Halaman

Minggu, 17 Februari 2008

CINTA EPISODE SITUBONDO



Kadang gue bingung sama yang namanya cinta. Benarkah cinta bisa muncul dan tumbuh seiring dengan kebersamaan yang tak disadari? Percaya atau tidak hal ini pernah terjadi di kehidupan gue, bukan sekali tapi tiga kali. Bayangkan, tiga kali! Kalau semua terjadi karena gue yang emang “mupeng” mungkin bisa gue mengerti tapi kalau ada cewek yang sering bareng ma gue trus dia tiba-tiba jatuh cinta karena perhatian “biasa “ yang gue kasih, semuanya menjadi serba membingungkan. Kebersamaan gue ma dia juga bukan karena dikondisikan secara sengaja, tapi kita bareng karena kerja di tempat yang sama. Bener-bener membingungkan….Apakah karena perhatian “biasa” yang sering gue kasih itu terlalu “tidak biasa” buat mereka, atau mereka menyalahartikan perhatian gue. Gue gak tau…Mungkin memang gue yang salah, tapi gue sedikit menikmati juga kesalahan itu. Berasa dicintai dan berasa laku. Dari kesalahan itulah muncul Cinta Episode Igum, Episode Eka dan Episode Mei.

Cinta episode Mei, gue kenang sebagai cinta episode Situbondo karena memang terjadi di Situbondo. Buat blogger yang gak tau Situbondo itu dimana, silahkan langsung buka peta (Seperti yang pertama gue lakuin waktu keterima kerja di sana). Situbondo itu nama kota di ujung Jawa Timur. Seberapa ujung? Pokoknya dari Surabaya aja masih makan waktu 7 jam lagi. Kebayang kan ujungnya kayak apa?Hal yang gak kebayang ma gue waktu memutuskan untuk menerima kerja di sana. Intinya…..Kampung Banget!!!!!!!

Pertengahan tahun 2006, tepat seminggu setelah gue diwisuda S2 gue langsung dapet kerja di salah satu perusahaan bonafide bernama Charone Pokphand. Nama perusahaan yang menjanjikan bukan? Dan jadilah Situbondo tempat transit perjalanan hidup gue yang ternyata menjadi pengalaman paling “nggak banget” (I’ll skip this story cause to explain what been happened in there, took more time or maybe a few days. Hehehehe, kidding!)

Di lab tempat gue kerja inilah gue ketemu cewek yang bernama Mei. Anak Semarang jebolan perikanan Undip. Gue pertama kali ketemu dia di kantin waktu mo makan pagi, dari awal itu aja gue udah merasa jengah. Kenapa? Karena dia ngeliatin gue terus dengan cara yang berbeda dari orang kebanyakan. Gue gak tau apa yang ada di dalam kepalanya waktu itu, mungkinkah dia berpikir kok ada artis ya di Hatchery atau kok ada cowok cakep nyasar di kampung ya? (ngarep….wake up yuda!!!). Dan ternyata cewek itu kerja di lab algae, lab tempat gue juga ditempatkan.

Merasa diri orang baru, meskipun S2 di sekumpulan anak-anak S1 bahkan SMA gue menjadi super duper ramah. Bukan cuma sama Mei, tapi sama semua orang dari semua divisi dengan tujuan diterima dan masuk dalam lingkaran mereka. Memang sama orang-orang lab algae gue jauh lebih ramah dan perhatian terlebih sama Mei, ya iya orang kerjanya langsung berhubungan ma gue. Gimana gue gak perhatian, lawong kalo dia melakukan kesalahan ntar gue yang ketiban sialnya. Inti cerita gue jadi deket sama Mei.

Kedekatan inilah yang membuat gue sangat terbuka sama Mei, apalagi soal ketidakbetahan gue kerja di sana, kehidupan gue yang berasa neraka semenjak gue kerja di sana, hidup normal gue yang terenggut, otak gue yang jadi mengkeret, ketakutan-ketakutan gue dan banyak lagi. Mungkin Mei satu-satunya cewek disana yang pernah liat gue nangis (Pasti ada yang komentar, cowok kok nangis. Hei…come on guys, you are living in a real world. God creates glandula lakrimalis in your eyes. What for? For crying. So it is normally for us as a man to crying sometimes. Tears doesn’t show your weakness!)

Mei adalah orang yang ikut mengisi hari-hari kelabu gue selama di sana. Dia jadi semacam hiburan, setidaknya gue punya temen ngobrol yang ngertiin gue sepenuhnya. Dari kedekatan itulah mungkin gue tanpa sadar memberikan perhatian yang sedikit berlebih (meskipun sampai sekarang gue masih bertanya, perhatian gue yang mana). Kita sering ngobrol berdua, bahkan kita banyak menghabiskan waktu nunggu malam menganga di atas saung di pinggir laut. Menikmati bau laut dan angin pantai sambil ketawa-ketawa dan meraba hati masing-masing. Dari hasil “meraba” hati itu gue sadar betul kalo gue nggak tertarik sama dia secara emosi. I just need her as a friend, no more. Dari awal, gue udah keras ma hati gue….Jangan jatuh cinta sama siapapun di tempat ini, karena cinta akan memberatkan langkah gue ketika nanti akhirnya memutuskan untuk melangkah pergi. Sound so selfish ya? Tapi hidupkan pilihan…Dan saat itu gue udah mantap memilih.

Di bulan kedua kedekatan kita, gue mulai menangkap isyarat-isyarat yang tak teraba oleh raga tapi terekam oleh sukma. Dimulai dari datangnya sms-sms yang berisi pesan “tidak biasa” seperti kata-kata miss you, gambar-gambar bernuansa hati dan boneka sampai animasi bertuliskan I love you dengan tampilan kelap-kelip (harusnya gue simpen sms-sms itu buat testimoni). Pernah satu hari, waktu gue untuk kesekian ratus kalinya mengutarakan ketidakbetahan gue tinggal di sana, dia menanaggapinya dengan mengirimkan pesan sms yang berbunyi “Cari obat donk buat ngilangin rasa nggak betahnya, jadi aku bisa sama kamu terus” WHAT! Should I have a words?. Perasaan memang mirip dua sisi mata uang, gambarnya berlawanan. Satu sisi gue menikmati disanjung seperti itu tapi disisi lain gue udah memutuskan. Gue harus pergi dari sana.

Maafin gue Mei, bukannya nggak mau melabuhkan cinta di pangkuanmu saat itu. Itu bukan pilihan. Gue tau itu membuat hatimu sakit dan berontak, tapi gue gak mau membuatmu lebih sakit lagi dengan merasa ditinggalkan saat cinta telah tertambat. Tidak Mei, gue gak bisa memilih yang kedua, gue mungkin memang pengecut untuk tidak melayani hatimu. Tapi gue menghargai dan menyanyangimu (as a friend of course) sehingga gue gak akan tega menyakiti hatimu lebih dalam. Maaf.

Beribu cara gue tempuh untuk sedikit demi sedikit menjauhimu meski gue tau benar bahwa kamu merasakannya dan sakit karenanya. Gue lebih sakit Mei, percaya deh! Apalagi waktu kamu dipindahkan ke lab QC, hati kecil gue menolak dan perih tapi itu mungkin jalan yang diberikan Tuhan buat kita sehingga kita bisa sedikit renggang dan gue berharap waktu itu perasaanmu bisa pupus sedikit demi sedikit, apalagi kamu tahu diakhir bulan keempat aku memutuskan untuk pergi. Dan ternyata itu berhasil, kita jadi jarang ngobrol, jarang berdua menikmati bau laut, jarang smsan dan semakin jarang mendengarkan hati kita masing-masing. Pahit memang, tapi itu harus ditelan.

Saat perpisahan tiba. Menjelang saat itu kamu ngasih surat yang setelah gue baca, rasanya seperti menyobek hati gue sendiri. Kembali terbingkai jutaan kata maaf untukmu Mei. Maaf juga suratnya gue bagi sama para blogger. Ini isi suratnya (non edit)

Baja, November 2006
To Yuda
Assalamualaikum wr wb.
Akhirnya saat ini tiba juga ya? Saat dimana kamu memutuskan untuk melangkah meninggalkan BAJA, tempat yang mungkin gak kebayang sama sekali bakal jadi tempat tinggal kamu selama beberapa bulan. Pasti banyak sekali kenangan kamu disini, yang aku yakin beberapa hal, nggak kan mungkin kamu temuin n gak bakalan mau kamu lakuin. Entah masuk katagori memori terbaik, terjelek ataupun yang pengen kamu lupain. Aku senang ada dalam kisaran memori hidup kamu disini.
Aku pasti akan sangat kehilangan kamu Da, untuk sebuah alasan yang aku sendiri nggak ngerti. Kalo aku mamih, aku kehilangan anak buah yang pintar, temen diskusi n temen untuk bergosip. Kalo aku mba Anit, pasti aku akan bingung karena gak akan ada yang mencela aku seperti kamu. Kalo aku pande, pasti aku sedih temen sekamarku pergi. Apalagi kalau aku mba Indri, wah bisa mati kutu aku, karena temen seperjuangan, temen curhat, temen “duet maut” Qu pergi. Kalo aku dicky, atau Ari, atau Agil, atau Yuli, atau Aconk, atau temen-temen ngumpul kamu yang lain pasti aku sedih karena hilang satu sumber keramaian. Tapi kalau aku adalah Mei? Aku kehilangan apa? Temen sekamar? Wah itu mah harapan kejauhan. Temen kerja? Temen deket? Temen ngumpul? It was….sekarang? udah jarang banget, nyaris gak. Tapi aku kehilangan kamu Da….Kehilangan seorang Yuda….(Ya Allah, yang nama lengkap kamu aja aku gak tau). Itulah….Aku gak pernah ngerti “siapa kamu” buat aku, yang aku tau kamu berarti buat aku.
Kalo dalam akhir-akhir ini kita ada pada jarak yang dekat tapi berasa jauh, mungkin jarak yang jauh akan membuat kita dekat di hati. Dan selalu kubilang dan kuyakini bahwa Allah sayang ma aku, aku yakin ada hikmah dari pertemuan dan kebersamaan Qta yang singkat dan kepergian kamu disaat Qta tak lagi dekat. Selamat jalan Da…..aku akan merindukanmu.

Wassalamualaikum wr wb.

Mei Ria


Surat yang membuat gue membacanya berulang-ulang, memaknai setiap kata yang terungkap, dan menjerit pedih setelahnya. Salahkah gue telah membuat seorang anak manusia terjerat dalam cinta indah yang tak terbalas? Gue tahu itu salah dan gue minta maaf karenanya. Maafin gue Mei………..Biarkan perasaan indah itu mengkristal di hatimu dan izinkan gue berjalan kembali di setapak kecilku. Terima kasih telah memberi warna pelangi dalam khasanah perjalanan hidup seorang yang bernama Yuda.


Bandung, 15 Pebruari 2008
Tiba-tiba inget kamu Mei…………………..


Footnote :
Mei di hari perpisahan memberi gue hadiah kenang-kenangan berupa tasbih. Di dalamnya terselip lipatan kertas yang ditempeli hiasan hati dari beludru. Mei menulis : “Ini aku gunakan sebagai tanda cintaku pada Yang Maha Hidup dan kali ini aku berikan kepada seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidupku”.

Selasa, 12 Februari 2008

“MACHO MAN NGOMONG CONG” VS “TUHAN TIDAK PERNAH ISENG”

Firstlly, buat para blogger yang baca blog ini jangan langsung menjudge kalo gue gay! Gue cuman mau belajar bikin resensi buku. Suer…. :D. Kalo nggak percaya, datang…rasakan…dan buktikan.Hehehehehe.

Baru-baru ini gue beli dua buku yang pakem temanya mirip yaitu tentang “gay world”. Yang bikin gue bingung kok sekarang banyak yah yang ngeluarin buku dengan tema yang masih jadi polemik di masyarakat kita. Kalo soal gay club yang udah ngejamur di Jakarta itu lain soal, lain perkara. Tapi bikin buku….., dipublikasikan, dipajang di display terus jadi best seller, rasanya masih menyebarkan aroma ambiguitas. Apa mereka pengen eksistensinya semakin diakui dan mengibarkan panji kalau kaum mereka ada dan berkembang atau mereka cuma ingin menulis dan menulis. Gue gak pernah tau.

Buku “Macho Man Ngomong Cong” (MMNC) yang ditulis Fa dan “Tuhan Tidak Pernah Iseng” (TTPI) yang ditulis Zemarey Al-Bakhin, memang memaparkan permasalahan dengan cara yang berbeda, tapi keduanya memiliki kekuatan yang dahsyat. Makanya buku-buku ini WAJIB dikoleksi. Setelah dibaca…..kesan, penafsiran dan pengejawantahan gue serahin ke masing-masing individu. I have no right to judge….

MMNC sebenarnya buku yang berisi kumpulan tulisan Fa di blog pribadinya yang kemudian dihimpun dan dipublikasikan. Buku yang “fresh” dengan tema-tema sederhana yang dekat dengan kehidupan kita. Meski agak sedikit vulgar tapi benar-benar menghibur. Gue jamin, setidaknya yang baca bakalan senyum-senyum sendiri meski nggak ketawa ngakak (ya iyalah….lo pikir baca Crayon Sinchan!). Apa pasal? Karena cerita-ceritanya mengalir dengan santai, tanpa beban tapi sarat makna. Makna buat siapa? Ya buat lo lo pada yang ngerasa diri lo gay. Hahahaha. Nggak dink, buat orang straight juga cerita-ceritanya bisa memberi perspektif lain yang “menggoda” melalui kesederhanaan bahasanya. Kesederhanaan inilah yang menjadi kekuatan buku ini. You have to read this book, Really!

TTPI lebih mirip atau bahkan mirip dengan buku-buku kebanyakan. Autobiografi. Memaparkan kehidupan Rey, sang penulis dari mulai lahir, besar, terkepung banyak masalah, sadar dan cara memaknai kesadarannya tersebut. Sederhana tapi berkualitas, membuat yang pada baca buku ini meraba hati mereka sendiri. Yang menjadi kekuatan buku ini adalah perspektif agamanya yang lumayan mengena dengan masalah yang dihadapi penulisnya. Agama memang sesuatu yang hakiki, yang tak terbantahkan, jadi ketika agama dijadikan acuan untuk memaknai berbagai masalah yang mendera, semuanya menjadi luar biasa. Hal inilah yang sangat disadari oleh Rey. So….You have to read this book also!

Berawal dari kesadaran Fa dan Rey tentang disorientasi seksual mereka, maka mengalirlah cerita dalam kedua buku tersebut. Mereka menjual pergulatan hidup di “dunia” yang masih dianggap tak lazim. Mereka mengeksplorasi setiap detail kehidupannya untuk dibagi dan diyakini oleh para pembacanya. Kesadaran Rey bahwa rohnya “terjebak” di tubuh yang salah dipaparkan dalam TTPI secara indah. Hal ini tidak ditemukan pada MMNC, karena Fa tidak merasa demikian (mungkin!). Fa hanya menikmati hidup dan menjalaninya sebagai suatu berkah. Kehidupan Fa yang sangat “metropolis” yang menjadikannya berbeda dengan Rey meski mereka memiliki kesamaan yaitu mempertanyakan eksistensinya kepada Tuhan (pada awalnya!).

Rey menggugat Tuhan mengapa dia diciptkan “berbeda”, meski akhirnya timbul keyakinan bahwa Tuhan menciptakannya masih koma belum titik sehingga dia masih bisa merubah jalan hidup yang telah Tuhan kasih. Apabila ada manusia “seperti” Rey yang kemudian menerima apa adanya kodrat tanpa ada keinginan untuk mengubahnya, artinya dia telah menciptakan titik untuk hidupnya tersebut. Berbeda dengan Rey, Fa meyakini bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan sangat sempurna. Dari dasar itulah dia merasa bahwa ke-gay-annya adalah sesuatu yang memang sudah diciptakan Tuhan dengan sempurna, and he totally proud about that. Fa kemudian menggugat masyarakat dari kesadarannya itu, apabila Tuhan menciptakan dia dengan sempurna termasuk his gayness, mengapa masyarakat menghujat kaumnya? Sorry Fa, I have no correct answer yet.

Pertentangan dalam kedua buku tersebut yang masih bisa ditarik benang merahnya adalah mengenai konsep pernikahan. Fa menganggap bahwa gay menikah hanya untuk alasan klise seperti pengen punya anak, bisexual reasons, ngebahagiain ortu, gak tahan tekanan sosial, agama, takut ntar tua nggak ada yang ngerawat, financial reasons, and so on. Fa mengagumi semua gay yang memutuskan untuk menikah, apapun alasannya meski dia sendiri memutuskan untuk tidak menikah (untuk saat ini, sapa tau besok-besok berubah….amien!). Sementara Rey menganggap pernikahan merupakan jalan untuk menuju pertaubatan. Dia merasa pernikahan yang telah dijalaninya merupakan rem baginya untuk tidak melanggar batas norma. Yang keren dari Rey, akhirnya dia mengakui semua masa lalunya pada sang istri (GILEEEEE!..what a brave action!). Yang masih ganjel di pikiran gue, Rey bilang di bukunya kalau meskipun dia sudah menikah tapi alam bawah sadarnya masih menyukai sesama jenis. Adilkah itu buat istrinya yang udah menerima dia apa adanya? (come on Yuda, bukan saatnya untuk menghakimi. So mind your words!..Upss,Sorry!).

Nggak ada lagi kata yang bisa terurai untuk mengungkapkan keberadaan dua buku ini kecuali, MENARIK, MENGHIBUR DAN BERTUTUR TANPA BERMAKSUD MENGGURUI. Selamat tersungkur dalam nuansa baru bagi para pembacanya! Benar-benar tersungkur (seperti halnya gue) dalam rasa puas sekaligus kagum pada keterbukaan Fa dan Rey. Selamat menyelami dunia baru yang mungkin para blogger tidak menyadarinya padahal dekat dengan kita, oleh karena itu janganlah menutup mata karena “mereka” memang ada. Jangan menghakimi karena itu jalan yang sudah mereka pilih seperti jalan yang kalian pilih selama ini untuk dijalani. Mereka sadar betul apa yang sudah mereka pilih.

Akhirnya, terucap untaian kata maaf untuk Fa dan Rey karena gue yang gak ngerti apa-apa dan bukan siapa-siapa udah berani mengomentari dan mengapresiasi buku kalian. Hal ini bersumber dari kekaguman terhadap karya kalian terlebih keterbukaan kalian. Semoga tulisan sederhana ini menjadi setitik bara api yang akan menyemangati kalian untuk kembali berkarya, bukannya setetes embun yang menyegarkan tapi justru memadamkan bara yang udah ada (Gaya banget ya gue…..Sapa gue coba?). Terucap juga terima kasih karena dengan hadirnya buku kalian, merangsang keinginan gue untuk membuat resensi sederhana, paling nggak mengkritisi. Teruslah menulis karena gue nggak sabar untuk nunggu karya-karya berikutnya. Keep on fighting guys (or gays!), Life is too good to feel bad. Salam.

Bandung, 8 Pebruari 2008
Ditengah malam buta, sambil meniti pelangi

Rabu, 06 Februari 2008

Ketakutan Terbesar Gw

Kadang gw ngerasa kalo hidup ini gak adil banget, apalagi kalo soal speciall relationship. Kaya malem ini, gw ngerasa kalah telak dan mati kutu. Gw waktu jaman kuliah S1 dulu punya temen deket trus dia merit dan punya anak tapi setahun yang lalu suaminya meninggal karena sakit. Jadi janda kembang gitu deh. Anaknya lumayan deket ma gw and temen2 segeng kita dulu. Such an amazing kid. Malem ini gw pengen banget nelpon anak itu, niatnya mo godain anak 3 tahun itu soalnya dia udah mo punya ayah baru dan udah lengket banget mereka. Tapi dasar feeling, pas gw nelpon temen gw itu si Daffa (anaknya) teriak-teriak pengen ngenalin “ayah” barunya ma gw. Dia dah manggil pacar bundanya dengan sebutan ayah.WOW. Walhasil si Erwin (calon ayahnya) ngobrol ma gw di telpon, padahal gw ketemu aja belom.
The point is, temen gw aja udah mo merit 2 kali trusz gw masih terpuruk dalam lubang yang sama. Iya seh dia cewek dan udah punya anak yang butuh figur ayah. Masalahnya bukan itu tapi where have I been selama ini? Kamana wae? Gw berulang kali kandas dalam membina hubungan, kalaupun sedang membina, gw gak pernah punya keinginan untuk segera menikah. Huahahahaha. MENIKAH? Denger kata itu aja gw geli sekaligus takut. Bukan takut untuk berkomitmen tapi gw takut dengan menikah akan menyebabkan mimpi-mimpi gw yang belom kesampaian nggak bisa gw raih. Sound so selfish ya? Tapi itulah ketakutan terbesar gw. Gw masih pengen nyelesaian S3, target gw sebelom usia gw tepat 30 dah jadi PhD (amien!), pengen punya karier bagus dulu, nyenangin diri sendiri dulu, belajar jadi imam buat diri sendiri dulu sebelum jadi imam buat anak orang dan anak gw kelak. Gak tau ah pusing, gw Cuma akan mengikuti alur perjalanan hidup gw yang udah Allah siapain. Gw yakin skenario Allah selalu indah buat gw. Just keep on fighting till the last blood drops!

Tips Pinter Ala Yuda

Apapun yang terjadi tetep keukeuh buat duduk di depan kalau kuliah
Tetep nulis bahan kuliah meskipun pake tulisan steno dan asal-asalan yang penting bisa dibaca
Nyalin hasil kuliah tadi pagi malemnya, nggak peduli si dia miskol minta ditelpon
Buka buku sumber kalo pas nyalin ada materi yang nggak ngerti
Kalo praktikum, meskipun bethe dan pengen ngacir, inti kegiatannya musti kepegang
Berusaha ngerjain jurnal praktikum sendirian meski itu bikin botak dan belel mata
Jangan sungkan-sungkan buat nerangin materi yang kita ngerti ke temen walau mereka kadang rese dan bikin bethe
Sesusah apapun tugas yang ada, berusahalah mencari jalan keluarnya
Baca bahan yang bakal diajarin biar cuman di angkot doang
Perlu sesekali egois dan pelit soal catetan karena kadang buat nulisnya kita ngorbanin jadwal dugem.

For Someone

I’ve an amazing years with you and now it’s time to try and thanks to you who’s helped myself and the lads out in the past. I could never repay you for your love and care and support over the past years. To you I owe everything. Thanks for just being there, its been pleasure growing up with you. By just being you!!!I’m so proud to have such a funny, trustworthy, nice person to help when I need someone and you know I’ll always be there for you too

5 THINGS

A wise man told about a journey of his soul
He said: I found my heart worry on five things
So I looked for the answers
And I found them either on five things
First, I looked for blessing to fulfill the basic requirements in this world
And I found it when I was doing Dhuha Pray
Second, I looked for eternal light for the day of here after
And I found it when I was doing night pray
Third, I looked for the answer for Munkar and Nakir
And I found it when I read Holy Qur’an
Fourth, I looked for tool to hold on Sirotol Mustaqiim
I found it when I was doing fasting and shodaqoh
Fifth, I looked for shelter of Arrasy
I found it when I was doing seclusion and many abadah to Allah
Now my heart eternally rest in peace

Saat Kau Mencintai Seseorang

Mencintai seseorang berarti berusaha memahaminya dan tahu dirinya lebih dalam, menyimak setiap benaknya, mengerti semua mimpinya, dan memberikan sayapnya ketika dia ingin terbang.
Bila ku mencintai seseorang, katakan kau sangat membutuhkan dirinya, katakan hanya dia satu-satunya, karena dia butuh seseorang untuk katakan padanya tentang keabadian.
Jika kau mencintai seseorang, biarkan ia memelukmu hingga tahu bahwa ia ingin kau sentuh. Hembuskan nafasmu untuknya, dan rasakan hadirnya mengalir di darahmu. Dan ketika kau lihat hari depanmu di matanya, itu berarti kau sangat mencintainya.
Berikan ia keyakinan. Peluk ia erat dengan sedikit kelembutan. Perlakukan ia sebaik mungkin. Maka ia akan selalu ada untukmu. Mengasihimu dan memberimu pengetahuan tentang arti cinta yang sesungguhnya.

CITA-CITA

Kembali ke sekitaran akhir tahun 1997 di atas pesawat New Zaeland Airlaines tujuan Jakarta-Sydney-Wellington, saat itu saya sedang dalam perjalanan menuju Wellington untuk suatu misi pertukaran pelajar. Seorang Bapak muda bertanya kepada saya “Memang cita-citanya mau jadi apa?”. Saat itu dengan keyakinan 150 persen saya menjawab “Saya ingin menjadi seorang dokter”. Sang Bapak malah balik bertanya “Kamu yakin itu cita-cita terakhirmu?”. Diberi pertanyaan itu saya tak punya jawaban pasti, saya hanya menjawab “mudah-mudahan” sambil berdoa dalam hati semoga cita-cita itu terwujud.
Cita-cita merupakan keinginan yang ingin diraih seseorang. Menjadi sangat penting apabila yang mengemukakannya adalah seorang anak. Dimata seorang anak, cita-cita dapat menjadi suatu pandangan jauh ke depan akan kehidupannya sendiri, tak peduli meskipun cita-citanya itu masih terdoktrinisasi oleh arahan orang tuanya atau hasil intrepetasinya terhadap pekerjaan atau profesi yang dia amati dari orang-orang di sekelilingnya. Cita-cita pada anak seringkali berubah, hal ini sangat wajar karena dunia yang luas ini belum terexplore seluruhnya sehingga ketika dia menemukan suatu profesi yang menarik maka tak jarang dia ingin menjadi bagian dari profesi tersebut. Berganti-gantinya cita-cita seorang anak mungkin akan berhenti atau lebih terarah pada saat dia lulus SMA dan memutskan untuk kuliah di salah satu bidang. Dari sanalah mungkin cita-citanya sedikit demi sedikit dapat diraih. Meskipun banyak orang yang profesinya tak nyambung dengan background pendidikannya yang artinya cita-cita pada awal mau kuliah di bidang tersebut tidak terlaksana.
Saya sebagai anak yang berkembang secara normal, mengalami hal yang sama. Berganti-ganti cita-cita setelah mengamati atau mengalami sesuatu. Yang saya ingat, cita-cita pertama saya adalah menjadi seorang dokter. Dalam pandangan saya waktu itu menjadi dokter sangat keren, berbaju putih bersih, kemana-mana jinjing stetoskop dan hidupnya dijamin seru karena dikerubungi banyak orang yang notabene adalah pasiennya. Belakangan saya tahu dari mantan pacar saya yang lulusan kedokteran di Amrik bahwa tidak jaminan kalau banyak pasien itu seru, tapi malah pusing katanya berseloroh. Pokoknya jaman itu saya berfikir untuk menjadi dokter.
Saya lupa tepatnya kapan saya berganti cita-cita dari dokter menjadi seorang pengacara, tapi yang pasti setelah menonton serial Ally McBeal (sekarang saya mengkoleksi DVD serial tersebut sebagai testimonial). Kemampuan seorang pengacara dalam mempertahankan argumen yang membuat saya jatuh cinta pada profesi itu. Saya sempat sebel sama kerabat saya yang bilang bahwa “orang sundamah teu pantes jadi pengacara, bakalan eleh ku orang batak atawa padang”. Saya berargumen, mau dari suku manapun semua orang pasti bisa berdebat kayak pengacara yang sering saya lihat di TV, meski saya sekarang tahu kalau pendapat kerabat saya banyak benarnya.Hehehehe.
Kalau dilihat sekarang profesi dan background pendidikan yang saya jalani ternyata tidak mengacu pada profesi dokter, pengacara atau bahkan artis (cita-cita kebanyakan anak pada saat ini. Dunia memang sudah “sedikit” gila). S-1 bidang biologi, S-2 bidang bioteknologi mikroba dan S-3 bidang biologi molekuler mikroba (yang ini sedang akan dilaksanakan). Biologi? Tak pernah sedikitpun dulu terbersit dalam benak saya ingin jadi seorang ahli biologi. Cuman saya berfikir, nggak apa-apa nggak jadi dokter yang penting bisa jadi Doktor. Amien. Meskipun rangkaian pendidikan saya seperti tersebut diatas, tapi saya lebih sering berkecimpung dalam lahan pekerjaann public relation dan master of ceremony alias MC. Nah bingung kan? Nggak nyambung banget. Jangankan orang lain, saya sendiri aja bingung. Tapi saya berusaha menjalani kedua-duanya secara berimbang. Temen saya nyeletuk, “ Ya lo kan peneliti yang ngemsi” atau temen saya yang lain bilang, honor peneliti kan kadang gak gede jadi lo musti ngemsi terus buat bikin dapur ngebul. Huahahahaha. Ya mungkin saya akan terus menekuni keduanya, entah sampai kapan.

Keterampilan Menyimak

Dilahirkan sebagai anak yang memiliki kemampuan berbicara “lebih” tentu merasa sangat diberkati. Kemampuan tersebut bisa dijadikan modal untuk memperlancar sesuatu, misalnya waktu gw sidang S-1 dan S-2 dulu. Kelebihan itu gw rasakan banget manfaatnya, gw bisa mengemas suatu data atau fakta yang sederhana dengan kalimat yang spektakuler, walhasil seluruh dewan penguji gw bilang performance sidang gw bagus banget (yang ini bukan sombong lho!). Dari kemampuan berbicara ini pula gw bisa meraup lembaran rupiah lebih dibanding orang kebanyakan. Gak mungkin kan bisa ngemsi kalau kemampuan berbicaranya saja terbatas, meskipun harus digabung dengan rasa percaya diri yang tinggi tentunya. Tapi ternyata dari kemampuan tersebut yang kata orang di atas rata-rata, menimbulkan suatu kelemahan yang gw rasakan juga agak mengganggu. Kelemahan yang dimaksud adalah gw jadi kurang memiliki keterampilan menyimak. Nobody perfect!
Menyimak merupakan kemampuan yang tak kalah penting yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Dengan keterampilan menyimak kita bisa mengetahui maksud dan tujuan seseorang. Tetapi karena gw sering ngerasa kalau kemampuan berbicara gw “lebih” makanya ketika gw berinteraksi dengan seseorang dalam suatu percakapan, gw merasa selalu mendominasi percakapan tersebut. Bukan mengecilkan arti dari lawan bicara gw tapi kebisaaan itu terjadi tanpa disadari dan seringnya bikin lawan bicara gw bete (kalau dengan bahasa bencong, pasti orang-orang akan nyeletuk…..Ya iyah lah (dengan aksen ngirung)……..)
Alhamdulillah kekurangan gw ini sudah gw sadari sehingga gw mulai sedikit-sedikit mengembangkan keterampilan menyimak. Bukan cuman untuk menyenangkan lawan bicara gw tapi lebih untuk menjadi seseorang yang lebih baik aja. Bukankah kita hidup harus bergerak maju ke arah yang lebih baik dan bukannya surut ke belakang. Keterampilan berbicara dan keterampilan menyimak harus bejalan saling beriringan karena tidak selamanya harus kita yang bicara, kita juga harus bisa menyimak perkataan orang lain. Lewat tulisan ini gw mau minta maaf sebesar-besarnya sama orang-orang yang sering bete kalau ngobrol ma gw dari mulai gw bisa berbicara dulu sampai saat tulisan ini dibuat. Terima kasih telah memberikan pembelajaran yang menjadikan gw manusia yang lebih baik. Semoga kebaikannya dibalas Sang Khalik kelak. Amien.

Ketika Hidayah itu Datang

Jangan dulu protes dan kaget ketika pertama membaca judul tersebut!Hidayah ini bukan datang ke gw kok, tapi gw mo cerita mengenai hidayah yang datang sama temen gw. Waktu kemaren gw kuliah S2, gw punya temen. Sebenernya kakak kelas seh soalnya dia masuk satu tahun di atas gw tetapi karena kita hampir seumuran kita jadi akrab banget. Dia orangnya gak kalah gokil dan rame kayak gw makanya gak heran kalo kita bisa jadi deket banget. Pertama liat dia gw agak-agak kaget gitu soalnya dia dandannya heboh banget, kalo minjem istilah salah satu temen gw yang dosen katanya temen gw itu mukanya rame banget, dalam artian segala ditempelin di muka.Hehehehehe. Tapi first impression gw seh salut ma dia, dandanan artis kok masih mau sekolah S2 yah? mana program studinya yang agak belibet gini.
Kedeketan kita sebenernya dimulai dari kebaikan dia, pasalnya waktu itu kondisi laboratorium penuh banget jadi gw gak kebagian meja penelitian dan cuman kebagian lemarinya doank. Tak diduga tak dinyana dia nawarin buat berbagi mejanya gitu (baik banget kan!).Akhirnya beberapa bulan sebelum gw dapet meja sendiri gw selalu ngelakuin riset di atas mejanya dia (meja kita dink!). Dari sana kita mulai deket dan kenal lebih banyak. Gw akhirnya tau kalo dia itu banci tampil banget soalnya pernah jadi finalis puteri Indonesia 2004, finalis bintang Indonesia, juara puteri citra 2005, finalis wajah femina, finalis abang none 2006, finalis menuju layar liputan 6 dan seabreg kontes-kontes serupa. Gila yah niat banget, nampak eksis beneeerrrr! Tapi yang bikin gw tambah kagum, dia tuh tetep rajin baca, pondasi agamanya kuat, perfectsionis dalam segala hal dan tetep rajin ngerjain penelitian buat TA nya meskipun sering ditinggal-tinggal.
Akibat kerjaannya yang segudang itu TA nya agak molor dan gw bisa lulus lebih dulu dari dia (kalo yang ini mungkin karena gw lebih niat dan lebih pinter kali yeeee……). Meskipun gw lulus duluan tapi kita gak pernah putus kontak, sampe-sampe waktu gw kerja di situbondo (di mana tuch?) dan dia mau sidang dia nelpon gw sekitaran 2 jam buat diskusi. Gw seh seneng bisa bantu dia.
Belakangan ini gw hilang kontak ma dia, gw sms nggak dibales, gw telpon gak diangkat, gw kirim testi di friendster juga gak ada tanggapan. Kemana yah dia? Yang bikin gw shock and seneng pas gw buka-buka galeri fotonya dia di FS ternyata dia sekarang dah tampil islami. Pake Jilbab bo…..inget, jilbab bukan kerudung.Kalian pasti tau bedanya kan. Alhamdulillah, akhirnya hidayah itu datang juga. Hebat bener deh gw rasa, ternyata temen gw itu mau meninggalkan semua atribut keartisannya. Salut ma dia.
Setelah gw analisa sekarang gw punya jawaban kenapa kita bisa hilang kontak. Mudah-mudahan ini analisa gw aja dan bukan fakta yang sesungguhnya. Hal ini juga gw utarakan lewat testi di FS nya. Gw bilang ma dia selamat atas penampilan barunya, akhirnya gw tau kenapa lo gak mau temenan ma gw lagi. Siapa seh gw? Ato gw mungkin akan membawa pengaruh buruk kali ya….semacam bad influence gitu. Hati gw miris. Tapi apapun yang terjadi gw akan selalu berdoa buat kebaikannya dia, biar dia bisa qonaah di jalan yang telah dia putuskan untuk dia tempuh, amien.