menyenangkan terjadi sama gue, yang pertama gue ingin lakuin adalah hilang ingatan. Gue berharap dengan hilang ingatan, gue bisa mengubur semua kenangan tentang seseorang yang sudah melangkah pergi, meninggalkan bekas luka. Jejak air mata.

Lagu ini memang pantes jadi tema hidup gue bulan ini. Song of the month gitu deh. Masalahnya gue sekarang juga lagi kepengen hilang ingatan. Nggak semua ingatan gue tapi, cuman ingatan-ingatan yang melingkarkan gue sama dia dalam kisaran waktu dulu. Waktu gue masih bisa dibego-begoin, waktu gue masih dibutakan oleh cinta semu bertopengkan kesejatian.

Gue sebenernya sudah memaafkan dia, bahkan dari sejak dia menyakiti gue. Hanya saja, gue orang yang bisa memaafkan tapi tidak mudah melupakan. Apalagi mengenai pengkhianatan. Rasanya sakit, dan rasa sakit itu akan mengendap sampai kapanpun, nggak bisa hilang. Jadi ketika terjadi goncangan, endapan itu akan kembali mengapung. Mengungkit rasa sakit yang dulu ada.

Makanya ketika si dokter UKI itu datang lagi, ngucapin sayang lagi, dan berjanji akan berubah bukannya gue luluh, gue malah disadarkan dan diingatkan pada rasa sakit yang pernah ditimbulkannya. Sudah teramat sangat tidak pantas dokter itu menggugat rasa sayang yang dulu pernah disia-siakannya sendiri. Untuk apa datang lagi kalau hanya sekedar untuk mengungkit luka lama, cerita lalu. Gue hanya ingin hilang ingatan saat ini.

Kehadiranmu hanya menghadirkan ingatan yang seharusnya gue lupakan, dan itu sakit. Gue bukan tipe orang yang gemar membongkar-bongkar barang lama meskipun rasa baru. Karena barang lama tetap menghadirkan memori, dan tidak selamanya membongkar memori itu menyenangkan. Dibutuhkan usaha lebih selain keberanian untuk merasakan sakit yang dulu ada. Hai Dokter, berhentilah datang. Aku benar-benar ingin hilang ingatan.

ORANG DARI MASA LALU


Kaget. Itu yang pertama aku rasakan ketika untuk pertama kalinya setelah kehilangan kontak hampir setahun lebih mendengar suaramu kembali. Tawamu, nafasmu, pelafalan huruf R yang terdengar lucu, semuanya membuka lembar demi lembar memori yang sesungguhnya sudah kusimpan rapih dalam salah satu kotak kenangan di dalam hatiku.

Mendengar suaramu kembali meskipun di telpon memaksaku untuk kemudian membongkar semua ingatan masa laluku denganmu. Masa dimana dulu pernah kita jalani titian penuh pelangi. Mejikuhibiniu. Indah. Aku masih ingat semuanya, kenangan tentangmu memang kusimpan rapih disana, di kuadran khusus dalam siklus perjalanan hidupku. Ibarat pasir pantai, koyak oleh ombak tapi setelah itu rapi kembali.

Masih bisa kurasakan hangatnya jabat tanganmu ketika kita berkenalan untuk pertama kalinya. Di Jepang. Ya, di negeri matahari terbit itu aku mengenalmu. Saat itu kita masih sama-sama bego, sama-sama bingung. Berjalan di selasar salah satu kampus, mencari kantor administrasi yang mengurus beasiswa kita. Kita sama-sama dapat beasiswa untuk short course di universitas tersebut. Perbedaan foundation yang memberi beasiswa yang membuat kita tidak pernah bertemu sebelumnya di Indo.

Lucu memang kalo mengingat masa itu. Masa-masa penuh perjuangan, penyesuaian dan yang paling indah tentunya masa ketika bunga sakura bermekaran seiring dengan mekarnya bunga cinta kita. Aku nggak tahu kenapa rasa itu bisa muncul. Apakah kebersamaan kita yang menyebabkan semuanya? Aku nggak peduli, yang pasti aku sangat bahagia mengenal dan kemudian jatuh cinta kepadamu.

Kita seringkali sibuk dengan urusan kita masing-masing, maklum kita memang beda jurusan. Studiku lebih banyak mengharuskan aku untuk berada di laboratorium, sementara waktumu lebih luang. Tapi itu tak menjadikan jalan keluar. Waktu studi yang terbatas membuat kita menjadi lebih egois, menjadi tidak memperhatikan perasaan masing-masing. Rasanya menjadi hambar. Kita tersadar ketika setahun berlalu dan kita sama-sama harus balik. Aku masih ingat jelas janji kita untuk melanjutkan studi di kota yang sama suatu hari nanti, barengan. Janji yang indah.

Semenjak pulang ke Indo, kita jarang berhubungan. SMS dan telpon hanya berbunyi datar, tak mampu memendarkan bara yang tersisa. Kemudian lama tak kudengar kabar darimu, dan tiba-tiba aku mengetahui bahwa kamu sedang mengambil studi mastermu di Amerika. Kamu memang lebih beruntung, beasiswaku tak kunjung datang. Makanya aku memutuskan untuk mengambil studi masterku di Indo.

Hari ini, disaat lebaran, kamu kemudian menghubungiku. Sekedar melepas rindu katamu. Mumpung lagi liburan sebelum kamu balik ke amrik bulan Februari besok. Kehadiran yang sesungguhnya tak aku harapkan karena aku tahu pada akhirnya hanya akan meninggalkan perih. Meninggalkan luka yang kembali menganga.

Komunikasi kita kali ini memang tak sebatas suara, tapi raga bernyawa ikut terlibat. My God, akhirnya aku bisa melihatmu lagi. Kamu masih seperti yang dulu. Tak berubah, hanya banyak raut kedewasaan yang kulihat bertambah disana. Aku tahu kamu bukan kamu yang dulu, tapi aku yakin rasa itu masih ada di dalam hatimu. Rasa yang sama, yang pernah ada lima tahun yang lalu saat bunga sakura dan tsubuki bermekaran.